Petani Tembakau Tolak Kenaikan Harga Rokok

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Jakarta, Bhirawa
Petani tembakau menolak rencana kenaikan berlipat harga rokok yang di isue kan mencapai Rp 50 ribu per bungkus. Ditengah merosotnya serap an tembakau ke industri rokok dalam negeri, kenaikan harga rokok akan membunuh petani tembakau.
Petani minta pembatasan impor tembakau, agar tembakau lokal bisa diserap pabrik rokok dalam negeri. Kenaikan harga rokok, dianggap petani adalah niat buruk mematikan industri rokok kretek dan sebaliknya rokok putih akan menggantikannya.
“Jika harga rokok dinaikkn menjadi Rp 50 ribu per bungkus, itu akan menjadi pembunuh masal dan melumpuh kan sentra sentra ekonomi rakyat, khususnya petani tembakau. Belum lagi menghadapi persaingan dengan produk tembakau manca negara. Bahkan China saat ini tengah menyiapkan kebun tembakau seluas 200 hektar. Sementara niat melindungi petani tembakau dengan UU Tembakau, hingga kini pembahasan-nya saja tidak rampung-rampung,”keluh Parmuji, Ketua Asosiasi Petani Temba kau Indonesia (APTI) dalam dialektika demokrasi bertema “Rokok,Pajak dan Nasib Petani Tembakau” di pressroom DPR RI, kemarin (25/8). Nara sumber anggota Komisi XI DPR RI Misbakhum (Golkar), Heri Gunawan (Gerindra), pengamat rokok kretek dari LIPI Dr Mohamad Sobary.
Misbakhum yang mengaku tidak merokok sejak kecil, tetapi sebagai wakil rakyat dia akan membela mati-matian kepentingn petani tembakau. Yang indentik dengan kepentingan rakyat banyak, karena Jatim yakni Probolinggo adalah wilayah penghasil 49% tembakau nasional. Dia menolak kenaikan harga rokok dan minta pembatasan impor tembakau. Agar tembakau lokal bisa di prioritaskan mengisi kebutuhan industri rokok dalam negeri.
“Survey yang dilakukan Fakultas Kesehatan Masyarakat UI yang me nyatakan dari 1000 orang Indonesia sebanyak 72 % kecanduan rokok, tidak harus jadi pathokan menaikkan harga rokok. Harus dicari tahu dulu, siapa penggagas dan yang mendanai survey tersebut. Siapa tahu, dibalik semua ini ada tujuan tertentu, yakni mematikan indudtri rokok kretek dan menggantikan dengan roko putih,” papar Misbakhum.
Dia menentang anjuran pejabat agar petani tembakau beralih profesi dengan menanam sayuran. Pasalnya, petani tembakau di Indonesia pada umumnya dilakukan turun temurun. Dalam arti, petani tembakau pasti sulit beralih ke tanaman lain, sebab ketrampilan menanam tembakau diwarisi secara turun temurun. Perlu waktu lama bagi seorang petani tembakau untuk beralih ke tanaman lain. Lahan mereka umumnya juga lahan warisan yang hanya cocok untuk tanaman tembakau.
Senada dengan rekannya, Hery Gunawan juga menolak kenaikan harga rokok. Dia mengungkapkan, gonjang ganjing kenaikan harga rokok, telah mendongkrak peredaran rokok illegal hingga 11%. Dia minta media sosial jangan sembrono menyebar luaskan isue kenaikan harga rokok. Pasalnya masih ada sekitar 700 pabrik rokok yang masih produksi. Jika harga rokok meroket pecandu akan mencari rokok illegal yang murah. Sehingga pabrik rokok yang kecil-kecil bakal mati, dan ekonomi rakyat akan terguncang, khususnya ekonomi petani tembakau.
“Cukai rokok tahun 2015/2016 yang masuk kas negara mencapai Rp 140 triliun. Terlalu sembrono meng ekspos kenaikan harga rokok yang menimbulkan kegaduhan ini. Peme  rintah juga harus melihat kasus ini dari aspek sosial-ekonomi. Karena industri rokok menyangkut hajat hidup banyak orang. Bukan hanya karyawan pabrik rokok saja, tetapi juga petani tembakau, pedagang dan pelaku lainnya yang terkait,” ujar Hery Gunawan.
M Sobary yakin Presiden Jokowi belum membahas kenaikan harga rokok. Kasak kusuk ini hanyalah mainan orang orang tingkat bawah yang tidak memikirkan akibat yang lebih luas. [ira]

Tags: