Petral Wajib Bubar (benar)

Mafia MigasTIM Reformasi Tata Kelola Migas (RTKM) sudah menyerahkan daftar nama yang terlibat mafia minyak dan gas. Khususnya terkait penyimpangan fungsi Petral (anak perusahaan PT Pertamina, yang telah dibubarkan). Konon, nama mafia yang diserahkan ke Bareskrim, cocok dengan yang dimiliki Polri. Namun konon pula, tidak mudah menyelidiki dan menyidik mafia migas (minyak dan gas). Terutama berkaitan dengan kekuatan politik besar.
Pembubaran Petral, dikhawatirkan hanya berganti nama perusahaan. Tetapi fungsinya (sebagai makelar impor minyak) akan digantikan “unit lain” di Pertamina. Jika hanya “berganti kulit,” maka mafia migas akan terus bisa menggerogoti keuangan negara. Khususnya dari hasil per-calo-an ekspor dan impor migas. Semula, Petral difungsikan untuk mengembangkan unit trading Pertamina. Namun ternyata Petral menjadi “benalu” (istilah oleh Dirut Pertamina, Dwi Soetjipto).
“Benalu” itu berlanjut memungut fee dari usaha pengadaan minyak ke induk semang (Pertamina). Karena itu Petral dibubarkan, dan mengalihkan fungsi pengadaan (impor) minyak pada ISC (Integrated Supply Chain). Dalam paradigma manajemen, “supply chain” merupakan penggabungan antara kinerja produk (materi) dan jasa layanan (pengadaan). Jadi, manajemen supply chain akan lebih menjamin aliran produk, sejak dari supplier sampai konsumen.
Efek supply chain, adalah menjamin kecepatan, ketepatan sekaligus efisiensi dan transparansi. Dalam hal mengganti fungsi Petral, konsep ISC lazimnya akan menjadikan perusahaan (Pertamina) lebih kompetitif. Ujung-ujungnya, peningkatan laba. Sedangkan selama 5 tahun terakhir (2009 – 2014), PT Pertamina menanggung kerugian besar (trilyunan rupiah). Terutama akibat biaya distribusi. Padahal pada tahun 2007 – 2008, PT Pertamina bisa membukukan laba.
Jika dibiarkan terus merugi, maka PT Pertamina bisa pula dianggap wan-prestasi, melanggar Undang- Undang Nomor 40/ 2007 tentang Perseroan Terbatas. Juga bisa dianggap gagal memenuhi amanat UU Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN. Pada pasal 2 ayat (1) huruf  b, dinyatakan bahwa maksud dan tujuan didirikannya BUMN adalah untuk “mengejar keuntungan.” Bahkan frasa kata “mengejar keuntungan” diulang lagi pada pasal 12 huruf  b, dengan kalimat “mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan.”
Sebelum ke Bareskrim Polri, tim RTKM telah memaparkan hasil temuan investigasi kepada presiden Jokowi. Terdapat lima saran tim RTKM sebagai solusi memperbaiki kinerja urusan migas. Diantaranya, peng-alihan proses pengadaan (impor) minyak mentah dan BBM. Yakni, yang semula dilakukan oleh Petral, mesti dikembalikan kepada Pertamina. Tim juga merekomendasikan penggantian segera susunan pengurus Petral.
Rekomendasi paling istimewa adalah, pemerintah mesti melakukan audit forensik segala proses yang terjadi di Petral. Sebab sejak lama Petral diasumsikan sebagai sarang in-efisiensi. Kementerian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) juga mensinyalir reputasi Petral di-persepsi-kan negatif. Persepsi ini bisa mengganggu pencitraan rezim, yang dibangun dengan susah payah (kerja keras).
Namun sebelum dilaksanakan audit forensik, ternyata “tangan-tangan” Petral telah coba membersihkan diri. Antaralain, mengumpulkan dana sebesar US$ 300 juta sebagai kas simpanan. Serta aset berupa kapal di Zambesi, senilai US$ 13 juta. Ditaksir, total aset Petral mencapai US$ 2 milyar (sekitar Rp 26 trilyun). Petral, memang bukan perusahaan ecek-ecek. Pada neraca tahun 2013, dibukukan laba bersih sebesar US$ 43 juta. Asetnya senilai US$ 3,418 milyar.
Petral (nama ini sejak tahun 2001) diakuisisi oleh PT Pertamina sejak tahun 1998. Saat awal, pemiliknya sahamnya terdiri dari Pertamina (40%), serta masing-masing 20% dimiliki oleh Tommy Soeharto, Bob Hasan, dan karyawan Pertamina. Maka benar Bareskrim Polri, ini bukan menyidik kasus biasa. Akan banyak tokoh politik (berduit pula) menjadi saksi. Juga pertautan berbagai kepentingan.

                                                                                                              ———– 000 ————

Rate this article!
Tags: