PGRI Jatim Tolak Kebijakan Penghentian Perekrutan Guru Honorer

Dr Saiful Rachman

Imbas Mendikbud Minta Sekolah Manfaatkan Guru Pensiunan
Dindik Jatim Sudah Terapkan dengan Beberapa Ketentuan
Dindik Jatim, Bhirawa
Menteri Pendidikan dan Budaya (Mendikbud), Muhadjir Efendi minta sekolah berhentikan perekrutan guru honorer. Langkah tersebut, ia nilai sebagai salah satu solusi dalam menanggapi persoalan guru honorer yang cukup kompleks. Di lain sisi, Mendikbud justru meminta kepala sekolah memperpanjang masa bakti guru yang telah pensiun.
Menanggapi kebijakan tersebut, Ketua PGRI Jatim, Ichwan Sumadi mengatakan jika instruksi dan keputusan tersebut bukanlah hal yang bijak dalam mengatasi persoalan meningkatnya guru honorer atau Guru Tidak Tetap (GTT). Ia menilai selama ini kekurangan PNS diisi oleh pengangkatan GTT ataupun honorer.
“Jadi kalau pak menteri ada kebijakan, bahwa pensiun disuruh ngajar lagi ini bukan sesuatu yang bijak. Ini sudah nggak efektif. Dan lagi pensiun ini waktunya istirahat. Pensiun ya berhenti mengajar artinya. Kami jelas tidak setuju dengan kebijakan itu,” ungkap dia dihubungi bhirawa melalui telepon, Senin (7/1).
Alangkah baiknya, lanjut Ichwan, jika GTT atau guru honorer diangkat menyusul oleh pemerintah. Hal tersebut merupakan bentuk apresiasi yang harusnya dilakukan pemerintah dibandingkan melakukan tes untuk pengangkatan guru honorer atau GTT yang mengabdi cukup lama.
“Kalau lulusan yang belum pernah mengajar, tes itu boleh. Tapi untuk guru honorer atau GTT yang mengabdi cukup lama jangan tes lah. Mereka dilapangan kan sudah etrbukti kompetensi dan pengabdiannya. Berikanlah apresiasi pengangkatan itu tanpa tes. tapi dengan cara yang lain,”jelas Ichwan.
Terlebih menurut Icwan, jumlah GTT SMA/SMK di Jawa Timur cukup banyak, yakni 11.000 guru. Dari jumlah itu, tidak semua GTT mendapat honor yang layak. Hanya beberapa daerah di Jatim yang peduli dengan memberikan honor GTT setara UMR. Yaitu, Surabaya, Sidoarjo, Gresik dan Probolinggo.
“Hanya beberapa sekolah yang memberikan honor layak. Lainnya masih di kisaran ratusan ribu,” imbuhnya.
Sebaiknya, sambung Ichwan, dalam menentukan kebijakan untuk solusi GTT, pemerintah juga mempertimbangkan kekurangan guru yang meningkat tiap tahunnya. “Tidak usah dilihat siapa yang mengabdi yang penting pengabdian. Sama-sama tua, ya mending GTT yang digunakan. Ini hubungannya kesejahteraan manusia. Tidak semudah itu menyikapinya. Pemerintah di bawah presiden harus memikirkan ini,” tegas Ichwan.
Berbanding terbalik, Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim ternyata sudah menerapkan kebijakan tersebut sejak dua tahun 2017. Yakni ketika peralihan kewenangan SMA/SMK beralih ke pemerintah provinsi Jawa Timur. Diungkapkan Kepala Dindik Jatim, Saiful Rachman jika saat ini pihaknya mempunyai jumlah GTT/PTT sebanyak 21 rabu. Jumlah ini tidak bertambah hingga dua tahun terakhir. Sebab, bertambahnya jumlah GTT atau guru honorer akan berdampak pada beban sekolah. Di samping itu, sekolah juga harus mengoptimalkan peran GTT. Apalagi, kebutuhan guru produktif di Jatim mencapai 800 guru sampai tahun 2020.
“Kita minta sekolah tidak merekrut lagi GTT. Ya meskipun kita tidak menampik guru-guru pensiunan ini cukup banyak. Apalagi tahun 2019 nanti mencapai puluhan yang pensiun di seluruh Jatim. ”
Jika sekolah melakukan pengangkatan guru honorer hal itu harus sepengetahuan Dinas Pendidikan Jatim. Sebab, rekrutmen GTT akan menjalani tes yang akan dilakukan oleh Dindik Jatim. “Sifatnya perekrutan guru honorer ini bukan mutlak kewenangan sekolah,” tegas mantan Kepala Badan Diklat Jatim ini. Oleh karena itu, sebagai solusi dari persoalan pengangkatan GTT, Saiful mengaku jika pihakya telah menerapkan kebijakan dengan mengangkat kembali guru pensiunan produktif untuk dijadikan guru honorer. Namun, kebijakan tersebut juga harus melalui berbagai tahapan dan sarat untuk bisa diangkat kembali. “Tentunya ada sarat-saratnya yaitu kondisi sehat, skill masih mumpuni, dan kepribadian bagus. Sesuai dengan standart kompetensinya,” imbuh dia.
Selain mengangkat kembali guru pensiunan, Saiful juga mengangkat pensiunan industri sebagai guru honorer tentu saja dengan penambahan pedagogis. Pengangkatan guru honorer muda di jurusan teknik dengan pembekalan kompetensi dan penerapan program alumni mengajar.
“Beberapa solusi kita tawarkan dan terapkan untuk menyikapi pemberhentian perekrutan guru honorer. bukan berarti kita mengesampingkan kompetensi lulusan yang masih baru dan muda-muda. Kadang persoalan di lapangan seusia mereka masih labil. Jika ada penwaran dari industri untuk jenjang karir mereka akan meninggalkan tanggung jawab mereka sebagai guru,” urainya.
Terlebih lagi, lanjut dia, guru honorer atau GTT membutuh perjuangan dan pengabdian yang tidak sembarang orang bisa menjalaninya. Sementara untuk anak-anak muda freshgraduate berbicara pangabdian masih sulit. Karena jiwa muda akan terfokus pada pebgembangan diri. [ina]

Tags: