PHRI Jatim Minta Cabut KepMen Pan No 11

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Surabaya, Bhirawa
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Timur meminta pemerintah supaya segera mencabut KepMen Pan No 11 tahun 2014 tentang larangan PNS meeting di Hotel karena dinilai kontra produktif bagi bisnis perhotelan.
Adanya putusan tersebut sangat berdampak terhadap menurunnya tingkat hunian hotel. “Income hotel baik yang dipusat maupun daerah kebanyakan dari pemerintah pusat atau daerah, kurang lebih tingkat hunian (okupansi) mencapai 60 persen, sehingga kalaupun keputusan ini tetap dilanjutkan maka okupansi perhotelan di Jatim akan terjun bebas antara 60 persen hingga 70 persen,” ungkap Ketua Korwil Jatim & DI Yogyakarta, Atmantoro SH di Hotel Santika Surabaya, Rabu (3/12) kemarin.
Ia menambahkan, dengan terjun bebasnya okupansi ini otomatis juga akan berdampak terhadap Sumber Daya Manusia (SDM) perhotelan juga, karena tidak menuntut kemungkinan akan banyak karyawan yang dirumahkan karena hotel sepi tamu sedangkan pengeluaran (cost) tetap dibayar meskipun hotel ramai maupun sepi.
Seperti yang terjadi dibebarapa hotel di Surabaya, sebelum diberlakukannya putusan tersebut sudah banyak pihak dari pemerintah yang membatalkan acara yang sudah direncanakan di hotel seperti Hotel Utami mengalami 10 pembatalan kegiatan pemerintah, Hotel Bisanta Bidakara 5 kegiatan dan Hotel Inna Simpang 2 kegiatan.
“Banyak SKPD-SKPD yang takut dengan adanya putusan itu sehingga membatalkan acara di hotel padahal program acara itu sudah dianggarkan oleh APBD tahun 2014 dan mereka juga sudah booking hotel serta membayar uang muka,” jelasnya.
Sementara dampak putusan ini tidak hanya dirasakan hotel bintang saja tapi juga berefek kepada hotel non bintang dan juga restauran yang memiliki Meeting, Insentive, Convention dan Exhibition (MICE). “Bagi hotel non bintang seperti hotel budget juga merasakan dampaknya meskipun hotel mereka tidak menyediakan MICE karena saat PNS dalam perjalanan ke luar kota mereka dilarang menginap dihotel baik itu hotel bintang maupun hotel budget.
Sementara banyak restauran yang mengandalkan MICE untuk menambah income juga terimbas,” ujarnya.
Hal senada juga diungkapkan Ketua PHRI Jawa Timur, Muhammad Soleh, MICE merupakan kontribusi utama hotel dan restauran yang mencapai 70 persen. “Untuk PHRI Jatim dengan tegas menolak putusan KepMen Pan No 11 tahun 2014 dan segera dicabut karena imbasnya sangat besar bagi industri hotel, restauran maunpun UMKM,” tegasnya.
Selain itu juga akan berpengaruh terhadap pemasukan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Jawa Timur dari perhotelan dan restauran padahal selama ini pajak yang dibayar hotel dan restauran adalah yang tertinggi dibandingkan dengan sektor lainnya.
“Untuk tahun 2013 pajak yang disetorkan ke pemerintah sebesar Rp 400 miliar sedangkan tahun 2014 mencapai Rp 450 hingga Rp 500 miliar untuk hotel dan restauran di Surabaya dan hampir setiap tahun mengalami kenaikan. Tapi kami perkirakan untuk tahun 2015 pajak hotel dan restauran akan mengalami penurunan yang drastis,” tandasnya.
Sementara Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jatim, Dr H Jarianto MSi mengaku tidak bisa berbuat banyak mengenai keluarnya KepMen PAN  No 11 tahun 2014 tersebut.
“Hanya PHRI-lah yang bisa melakukan desakan dengan mendatangi Kementerian PAN (Pendayagunaan Aparatur Negara). Kami juga tidak bisa berbuat banyak, mengingat keputusan tersebut berasal dari Pemerintah,” ujarnya.
Ditambahkannya, kini pihaknya sebagai bagian dari pemerintah hanya bisa saling menunggu mengenai pelaksanaan Kep Men PAN. Jika memang keputusan sudah final, maka pihaknya paling tidak sudah siap mengalihkan aktivitas rapat ke wilayah kerjanya. Misalkan di kalau rapat internal bisa dilaksanakan perkantoran, ataupun jika memang rapat melibatkan Pemkab/kota se-Jatim bisa dialihkan ke Taman Chandra Wilwatikta, Pandaan, Kabupaten Pasuruan. [riq.rac]

Tags: