PHRI Setuju Asal Tak Sulitkan Pengusaha

Pengusaha hotel maupun restoran mendukung perda pengelolaan sampah asalkan tidak menyulitkan perkemabngan bisnis tersebut.

Pengusaha hotel maupun restoran mendukung perda pengelolaan sampah asalkan tidak menyulitkan perkemabngan bisnis tersebut.

Surabaya, Bhirawa
Rencana Pemkot Surabaya yang tidak memberikan fasilitas truk angkut sampah bagi hotel dan restoran, ternyata mendapat persetujuan dari Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jatim. Hanya saja syaratnya tidak menyulitkan pengusaha.
“Kalau instalasi pengelolaan air limbah sudah ada aturanya di Amdal tetapi kalau sampah ini masih belum ada pembahasan melalui hearing dengan pihak terkait. Selama peraturan itu untuk kepentingan masyarakat banyak dan membuat kota Surabaya lebih bersih dan indah kami mendukung,” ungkap Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jatim juga Direktur Hotel Bisanta Surabaya- Muhammad Soleh, Rabu (24/9).
Walau mendukung keputusan pemerintah, namun ada yang dipertimbangankan juga, jika pengusaha harus mengelola sampah terlebih dahulu sebelum dibuang berarti ada biaya tambahan untuk pembangunan instalasi pengolahan sampah sedangkan pembangunan IPAL saja membutuhkan biaya yang besar hingga ratusan juta.
Selain itu juga sebagian pengusaha selama ini sudah tidak menggunakan jasa truk pengakut sampah milik pemkot. “Kami menyadari jumlah truk sampah milik pemkot terbatas untuk itu banyak pengusaha yang sudah mandiri dengan menggunakan jasa orang luar untuk mengakut sampahnya, selain itu juga selama ini kami juga dipungut retribusi kebersihan,” ujarnya.
Sedangkan terkait pengelolaan sampah masih belum jelas standarisasinya, apakah pengelolaan sampah secara sederhana atau ada standart tertentunya. “Tentunya kalau perda ini dilaksanakan harus secara bertahap karena terkait lahan yang terbatas, selain alat yang mahal juga tempat terbatas berbeda dengan instalasi IPAL yang bisa ditanam. Karena masih banyak hotel maupun restauran yang memiliki tempat terbatas,” katanya.
Sebenarnya peraturan tersebut sangat bagus asalkan tidak menyulitkan bagi pegusaha. “Prinsipnya kami setuju tapi jangan terlalu menyulitkan pengusaha artinya harus disesuaikan dengan kemampuan pengusaha terutama bagi restauran-restauran kecil yang untungnya tidak seberapa apalagi UMKM,” tuturnya.
Sementara itu Marketing Communication Restauran Porong Wei-Ledy Milinda, kalau memang sudah menjadi peraturan dan tujuannya supaya kota Surabaya lebih baik, bagaimanapun harus dilakukan. Dan alangkah baiknya kalau dari pemerintah sendiri juga menyediakan tempat khusus pembuangan sampah bagi usaha restauran.
“Kalau memang sampah itu rencananya bisa didaur ulang, lebih baik pengelolaan sampahnya dijadikan satu khusus bagi usaha resto supaya ada kesatuan jadi bisa dibedakan antara sampah resto dengan sampah warga,” pungkasnya.
Seperti diketahui, mulai tahun depan Pemkot melalui Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Surabaya sudah tidak menyediakan truk angkut sampah untuk tempat usaha seperti hotel dan restoran. Mereka yang diwajibkan membuang sampah sendiri ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo.
Kepala DKP Kota Surabaya Chalid Buhari mengatakan, kebijakan ini diterapkan karena makin meningkatnya jumlah sampah yang dihasilkan Surabaya setiap harinya. Penambahan ini karena jumlah penduduk makin banyak dan makin banyaknya tempat usaha.
Berdasarkan data pada tahun 2012 dan 2013, volume sampah yang dihasilkan warga Surabaya mencapai  1.100 ton. Namun memasuki tahun 2014, volume sampah meningkat menjadi  sekitar  1.400 ton setiap harinya. [riq]

Tags: