PiGP BEI Minta Perusahaan Masuk Bursa

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Surabaya, Bhirawa
Jumlah emiten dibanding dengan jumlah perusahaan yang ada di Indonesia masih kalah banyak. Padahal, banyak keuntungan yang didapat perusahaan jika mendaftarkan diri kedalam bursa saham (Initial public offering/IPO).
Menurut Kepala Pusat Informasi Go Publik,(PIGP)  PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Perwakilan Surabaya, Dewi Sriana Rihantyasni, Senin (5/12) kemarin, beberapa keuntungan itu ialah adanya sumber dana baru untuk pertumbuhan perusahaan, meningkatkan kinerja perusahaan, tax incentive, mempercepat penetapan good corporate governance, dan kelanjutan financial perusahaan dan perluasan usaha.
Juga menciptakan perusahaan yang berdaya saing global, meningkatkan company value, meningkatkan corporate image, menimbulkan rasa kepemilikan para stakeholder, meningkatkan profesionalisme manajemen dan karyawan, meningkatkan loyalitas karyawan (ESA, ESOP, MSOP), dan menciptakan kemandirian usaha.
Dijelaskan Sriana, perusahaan yang hendak IPO harus melalui beberapa proses. Hal terpenting yang disiapkan ialah pembentukan IPO internal, ketua tim IPO, tim bisnis/keterbukaan informasi, tim akuntansi, tim hukum, persetujuan pemegang saham perseroan dalam RUPS, pengadaan dan penunjukkan lembaga dan profesi penunjang.
Selain proses internal juga disiapkan dokumen dibantu oleh under w(riter dan profesi penunjang. Setelah itu permohonan perjanjian penduhulan pencatatan saham ke BEI dan penitipan kolektif saham di PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI).
“Penyampaian pernyataan pendaftaran ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan waktunya maksimal 45 hari. Kemudian masuk ke penawaran umum pertama kali saham dijual ke masyarakat. Setelah itu tercatat di BEI,” lanjutnya.
Sekarang ini, jumlah emiten sebanyak 536 emiten, dan jumlah itu dinilai sangat sedikit dibanding jumlah perusahaan yang ada di Indonesia. “Makanya untuk meningkatkan jumlah emiten dengan cara sosialisasi go public,” ujarnya.
Memang, diakui Sriana, masih ada beberapa kendala yang dihadapi dalam meningkatkan jumlah emiten. Kendala itu ialah banyak perusahaan keluarga yang generasi pertamanya masih belum paham tentang keuntungan masuk di bursa. “Kalau misal perusahaan keluarga itu go public, artinya saham itu dijual ke publik dan mereka merasa kepemilikan saham dibagi ke orang,” ujarnya.  Tahun 2016 ini masih ada 14 perusahaan yang IPO, yang 14 cukup sulit untuk go public. Belum lagi ada delisting,” paparnya. [ma]

Rate this article!
Tags: