Pilkada Calon Tunggal

Pilkada serentak 2017, ternyata makin banyak dihinggapi sindrom “nyali ciut,” (pasti kalah). Hal itu terbukti dengan semakin banyaknya pilkada (kabupaten dan kota) dengan calon tunggal. Umumnya, tiada paslon (pasangan calon) yang berani melawan incumbent. Sehingga pilkada berlangsung bagai referendum, mirip jajak pendapat rakyat. Tetapi parpol memiliki hak untuk menentukan dukungan, maupun  tidak mengusung paslon dalam pilkada.
Fenomena calon tunggal tidak dapat dihindari, manakala incumbent terlalu kuat. Yakni, tingkat keterpilihan (elektabilitas) mencapai lebih dari 70%. Disebabkan pencitraan politik incumbent sukses meraih popularitas. Sehingga bakal paslon pendatang baru harus berhitung cermat. Karena kalah dalam pilkada, berarti membuang harta (sampai milyaran rupiah) secara cuma-cuma. Kekhawatiran terhadap calon tunggal, masih meng-khawatirkan kalangan parlemen.
Komite I DPD (Dewan Perwakilan daerah, MPR) mengkhawatirkan fenomena calon tunggal dalam pilkada. Karena tren calon tunggal meningkat. Pada pilkada serentak 2015, terdapat tiga daerah (kabupaten dan kota) hanya memiliki paslon tunggal. Diantaranya di Kota Blitar (Jawa Timur). Fenomena calon tunggal pilkada 2015, sampai mengancam pengunduran jadwal pilkada. Tetapi telah terdapat penetapan MK (Mahkamah Konstitusi) untuk melanjutkan pilkada dengan calon tunggal.
Pilkada, niscaya bagai sirkuit lomba, adu meraih suara pemilih sebanyak-banyaknya. Sirkuit lomba dibatasi dengan rambu-rambu, berupa UU Nomor 8 tahun 2015 tentang Pilkada (Gubernur, Bupati dan Walikota). Tetapi UU yang diproduksi bersama oleh DPR dan pemerintah, itu memiliki celah. Antaralain, pada pasal 49 ayat (8) yang digunakan untuk pilkada gubernur (propinsi). Peraturan yang sama persis juga dinyatakan pada pasal 50 ayat (8), untuk pilkada kabupaten dan kota.
MK telah mengabulkan gugatan uji materi UU Nomor 8 tahun 2015 tentang Pilkada. Terdapat empat pasal yang dinyatakan “in-konstitusional bersyarat.” Yakni, pasal 49 ayat (9), pasal 50 ayat (9), pasal 51 ayat (2), dan pasal 52 ayat (2). Dua peraturan pasal terakhir, berhubungan dengan calon tunggal. Cara yang ditetapkan oleh MK, adalah metode referendum.
Kertas suara dalam pilkada dengan calon tunggal akan berisi referendum pilihan. Yakni, apakah calon (tunggal) bisa ditetapkan sebagai kepala daerah atau tidak? Terdapat dua pilihan yang dicoblos, bertuliskan “ya” serta tulisan “tidak.” Berdasar pengalaman pilkada serentak 2015, rata-rata rakyat mencoblos kata “ya.” Sehingga rata-rata incumbent memperoleh persetujuan lebih dari 80%. Bisa mulus memimpin untuk periode kedua.
Kini (pilkada serentak 2017) calon tunggal pilkada terjadi pada sembilan daerah. Tersebar di Sumatera, Sulawesi, Maluku, Papua Barat, dan Papua. Juga satu kabupaten di Jawa (Pati, Jawa Tengah). Tren penambahan calon tunggal, diantaranya disebabkan sukses pencitraan incumbent. Padahal pencitraan, sering sekadar “gertakan” incumbent.
Maka seyogianya, pendatang baru seyogianya tidak gentar benar. Karena popularitas (yang dibangun melalui berbagai media masa dan media sosial), bukan pertanda kepastian kemenangan incumbent. Ingat misalnya, pilkada gubernur DKI Jakarta (2012). Popularitas incumbent sangat me-dominasi pemberitaan media masa. Begitu pula hampir seluruh media kampanye di-monopoli incumbent. Kenyataannya, incumbent kalah telak.
Maka popularitas incumbent, seharusnya dipahami sebagai keniscayaan pejabat negara. Tapi hati masyarakat siapa tahu? Lebih lagi, metode pencitraan saat ini bisa menggunakan berbagai cara. Termasuk membeli berbagai penghargaan dari berbagai LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) di dalam maupun luar negeri. Seringkali LSM menjajakan penghargaan, menyasar bupati, walikota sampai istana.
Selain menguasai popularitas (dan pencitraan), sebenarnya terdapat pula incumbent yang cerdas. Yakni, menyiapkan paslon pendamping, walau sekadar “calon boneka.” Namun pilkada dijamin berlangsung aman dan damai, tanpa kisruh sosial.

                                                                                                               ———   000   ———.

Rate this article!
Pilkada Calon Tunggal,5 / 5 ( 1votes )
Tags: