Pilkada di DPRD Hanya Ciptakan Transaksi Wani Piro

ruu-pilkada1Surabaya, Bhirawa
Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) terus menuai beragam protes. Bukan saja partai politik, tapi juga pakar komunikasi dari Universitas Airlangga (Unair), Suko Widodo. Dia mnyebut pilkada di lakukan DPRD hanya membodohi rakyat dan menciptakan transaksi wani piro.
“Tidak ada jaminan pelaksanaan di gedung dewan akan meminimalisir money politik atau tidak ada transaksi uang. Makanya saya memprediksi akan ada gerakan-gerakan publik untuk melakukaan penolakan terhadap undang-undang ini,” kata Suko, ditemui di Kantor Gubernur Jatim, Rabu (10/9).
Penegasan Suko Widodo ini muncul karena terjadi perdebatan pentingnya RUU Pilkada, apakah  di kembalikan ke DPRD atau tetap dipilih langsung oleh rakyat. “Alasan dipilih ke dewan, karena lebih murah dan efisin, ternyata di sisi lain masih banyak dicibir,” ujar dia.
Lanjut Suko, pilkada yang diserahkan DPRD tidak menjamin anggaran negara tidak jebol. “Permasalahan terbesar pemilihan kepala daerah secara langsung itu lebih pada proses pelaksanannya yang tidak sesuai aturan,” terangnya.
Sehingga, lanjut Suko, terlalu banyak penyelewengan. “Karenanya jika yang bermasalah pelaku sistemnya maka jangan dibakar rumahnya. Mending diperbaiki dan dipertegas aturannya,” ujarnya dia.
Jika RUU Pilkada memberikan wewenang memilih kepala daerah kepada DPRD, menurut Suko hal ini menunjukkan terjadinya kemunduran demokrasi. Karena di ruang wakil rakyat bukan tidak mungkin money politik juga berlaku. “Pilihan di DPRD tidak menjanjikan idealisme dalam demokrasi dan tidak menjamin bersihnya proses pemilhan,” kata Suko.
Suko berkeyakinan, nantinya RUU yang rencananya disahkan 25 September ini akan tetap memberikan rakyat kewenangan untuk memilih pimpinan daerahnya. “Jika tetap dipaksakan bukan tidak mungkin akan terjadi class action atau tuntutan dari rakyat,” ujarnya.
Menurut Suko, untuk memperbaiki kualitas, butuh ketegasan dari pemerintah terhadap pelaksana pilkada. Beberapa yang perlu diberi penegasan di antaranya, KPU daerah dan Bawaslu. Jika ditemukan ada yang main main ya langsung dipotong. ”Namun ketegasan ini memang sulit, butuh nyali besar,” katanya.
Untuk Bawaslu juga perlu melakukan inovasi untuk mempertajam wewenangnya. Misalnya, bekerjasama dengan media, masyarakat dan lembaga lain non pemerintah. “Kan cukup kerjasama dengan lembaga lain yang cenderung lebih netral,” ungkap Suko.
Dirinya juga mempediksi Persiapan UU ini ada gugatan di MK. Karena masih banyak yang menginginkan pemilihan kepala daerah tetap diberikan ke rakyat. “Secara pribadi, saya optimis pilkada tetap dilakukan secara langsung,” tandasnya. [iib]

Tags: