Pilkada di Tengah Hegemoni Hoax

Oleh:
Susanto
Guru SMA Negeri 3 Bojonegoro

Pilkada serentak dilaksanakan bulan Juni 2018 dengan tujuan mengedepan pemilihan sosok pemimpin yang berkarakter, tidak koruptor, dan berintegritas. Artinya, Pilkada sebagai media untuk memilih sosok pemimpin yang memiliki komitmen yang jelas terkait dengan perubahan ke arah yang lebih baik. Pemimpin selalu yang memegang nilai luhur yang tinggi dan tidak korupsi.
Siapapun boleh menjadi pemimpin/kepala daerah. Tapi bukan sembarang orang. Akan tetapi tentunya hanya orang-orang yang memiliki komitmen untuk memajukan dalam segala hal baik itu yang menyangkut infrastruktur maupun pengembangan SDM masyarakat serta mempersempit kesenjangan sosial, ekonomi, politik, dan juga budaya. Bukan pemimpin yang hanya tebar pencitraan yang semu. Artinya, hanya tebar pesona atau janji-janji saja akan tetapi tidak terbukti atau omong kosong.
Lantas bagaimana seharusnya dalam menyikapi tahun 2018 sebagai tahun pemimpinan di tengah hegemoni hoax?
Esensi Pilkada
Jujur harus kita akui hakikat Pilkada adalah sebuah mekanisme yang harus dilakukan oleh segenap warga masyarakat dan pemerintah utnuk menentukan pemimpin dalam masyarakat. Masyarakat dalam keberadaannya tentunya butuh sebuah pola dan figur kepemimpinan yang bisa mengatur dengan baik dan bijaksana serta memiliki sikap keteladanan baik perilaku maupun moralitas. Abdul Qadir Djaelani (1994:122) yang mengatakan bahwa seorang pemimpin haruslah orang yang jujur dan amanah didalam menjalankan tugas-tugasnya. Kriteria yang sangat mendesak untuk dikedepankan bagi calon pemimpin (calon bupati dan wakil bupati) harus memiliki visi dan misi yang jelas.
Belajar mengakui kekalahan dan kemenangan. Sebuah Pilkada akan menjadi sebuah demokratisasi dan pembelajaran politik bagi seluruh komponen masyarakat manakala berjalan sesuai dengan aturan. Pilkada ibarat sebuat pertandingan. Sebuah pertandaingan akan berjalan baik apabila berjalan secara seportif. Artinya Pilkada serentak akan berjalan secara demokratis manaka masing-masing pihak bisa menerima kemenangan atau kekalahan sekalipun. Dengan cara dan prinsip itu tentunya Pilkada serentak damai akan terwujud. Tentunya harus kita ikuti dengan cara berfikir dan berperilaku dewasa pula.
Perlunya kontrak politik untuk tidak korupsi. Mengapa langkah itu juga harus ditempuh oleh para calon pemimpin kepala daerah ke depan? Karena dengan cara ini dapat dijadikan dasar mengetahui sebuah sikap dan tanggungjawab bilamana calon kepala daerah tersebut kelak dalam Pilkada benar-benar terpilih. Dan suatu ketika di tengah perjalanan kepemimpinanya ternyata mereka melakukan korupsi, masyarakat bisa menagihnya untuk dimintai pertanggungjawaban di depan masyarakat.
Dan yang terpenting lagi figur pemimpin yang tepat adalag pemimpin yang selalu memikirkan rakyat baik yang terkait SDM maupun kesejahteraannya. Sudah tidak saatnya era sekarang sorang pemimpin yang hanya mikirkan dirinya sendiri atau bahkan kelompoknya sendiri. Pemimpin yang “Pro rakyat Miskin” adalah harga mati dalam rangka memgembangkan pola kepemimpinan yang selalu terencana dengan baik. Dengan demikian, pemimpin yang kuat sangat terkait dengan kompetensi, dan performansinya tentunya akan mendapatkan simpati dari banyak orang.
Medsos Tanpa Hoax
Lantas bagaimana mengelola hoax di tengah tahun politik seperti saat ini seiring masifnya hoax? Sehingga tak mengherankan banyak elemen masyarakat sudah ancang-ancang melakukan perlawanan telah mendeklarasikan masyarakat anti-hoax. Fenomena memerangi informasi palsu (hoax) beberapa karena didasari adanya arus informasi yang didapatkan masyarakat sangat terbatas meskipun informasi yang tersedia sangat melimpah. Disamping itu, karena masyarakat cenderung mudah menjadi korban arus informasi media sosial. Apalagi pada tahun politik menjelang Pilkada serentak.
Medsos kehadirannya telah “membius” masyarakat kita. Begitu memfenomena. Kehadirannya seakan membuat kita semua lupa esensi dan fungsinya. Justru kalau mau jujur kehadirannya berdampak. Ada ukuran baik buruk dan juga positif/negatif. Sebab bagaimanapun esensi berita hoax, Menurut Wikipedia hoax adalah sebuah pemberitaan palsu adalah usaha untuk menipu atau mengakali pembaca/pendengar untuk mempercayai sesuatu padahal berita tersebut palsu.
Berbagai fenomena yang melibatkan medsos dalam kehidupan manusia tentunya harus menjadi benang merah terkait dengan bagaimana memanfaatkan medsos secara bijak. Saya pun sepakat dengan Presiden Jokowi bahwa medsos harus dimaknai sebagai media menjaga keutuhan bangsa dengan berprinsip kebersamaan di tengah keberagaman. Artinya perlu kearifan memaknai medsos jangan sebagai media menebar kebencian akan tetapi sebagai media syiar kebaikan kepada sesama. Medsos sebagai lucu-lucuan jangan untuk memfitnah.
Medsos kehadirannya juga dapat mengedukasi masyarakat secara cerdas. Kebebasan berekspresi harus tetap dalam spirit untuk melihat realitas. Artinya, berpendapat itu harus menyesuaikan kondisi real di masyarakat. Kata-kata bijak mengatakan: disitu bumi dipijak langit dijunjung. Maksudnya kalau kita menetap atau menginjakan kaki di daerah tertentu maka harus mengikuti daerah yang kita tuju. Apa yang kita pikirkan harus menyesuai dengan alam sekitarnya. Dalam konteks, perlunya untuk menjaga sikap untuk menahan diri dari perkataan yang “asal bunyi” harus menjadi komitmen kita semua meski beda partai, suku, agama, dan pilihan soal calon pemimpin.
Medsos harus dapat dimanfaatkan untuk menebar kebaikan. Sudah saatnya medsos dengan berita-berita hoax harus dijadikan musuh bersama. Harapannya menjadi bangsa yang beretika dengan selalu berbuat dengan ikhlas tidak mudah menghujat dan menghakimi orang lain. Artinya, apa yang terjadi akhir-akhirnya khususnya maraknya berita hoax dapat kita jadikan batu loncatan bagi pemimpin parpol, tokoh masyarakat, orang tua, guru, dan masyarakat untuk terus melakukan penguatan pendidikan karakter. Memberikan pendidikan politik hoax adalah perbuatan tidak sesuai dengan karakter bangsa Indonesia.
Nah, tentunya sudah saatnya perlu kearifan memaknai hoax kapanpun tak terkecuali menjelang Pilkada serentak tahun ini. Sebab bagaimanapun perilaku dan budaya “hoax” yang begitu marak dengan nada permusuhan melalui media bisa terkikis. Pengarusutamaan kebaikan melalui medsos yang bersumber pada nilai-nilai luhur karakter bangsa dapat menjadi pilar utama dalam kehidupan keseharian masyarakat. Keberadaan medsos harus berorientasi mempertebal sikap nasionalisme bukan untuk menumbuhkan ujaran kebencian. Semangat menjaga kedamaian di tengah globalisasi tehnologi seperti saat ini harus menjadi impian. Dengan demikian, keberagaman kehidupan dalam NKRI tetap inspiratif tanpa hoax.

——– *** ———

Rate this article!
Tags: