Pilkada Lewat DPRD, Bawaslu Pangkas Jumlah Pegawai

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Jakarta, Bhirawa
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Muhammad mengatakan akan memangkas jumlah pegawainya pasca pengesahan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah menjadi UU. Rasioalisasi struktur kepegawaian dan anggaran, perlu dilakukan karena peran Bawaslu dikurangi dalam undang-undang itu.
“Karena perannya dikurangi, tapi bukan dihilangkan lo ya, tentu ada efisiensi-efisiensi dan rasionalisasi. Karena Kemenkeu juga sudah memberi sinyal itu (pengurangan anggaran),” ujar Muhammad di Gedung KPU Jakarta, Minggu (28/9).
Dijelaskan  Muhammad, Bawaslu masih bisa berperan meski pemilihan kepala daerah dipilih oleh DPRD. Diminta atau tidak diminta, menurutnya, Bawaslu bisa melakukan proses pengawasan dalam pelaksanaan uji publik. “Apakah kemudian calon yang akan berkompetensi sebagai kandidat dan track record-nya seperti apa, itu akan kita awasi semua,” kata dia.
Meski begitu, Muhammad mengaku belum mengetahui apakah Bawaslu juga bisa menindak anggota DPRD jika ‘bermain mata’ dalam proses pemilihan calon kepala daerah itu. “Kita lihat nanti undang-undang dan peraturan pemerintah-nya seperti apa,” ujar dia.
Muhammad secara tegas menolak usulan agar KPU dan Bawaslu dijadikan lembaga adhoc. Dia beralasan perubahan bentuk lembaga itu merupakan kemunduran berdemokrasi. “Karena kita sudah perjuangkan sampai kabupaten akan permanen. Kalau kembali adhoc akan jadi kemunduran lagi,” ujar Muhammad.
Di lain pihak Ketua KPU Husni Kamil Manik mengaku belum mengetahui apa saja kewenangan lembaga yang dipimpinnya pasca Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah disahkan menjadi Undang-Undang. Husni mengatakan, KPU masih harus mempelajari pasal demi pasal dalam Undang-undang itu.
“Kami belum menerima salinan apa yang menjadi putusan kemarin. Kami belum bisa memberi penjelasan tentang posisi, kedudukan, dan tanggapan KPU menyangkut putusan DPR itu,” ujar Husni di kantornya kemarin.
Husni membantah kabar bahwa KPU di daerah melakukan protes atas putusan pilkada melalui DPRD. Selama UU Pilkada itu belum diundangkan, menurutnya, pelaksanaan pilkada akan merujuk pada Undang-udang lama, yakni secara langsung. “Nggak ada protes. KPU kan nggak boleh protes-protes,” ujar Husni.
Husni juga membantah anggapan bahwa keberadaan dan kinerja KPU akan sia-sia dengan adanya mekanisme pemilihan oleh DPRD. “Namanya kinerja itu kalau kerjanya baik dan proseduralnya diikuti, semuanya tidak ada yang sia-sia,” kata dia.
Terkait usulan agar KPU dijadikan lembaga adhoc, menurut Husni, hal itu baru bisa dilakukan jika ada amandemen Undang-Undang Dasar 1945. Pembentukan KPU, lanjut dia, diatur berdasarkan Pasal 22E ayat (5) UUD 1945 yang berbunyi pemilihan umum diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
“Siapapun boleh berpendapat. Tapi kalau mau merubah posisi KPU harus mengamandemen UUD itu dulu,” tegas dia.
Sementara itu, Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkyansyah mengatakan, KPU akan mengkaji lebih jauh aturan yang terdapat dalam Undang-Undang Pilkada melalui DPRD itu, terutama dari aspek hukumnya. Dia berpendapat seharusnya yang diperbaiki dalam proses pemilihan umum adalah teknis pelaksanaannya, bukan sistemnya.  [Ira,ins]

Tags: