Pilkada Serentak dan Agenda Pemberantasan Korupsi

Umar Sholahudin (1)Oleh :
Umar Sholahudin
Dosen Sosiologi Hukum Unmuh Surabaya

Tanggal 9 Desember 2015 merupakan momentum bersejarah bagi proses demokratisasi di daerah. Karena pada bulan tersebut, untuk pertama kalinya kita akan mulai melaksanakan Pemilihan kepala daerah (Pilkada) langsung secara serentak.  .Dalam konteks ini, Pilkada langsung ini juga bisa dijadikan sebagai momentum untuk melakukan perbaikan dan perubahan di tingkat daerah, terutama berkait dengan masalah pemberantasan korupsi daerah. Mengingat korupsi di daerah saat ini sudah begitu endemik. Hal ini ditunjukkan dengan semakin banyaknya pejabat daerah yang terjerat kasus korupsi.
Berdasarkan data KPU, Pilkada serentak akan dilaksanakan di 269 daerah kabupaten/kota dan propinsi. Sampai sehari pasca penutupan pada 28 Juli, sebanyak 810 pasangan calon akan meramaikan Pilkada serentak di 269 daerah. Dari jumlah tersebut terdapat satu daerah yang belum sama sekali ada pasangan calon (Paslon) yang mendaftar hingga penutupan hari terakhir pendaftaran di KPU setempat, yakni Kabupaten Bolaang Mongondo Timur, Sulawesi Utara. Sementara itu, dari hasil rekapitulasi data, sampai saat ini diketahui tinggal 14 daerah yang memiliki calon tunggal, dua diantaranya di Jatim, yakni Kabupaten Blitar dan kota Surabaya..
Dari 810 pasangan calon itu rinciannya; 20 pasangan calon gubernur/wakil gubernur, 676 pasangan calon bupati/wakil bupati, dan 114 pasangan calon wali kota/ wakil wali kota. Dari 20 pasangan calon gubernur/wakil gubernur, dua di antaranya merupakan calon perseorangan, 18 lainnya merupakan pasangan yang diusung partai politik.
Isu Korupsi Daerah
Salah satu isu penting dan sentral dalam Pilkada iini adalah isu pemberantasan korupsi. Salah satu produk kebijakan reformasi adalah adanya desentralisai kekuasaan dan keuangan. namun desentralisasi kekuasaan dan keuangan daerah ini bukannya melahirkan kekuasaan dan anggaran daerah yang didunakan untuk mengabdi kepada, tapi dalam fakta empiriknya lebih untuk mengabdi pada dirinya dan kepentingan kelompoknya. Lahirlah apa yang sering dinamakan desentralsiasi korupsi. Otonomi telah melahirkan raja-raja kecil. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat hingga Januari 2014 sebanyak 318 orang dari total 524 orang kepala daerah dan wakil kepala daerah tersangkut dengan kasus korupsi. Sejak penerapan otonomi daerah, sekitar 70 persen dari total kepala dan wakil kepala daerah diseret ke meja hijau. Anehnya, data statistik itu tidak menggentarkan pejabat-pejabat lain.
Tak heran, sejumlah survei internasional, seperti Economist Intelligent Unit Country Risk Ratings, Political and Economic Risk Consultancy Asian Intelligence, World Justice Project Rule of Law Index, dan Global Insight Country Risk Ratings, memberikan Indonesia skor yang buruk terkait korupsi politik. Global Insight menyoroti Indonesia mengenai tingginya korupsi terkait perizinan usaha dan kebijakan publik. World Justice Project juga menyimpulkan tingginya penyalahgunaan wewenang publik oleh pejabat eksekutif dan legislatif.
Isu dan tema korupsi ini yang kerapkali dipakai para kandidat untuk menarik simpati pemilih. Korupsi menjadi masalah nasional sekaligus masalah daerah. Persoalan korupsi yang begitu akut ini menjadikan bangsa ini bagaikan tubuh tak berdarah; lumpuh, tak bisa berjalan apalagi berlari untuk mencapai kemajuan bangsa dan kesejahteraan masyarakat. Korupsi menjadi virus endemik yang sangat mematikan organ-organ tubuh bangsa ini. Begitu parahnya praktik korupsi sehingga menjadikan negeri ini masuk dalam deretan lima besar negara terkorup di dunia.
Agenda pemberantasan korupsi
Mengingat sudah begitu endemiknya wabah korupsi di kabupaten/kota di Jatim ini, maka momentum Pilkada ini harus dijadikan sebagai pintu masuk untuk melakukan upaya pemberantasan korupsi di daerah. Bagaimana proses Pilkada ini bisa menjawab persoalan korupsi di daerah?. Salah satunya adalah, masalah korupsi harus menjadi agenda utama program kerja para calon bupati atau walikota terpilih.
Adapun untuk melihat, apakah calon bupati/walikota memiliki komitmen terhadap pemberantasan korupsi atau tidak, kita bisa melihat pada : 1. visi dan misi pasangan calon kepada daerah dan wakil kepala daerah, apakah masalah korupsi ini masuk dalam daftar visi dan misinya, terkhusus lagi masuk dalam program kerja lima tahun ke depan dan apakah masalah korupsi ini menjadi prioritas utama atau tidak?. 2. Track record kandidat. Apakah pasangan calon kepada daerah dan wakil kepala daerah yang ada memiliki track record terkait dengan masalah korupsi atau tidak?
Jika pasangan calon tidak memiliki visi dan misi pemberantasan korupsi di daerah dan apalagi memiliki track record buruk, terutama pernah tersangkut masalah korupsi, maka upaya pemberantasan korupsi di daerah hanya akan menjadi komoditas dan slogan politik saja.
Ini adalah tantangan bagi kita semua, terutama para pemilih. Salah satu kesuksekan Pilkada berkait dengan agenda pemberantasan korupsi di daerah ini adalah, apakah Pilkada langsung ini dapat melahirkan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang bersih dari korupsi, memiliki kredibilitas moral. Pendek kata, calon terpilih adalah pasangan yang memiliki track record yang baik dan sudah teruji oleh masyarakat, terutama anti korupsi.
Kontrol publik
Salah satu cara untuk mengontrol pasangan calon yang bermasalah, terutama berkait dengan korupsi adalah dengan melakukan kampanye Anti korupsi. Mulai saat ini, masyarakat harus melakukan desakan moral, yakni dengan melakukan kampanye anti korupsi Pilkada ini. Kampanye anti korupsi harus menjadi genda politik utama masyarakat terutama kalangan pemilih dalam Pilkada ini.
Selain melakukan kampanye anti KKN, masyarakt juga bisa melakukan political tracking, yakni melakukan jejak rekam terhadap para calon. Menelusuri track record calon, apakah pernah terlibat dalam kasus KKN atau tidak?. Dengan melakukan political tracking ini diharapkan masyarakat akan mendapatkan informasi mengenai jati diri si calon yang cukup memadai. Dengan informasi  ini, setidaknya bisa dijadikan referensi bagi pemilih untuk menentukan pilihannya.

                                                                                                        ——————- *** ——————-

Tags: