Pindah Jabatan Fungsional, PNS Bakal Pensiun Lebih Lama

Dampak Pengurangan Jabatan Struktural
Pemprov, Bhirawa
Perampingan birokrasi yang digagas Presiden RI Joko Widodo akan diikuti dengan migrasi PNS dari status jabatan struktural ke fungsional. Otomatis, akan terjadi perubahan fungsi termasuk masa pensiun yang akan lebih panjang.
Dalam jabatan struktural, eselon III dan IV memiliki masa kerja hingga usia 58 tahun. Sementara jika berpindah ke jabatan fungsional, mereka akan setara muda dan madya dengan masa kerja hingga 60 tahun. Sementara untuk setingkat eselon II yang seharusnya pensiun pada usia 60 tahun akan otomatis diperpanjang hingga 65 tahun.
“Pada jabatan fungsional ada tingkatan mulai dari pratama, muda, madya dan utama. Untuk naik dari satu jabatan ke jabatan yang lain PNS harus menyusun sendiri PAK-nya (Penilaian Angka Kredit). Tanpa PAK, maka akan sulit untuk naik,” tutur Anom, Kamis (28/11).
Anom menuturkan, perampingan birokrasi tidak berimplikasi pada pemangkasan jabatan, tetapi peralihan jabatan fungsional. Untuk jabatan struktural eselon III dan IV menjadi pengawas dan administrator. “Tetapi yang lebih penting adalah kita harus menunggu petunjuk teknis dari Kementerian PAN RB untuk melaksanakan peralihan tersebut,” ungkap Anom.
Menurut informasi dari Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, kata Anom, jabatan struktural yang terkait dengan directed dan kewilayahan akan tetap dipertahankan. Di antaranya ialah camat dan lurah yang memiliki fungsi directed dan territorial. “Dia punya wilayah, masyarakat dan kebijakan yang harus dijalankan,” tandas Anom.
Begitu juga dengan OPD, lanjtu dia, jabatan yang memiliki fungsi directed dan pembantuan terhadap pimpinan langsung seperti kepala OPD akan dipertahankan. Jabatan yang directed dengan kepala OPD misalnya kepala tata usaha dan sekretariat.
“Karena dia harus mengampu tanggung jawab terkait keuangan. Karena dalam Permendagri 21 tahun 2011 mengamanatkan, bahwa KPA (Kuasa Pengguna Anggaran) adalah seseorang yang berada di jabatan struktural,” tutur dia. Sementara fungsional tidak memiliki tugas kewenangan untuk pertanggung gugatan keuangan. “Sehingga jika administrator dan pengawas itu diberikan tugas tambahan untuk mengampu keuangan, maka permendagri ini juga harus ditinjau kembali,” tambah Anom.
Lebih lanjut Anom menjelaskan, peralihan dari jabatan struktural dan fungsional tidak akan merugikan PNS. Sebab, mereka akan tetap diakomodir sesuai kelas jabatan. Kelas jabatan ini yang menentukan kesetaraan eselonisasi dengan jabatan fungsional. Tak terkecuali dalam hal pendapatan yang akan tetap disesuaikan. “Bahkan dengan perubahan menjadi fungsional pendapatan yang diterima bisa lebih tinggi. Ini kalau mengacu gaji dan tunjangannya sesuai kelas jabatan,” tutur Anom.
Karena itu, pada jabatan fungsional PNS akan merencanakan sendiri kegiatannya. Berbeda dengan struktural yang sudah punya jadwal atau program untuk dilaksanakan. “Contohnya, tahun ini PAK saya dibutuhkan 700. Maka saya harus menyusun sendiri pekerjaan untuk mencapai 700. Misalnya membuat jurnal yang angka kreditnya tinggi,” kata Anom.
Dampaknya, pimpinan akan sulit memberikan perintah pada fungsional. Karena mereka tidak mengerjakan tugas tambahan. Kalau disuruh mengerjakan tugas tambahan maka diubah dulu Permendagrinya. “Dalam menyusun kinerja itu, PNS akan mengusulkan pada Tim Penilai Angka Kredit (TPAK). TPAK yang akan menilai dan mengevaluasi capaian kinerja PNS,” ungkap Anom.
TPAK ini terdiri dari rumpun jabatan fungsional. Di Pemprov Jatim, dijelaskan Anom ada sekitar 116 jenis fungsional. “Karena itu untuk 506 jabatan baru administrator yang semula adalah eselon III dan sekitar 1.500 pengawas yang setara dengan eselon IV akan membutuhkan banyak TPAK,” pungkas Anom. [tam]

Tags: