Pindah Tugas untuk Belajar Sekaligus Tukar Nasib Sementara

Kepala Dindik Surabaya Ikhsan bersama kepala sekolah dari beberapa daerah terpencil, tertinggal dan terluar yang tengah mengikuti program kemitraan di Surabaya, Senin (14/12).

Kepala Dindik Surabaya Ikhsan bersama kepala sekolah dari beberapa daerah terpencil, tertinggal dan terluar yang tengah mengikuti program kemitraan di Surabaya, Senin (14/12).

Ketika Kepala Sekolah Daerah 3T Bertugas di Kota Metropolitan
Kota Surabaya, Bhirawa
Disparitas sosial antara daerah terpencil, tertinggal dan terluar (3T) dengan kota-kota besar di Indonesia masih terlihat begitu lebar. Kondisi ini pun berlaku di dunia pendidikan. Kualitas tenaga pendidik, fasilitas belajar dan sarana penunjang sudah tidak bisa lagi dibandingkan. Tak ayal, program kemitraan pendidikan antara daerah 3T dengan daerah perkotaan pun menjadi kejutan bagi peserta di antara keduanya.
Masih ingat tayangan reality show ‘Jika Aku Menjadi’ yang ditayangkan di salah satu stasiun televisi swasta? Seperti itulah yang kini tengah dilalui 61 Kepala Sekolah (Kasek) di Surabaya. Mereka ditugaskan untuk memimpin sekolah-sekolah di daerah 3T. Sebaliknya, 61 Kasek dari beberapa daerah seperti Mamuju, Dompu, Lombok Tengah, Lombok Timur, Mangarai Timur dan daerah 3T lainnya bertugas memimpin sekolah-sekolah di Surabaya.
Bagi mereka yang telah terbiasa dengan kondisi serba terbatas merasa Surabaya seperti surga dunia. Listrik, perangkat Teknologi Informasi (TI), internet sangat melimpah. Ini sungguh kontras dengan daerah asal tempat mereka mengajar. “Di sini luar biasa. Mulai gedung, siswa hingga gurunya semua berkualitas. Kalau di SD saya hanya ada 1 orang yang bisa mengoperasikan komputer. Itu pun tenaga honorer,” tutur Kepala SDN 6 Prigi Lombok Timur Sobirin saat diterima di Dinas Pendidikan Surabaya, Senin (14/12) kemarin.
Pria yang juga menjabat sebagaiĀ  Kepala SMP Satu atap 4 Suwela Lombok Timur itu ditugaskan dalam program kemitraan Kemendikbud ini di SDN Klampis 1 Surabaya. Dia mengaku senang dengan sambutan yang diberikan Surabaya. “Proses belajar, pengelolaan administrasi kelas, pengaturan lapangannya dan beberapa hal lainnya akan menjadi perhatian saya,” ungkapnya.
Masih tentang sarana, Sobirin mengaku di dua sekolah yang dipimpinnya hanya memiliki masing-masing satu unit komputer. Yang bisa mengoperasikan kedua komputer itu pun hanya satu operator honorer tadi. “Jadi meski hanya satu, tidak mungkin antri pinjam komputer. Di sini, satu SD saja bisa ada belasan komputer,” kata dia.
Hal senada diungkapkan Kepala SMPN2 Lombok tengah Junaidi. Sebagai pendidik dari sekolah yang terletak di daerah 3T, dia menyadari kesenjangan yang terjadi. Dari sisi kurikulum saja sudah berbeda. Di Surabaya, sekolah-sekolah sudah menggunakan Kurikulum 2013. Sedangkan di tempat asal dia mengajar, kurikulum masih menggunakan KTSP 2006. “Tapi kami tetap punya keunggulan. Rasa kekeluargaan dan kecintaan terhadap budaya di tempat kami masih sangat kental,” tutur pria yang kini bertugas menjadi Kasek SMPN 4 Surabaya sementara. Dari situ, lanjut dia, sekolah-sekolah di Surabaya perlu belajar lebih.
Di sisi lain, Kepala SMPN 5 Borong Manggarai timurĀ  Henrikus Engkas juga menjelaskan ada 3 komponen pokok yang akan dipelajari. Di antaranya manajemen kurikulum, supervisi akademik dan pengembangan ekosistem sekolah.
Di SMPN 19 Surabaya tempat dia ditugaskan kini, Henrikus melihat ada perbedaan cukup jauh terkait sumber daya manusia. Menurutnya Kasek di Surabaya sudah melanjutkan hingga Strata 2. Namun, di daerah daerah asalnya, masih banyak pengajar belum sarjana.
Soal teknologi, sekolahnya termasuk yang sudah maju di daerahnya. Sekolahnya mengaku telah memiliki 18 komputer. “Tapi yang bisa dipakai cuma satu unit. Sebab listrik belum masuk. Jadi sementara masih pakai genset dan dayanya sangat terbatas,” tutur dia.
Kepala Dindik Surabaya Ikhsan memberi sambutan hangat para Kasek yang kini bertugas di daerahnya. Dia berharap, perkembangan pendidikan di Surabaya dapat memotivasi Kasek dari daerah 3T ini. Sebaliknya, Kasek yang dikirim dari Surabaya ke daerah 3T dapat belajar dari situasi yang serba terbatas. Para Kasek ini, tidak hanya bertugas di sekolah, tapi juga harus berbaur dengan masyarakat. “61 Kasek ini akan bertugas di 6 SMPN, 1 SMKN dan 54 SDN. Mereka akan bertugas selama 10 hari di Surabaya,” tutur Ikhsan. [Adit Hananta Utama]

Tags: