Pinggiran Sungai Amprong Kab.Malang Jadi Tempat Petani Jual Sayur

Tempat mangkalnya para petani sayur untuk menjual hasil produksinya di Jalan Raya Desa Banjarejo, Kec Pakis, Kabupaten Malang.

Kab Malang, Bhirawa
Petani sayur di wilayah Malang Timur yakni Kecamatan Pakis, Tumpang, Poncokusumo, setiap hari berkumpul untuk menjual hasil produksinya di Jalan Raya Desa Banjarejo, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang. Hasil produksi yang dijualnya itu hanya empat komoditas jenis sayuran, masing-masing kangkung, bayam, sawi, dan selada air atau masyarakat setempat menamakan sedaer.
Berkumpulnya para petani yang jumlahnya mencapai ratusan orang tersebut sejak pukul 12.00-16.00 WIB atau hanya empat jam aktivitas mereka. Sebab, sayuran yang dijual petani sayur itu sudah memiliki pelanggan masing-masing, baik dari pedagang di pasar tradisional di wilayah Kabupaten Malang, pasar modern hingga Pasar Induk Gadang, Kota Malang. Sementara, sayuran yang dijual petani tersebut harganya sangat murah jika dibandingkan harga di pasar.
Selain harga sayuran murah, kata salah satu petani sayur jenis selada air asal Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang, yang juga sebagai Koordinator Badan Pekerja ProDesa kabupaten setempat, Ahmad Kusaeri, Senin (5/3), kepada Bhirawa, sayuran yang dijual dalam kondisi segar. Karena setelah petani memanen sayur, mereka langsung menjualnya di tempat mangkalnya petani di Jalan Raya Desa Banjarejo atau tepatnya di pinggiran Sungai Amprong.
“Untuk sayuran dari empat jenis komoditas itu tidak memiliki harga patokan, karena setiap hari harganya berubah-ubah. Selain itu juga, harga disesuaikan dengan kualitas sayurannya, serta jumlah sayuran yang ada dipasaran,” terangnya.
Menurut Kusaeri, tempat berkumpulnya para petani sayur di pinggiran Sungai Amprong tersebut, sudah puluhan tahun. Awalnya, para petani sayuran di wilayah tiga kecamatan itu, saat membawa hasil tanaman sayurannya untuk dijual di Pasar Induk Gadang, mereka berkumpul dulu di pinggiran Sungai Amprong, lalu setelah semua petani berkumpul berangkat bersama-sama ke Pasar Induk Gadang. Dari situlah, yang akhirnya kini tempat berkumpulnya para petani itu dijadikan pasar dadakan khusus sayur.
“Sebenarnya, tempat tersebut bukan pasar sayur dan juga tidak ada pengelolaan dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang. Hanya saja, para petani lebih senang berkumpul dan menjual hasil produksi sayurannya di tempat itu, karena pembeli sudah datang sendiri di tempat mangkalnya para petani sayur di Desa Banjarejo,” paparnya.
Dengan adanya potensi penjualan sayur yang langsung dari petani itu, Kusaeri meminta kepada Pemkab Malang untuk tempat mangkalnya para petani sayur tersebut dijadikan tempat wisata pasas sayur. Sebab, jika tempat itu dijadikan pasar wisata sayur sangat memungkinkan. Selain terdapat lahan yang masih luas, jalan raya Desa Banjarejo juga merupakan salah satu akses jalan utama dari arah Kota Malang menuju wisata Gunung Bromo melalui Desa Ngadas, Kecamatan Poncokusumo.
Hal ini juga disampaikan, Hermanto yang juga petani sayur jenis kangkung asal Desa Pakis Kembar, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang, jika dirinya setiap hari menjual hasil produksi sayurannya ke wilayah Desa Banjarejo.
Sebab, setiap hari dirinya panen tanaman kangkung, dari panen kangkung itu langsung kami bawa ke tempat mangkalnya para petani di Desa Banjarejo. “Dari turun temurun keluarga kami selalu menjual hasil produksi sayur di tempat mangkalnya para petani tersebut. Sehingga dirinya tidak jauh-jauh menjual hasil panen ke Pasar Induk Gadang,” tuturnya.
Saat ditanya Bhirawa, berapa harga sayur kangkung dijualnya? Dijawab Hermanto, untuk harga sayur tidak ada standarnya. Karena harga sayur bisa dikatakan setiap hari berubah-ubah, karena tergantung kondisi harga di pasar.
Tentunya harga sayur dari tingkat petani lebih murah jika dibandingkan harga di pasaran. Meski harga sayur yang kami jual lebih murah, namun dirinya setiap hari mendapatkan uang, yang penting uang bisa diputar untuk menanam dan merawat tanaman sayur. [cyn]

Tags: