Pipa Bekas Jadi Rak Sepatu, Monitor Jadi Akuarium

Berbagai karya dwimatra dan trimatra dibuat dengan mendaur ulang limbah plastik, Kamis (3/3). [adit hananta utama]

Berbagai karya dwimatra dan trimatra dibuat dengan mendaur ulang limbah plastik, Kamis (3/3). [adit hananta utama]

Daur Ulang Limbah Plastik Jadi Proyek  Dwimatra – Trimatra
Kota Surabaya, Bhirawa
Sampah plastik adalah musuh bersama dalam usaha mencegah pencemaran lingkungan. Tak terkecuali ketika pemerintah menetapkan aturan kantong plastik berbayar. Tujuannya pun sama, mengurangi volume sampah yang sulit terurai. Tapi sudahkah kebijakan itu efektif? Padahal, hampir semua produk industri kini tak pernah lepas dari bahan plastik yang bahkan lebih sulit diurai dari kresek berbayar itu.
Persoalan lingkungan tidak mungkin dapat terselesaikan dengan hanya memungut bayar setiap kantong plastik yang dikeluarkan penjual ke konsumen. Sementara di rak-rak toko, setiap produk yang dijual hampir semuanya bersentuhan dengan plastik. Hal itulah yang menginisiasi sekitar 30 mahasiswa Prodi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya untuk meluncurkan berbagai proyek arsitektur dwimatra (dua dimensi) dan trimatra (tiga dimensi) berbahan dasar limbah plastik.
Pada proyek dwi matra, para mahasiswa membuat hiasan dinding yang dibingkai dalam sebuah frame. Isinya, potongan-potongan plastik menjadi gambar abstrak yang unik dan berwarna-warni. Sementara di bagian proyek trimatra lebih bervariasi. Jenisnya mulai dari maket gedung hingga perabotan isi ruangan. “Semuanya dibuat dari bahan dasar limbah plastik. Kami membuat ini serentak dalam waktu kurang lebih satu bulan,” tutur Koordinator Pameran Arsitektur  UM Surabaya Sayidati Nisa di kampusnya, Kamis (3/3).
Nisa menjelaskan, limbah plastik yang dirangkai menjadi berbagai produk ini jauh lebih sulit diurai dari sekadar limbah kresek. Misalnya saja potongan-potongan pipa bekas, dalam pameran tersebut para mahasiswa membuatnya sebagai rak sepatu. Caranya, potongan-potongan pipa disusun sejajar dengan posisi horizontal. Kemudian, setiap pipa diikat satu sama lain agar susunannya tidak rusak.
“Kalau cuma memungut Rp 200 untuk kantong plastik dampaknya apa? Pemerintah juga harus lebih aktif mengedukasi masyarakat agar lebih peka terhadap pemanfaat limbah. Caranya, mendukung gerakan kreatif seperti ini,” kata mahasiswa kelahiran Lampung itu.
Karya yang juga tak kalah menarik adalah akuarium dari monitor bekas. Muhammad Fatih Sauaidy, memilih monitor komputer sebagai media untuk merawat ikan hias lantaran keunikannya. “Selain itu juga murah dan sangat mudah dijumpai,” tutur mahasiswa semester IV Prodi Arsitektur itu.
Jenis monitor yang dipilih Fatih adalah monitor tabung. Mulanya, monitor tabung itu dibongkar menjadi dua bagian. Bagian layar depan dibiarkan seperti apa adanya, namun seluruh isi komponennya dikeluarkan. Sebagai pengganti, bagian dalam monitor tabung itu ditambah kaca menyerupai akuarium.
“Tinggal dilem saja dengan layar bagian depannya. Kemudian monitor ditutup kembali seperti sediakala. Jadi bentuknya tetap seperti monitor, tapi isinya ikan hias,” tutur dia.
Satu monitor bekas rusak, kata dia, bisa didapat dengan harga sekitar Rp 35 ribu. “Sekarang kan monitor komputer sudah flat. Jarang ada monitor tabung yang masih bisa dipakai,” lanjut dia.
Dosen pendamping Pameran Arsitektur Um Surabaya M Nasir menjelaskan, ada sekitar 50 karya yang terkumpul dari para mahasiswa. Karya-karya tersebut dipamerkan mulai Selasa (1/3) hingga Kamis (3/3) kemarin. “Ini pameran tahunan. Para mahasiswa yang mengerjakan tugas dari mata kuliah dwimatra-trimatra, kami yang menentukan temanya,” tutur Nasir.
Dengan mengangkat tema ‘Jangan Takut Plastik’, Nasir berharap pemerintah lebih mengedepankan pengolahan limbah plastik daripada hanya memungut bayar kantong plastik. Selain memiliki nilai kreativitas yang tinggi, karya dari limbah plastik juga memiliki nilai ekonomis. [Adit Hananta Utama]

Tags: