Piutang Retribusi Pasar Gotong Royong Capai Rp 1,4 Miliar

Pasar Gotong Royong yang piutangnnya pedagangnya capai Rp. 1,4 milyar.

Probolinggo, BHirawa
Pasar yang megah dan tidak menjamin ramainya pembeli yang ada membuat tingginya piutang retribusi Pasar Gotong Royong yang mencapai Rp 1,4 miliar. Kondisi ini akibat pembayaran tidak sesuai dengan biaya sewa yang ditetapkan Perda Nomor 3 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum.
Ketidaksesuaian pembayaran ini disebabkan situasi pasar yang sepi membuat tidak setiap saat ada pembeli. Pedagang yang ada di pasar mengaku, membayar hanya semampunya. Bahkan, terkadang sesuai dengan penghasilannya saat berjualan.
Menurut H. Rusdi salah satu pedagang di Pasar Gotong Royong mengungkapkan, tidak setiap hari ada pembeli yang membeli barang jualannya. “Padahal, pembayarannya itu ditarik setiap hari. Terus dari mana kami dapat uang untuk membayar, katanya.
Busriani, pedagang kelontong juga mengungkapkan, dirinya setiap hari buka namun tidak mesti dapat pembeli, paling ada 1 hingga 2 pemeli, dan itu sering terjadi setiap harinya, padahal itu dilakukan dari pagi hingga sore. Jika sudah seperti ini apa yang bisa saya bayar utu retebusinya, keluhnya.
Rudi hartono, salah satu pedagang Pasar Gotong Royong mengakui realitas sepinya aktivitas jual beli di Pasar Gotong Royong. “Memang sepi situasi di Pasar Gotong Royong. Tidak jarang pedagang tidak ada yang beli dagangannya,” ungkapnya.
Sepinya perdagangan di Pasar Gotong Royong tidak hanya karena persoalan maraknya jual-beli online. Namun, masyarakat yang beralih untuk berbelanja di lokasi lain. “Pedagang tetap membayar retribusi. Namun, pembayaran itu tidak penuh sesuai perda. Makanya, tinggi piutang retribusinya,” tandasnya.
Ketua Komisi II DPRD Kota Probolinggo menilai retribusi yang diatur dalam Perda sebenarnya tidak besar. Namun, juga melihat pada kondisi Pasar Gotong Royong yang sepi, berat jika pembayaran retribusi mengikuti tarif perda.”Makanya, saya sebagai pedagang juga mendukung jika DKUPP melakukan perubahan tarif sewa bedak atau kios. Perlu dilakukan kajian untuk menentukan besaran sewa yang bisa dijangkau pedagang dengan kondisi dan situasi Pasar Gotong Royong saat ini,” tandasnya.
Kami sangat kaget dengan apa yang terjadi tagihan piutang pedagang Pasar Gotong Royong senilai Rp 1,4 miliar. Piutang ini terakumulasi sejak pengelolaan pasar beralih dari Badan pengelolaan, Pendapatan, Keuangan, dan Aset (BPPKA) ke Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Perdagangan, dan Perindustrian (DKUPP) Kota Probolinggo, jelasnya.
Diketahui, di Pasar Gotong Royong tarif sewa kios, toko, dan bedak mencapai Rp 400/meter persegi/hari. Sedangkan tarif sewa los, halaman, pelataran, dan penjaja mencapai Rp 250/meter persegi/hari. Tarif ini juga berlaku untuk Pasar Baru yang termasuk klasifikasi pasar kelas 1.
Sedangkan pasar kelas II memiliki tarif Rp 300/meter persegi/hari untuk sewa kios, toko, dan bedak. Sedangkan tarif sewa los, halaman, pelataran, dan penjaja Rp 250/meter persegi/hari. Yang tergolong pasar kelas II antara lain Pasar Wonoasih, Pasar Ketapang, Pasar Mangunharjo, Pasar Randupangger, dan Pasar Kronong.
Sementara tarif sewa pasar kelas III, untuk kios, toko, dan bedak mencapai Rp 250/meter persegi/hari. Sedangkan taris sewa los, halaman, pelataran, dan penjaja Rp 200/meter persegi/hari. Yang tergolong pasar kelas III antara lain Pasar Bremi, Pasar Umbul, Pasar Jrebeng Lor, dan Pasar Kedung Asem, tambahnya.(Wap)

Tags: