PKL Taman Pinang Pilih Mobile Hindari Razia

Spanduk penolakan PKL Taman Pinang

Sidoarjo, Bhirawa
Ada kawasan PKL di Sidoarjo yang tidak mudah dilumpuhkan Satpol PP yakni PKL Perumahan Taman Pinang. Jalan kembar di jantung kota itu kerap terjadi gesekan antara warga perumahan dengan pedagang, namun kebutuhan perut mengalahkan segalanya. Para PKL tetap bertahan walaupun dengan curi-curi waktu untuk menggelar dagangan.
Taman Pinang adalah perumahan elit yang gengsi penghuninya sangat tinggi, banyak pengusaha, pejabat sipil maupun TNI/Polri yang tinggal di perumahan itu. Dilayani dengan jalan kembar yang sangat lapang. Jalan kembar itu yang akhirnya diadopsi Pemkab Sidoarjo menjadi jalan lingkar barat. Begitu strategisnya Taman Pinang sehingga harga per meter tanah yang di jalan raya dijual dikisaran Rp20 juta per meter. Rupanya jalan kembar yang lapang ini menjadi ladang empuk bagi PKL untuk menjaring pembeli.
Tiap hari mulai pagi hingga malam hari penuh sesak dengan PKL mulai ujung utara Taman Pinang, bahkan sampai ujung selatan Perumahan Gading Fajar di Kec Candi. Taman Pinang bahkan makin berarti seiring Pemkab Sidoarjo melanjutkan pembangunan jalan baru Lingkar Barat di Tenggulunan, Candi. jalan lingkar barat ini rencananya akan diteruskan sampai ke Kec Tanggulangin.
Dengan semakin pentingnya jalan lingkar barat otomatis akan makin mudah PKL menjaring pembeli. Sebab pengguna jalan yang sebelumnya melalui jalan arteri tengah kota, diperkirakan beralih ke lingkar barat akibat makin padatnya jalur tengah kota. Jauh hari warga Taman Pinang yang menolak keberadaan PKL memasang dua spanduk di gerbang pintu ke luar masuk perumahan sebelah utara.
Spanduk besar itu bertuliskan ‘Warga Taman Pinang Indah/Asri Menolak Keberadaan PKL Sepanjang Jalan Taman Pinang karena Bertentangan dengan UU Nomor 22 tahun 2009’. Namun spanduk larangan ini hanya menjadi penghias jalan saja karena PKL tidak peduli, masalah perut tidak bisa dikalahkan dengan apapun.
Pembina PKL Taman Pinang, Sumi Harson, merasa heran dengan penolakan karena para PKL sendiri banyak yang dari lingkungan warga Taman Pinang sendiri. ini sudah merasa kebutuhan perut dan ditempuh dengan cara halal. Saat ini mencari pekerjaan sangat sulit, dan PKL ini adalah peluang untuk membantu pemerintah menekan pengangguran.
Ia meminta agar PKL jangan terlalu ditekan, kalau sudah urusan perut tak bisa dilarang-larang begitu. PKL adalah sektor informal yang banyak membantu sirkulasi perdagangan dari desa dan kota. Seperti buah-buahan yang dibeli dari desa kemudian di jual di kota. Sehingga petani juga ikut merasakan keuntungan dengan keberadaan PKL.
Soal gangguan lalu lintas, menurut ia, itu sebetulnya bisa dikendalikan dengan melakukan pembatasan tanpa harus melarang PKL berjualan.
Sementara Satpol PP sebenarnya juga getol melakukan penertiban PKL Taman Pinang. Begitu kerasnya Satpol sehingga pekan lalu 43 PKL Taman Pinang di sidang di kantor Satpol PP. Plt Kasatpol PP, Widyantoro Basuki, membenarkan, melakukan tindakan terhadap PKL yang mokong. ”Lihat saja ke sini, ini kami sidangkan 43 pedagang,” ujarnya.
Bukan hanya itu Satpol juga merazia barang dagangan. PKL taman Pinang sudah diberi tempat baru di jalan raya depan GOR (Monument Ponti), namun itu hanya hari minggu saja. Pedahal yang dihadapi Taman Pinang, PKL selalu berada sepanjang jalan setiap hari. Bahkan pagi pukul 07.00 sudah mulai berjejer penjual makanan dan buah-buahan serta lainnya.
Taktik baru yang digunakan PKL adalah berdagang secara mobile dengan mobil atau motor tiga roda. Begitu dari jauh ada Satpol bergerak, pedagang bisa dengan cepat meninggalkan tempat tanpa jejak. PKL memang tidak pernah kehilangan akal, karena makanan yang sudah disiapkan harus bisa di jual hari itu. Atau makanan itu akan membusuk kalau tidak di jual. Dengan begitu tidak bisa dijual di satu titik, akan bergeser ke titik lain. lazimnya setiap musim buah, seperti musim durian atau buah naga dan salak pondok selalu muncul penjualnya.
Frangky, warga Taman Pinang, paling getol meminta PKL untuk tidak berjualan di sepanjang jalan itu. ”Warga sudah berembug untuk menolak, dan sudah gigih meminta PKL tidak jualan,” ujarnya. Penolakan ini disebabkan Taman Pinang merupakan jalan protolol yang tidak boleh ada PKL di sekitar jalan itu.
Rupanya bukan Taman Pinang saja problem PKL yang muncul, di Jl KH Mukmin juga tumbuh PKL penjual buah durian. Jalan ini memang identik dengan kawasan durian dan pada musim durian, transaksi jual beli durian itu bisa sampai larut malam.
”Percuma trotoar Mukmin dibangun indah, kalau akhirnya dipakai jualan durian,” keluh Rohmat yang kerap melintasi jalan itu.
Sebetulnya pedagang durian ini tidak bisa disebut PKL, karena mereka mengontrak rumah untuk menimbun dan berjualan durian. Cuma untuk menarik pembeli, durian itu di display di badan trotoar. Mungkin ini menjadi cara jitu untuk tidak disebut kaki lima. [hds]

Tags: