PMII Sumenep Pertanyakan SP3 Lahan SMA Batuan

7-foto A sulSumenep, Bhirawa
Sedikitnya 50 aktivis mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) cabang Sumenep melakukan aksi ke kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumenep. Mereka mempertanyakan dasar terbitnya Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) terkait kasus dugaan mark up harga dalam pengadaan pembebasan lahan SMA Batuan, Sumenep.
Selain berorasi secara bergantian, mereka juga membawa sangkar ayam dan tikus. Hal itu menandakan, mahasiswa sudah tidak percaya lagi kepada penegak hukum terutama Kejari, sebab mereka diduga telah bermain mata dengan berbagai pihak termasuk para koruptor yang merugikan negara.
Ketua Umum Cabang PMII Sumenep, Imam Syafi’i mempertanyakan terbitnya SP3 atas kasus dugaan mark up pengadaan pembebasan lahan SMA Batuan Sumenep, pasalnya sesuai informasi yang berkembang terbitnya SP3 itu berlandaskan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), namun setelah aktivis PMII Sumenep mendatangi BPKP, ternyata BPKP tidak pernah melakukan audit.
“Kami sudah datang ke BPKP, tidak pernah melakukan audit, justru terbitnya SP3 itu hanya berlandaskan pada hasil eskpose. Tapi kenapa Kejari mengatakan terbitnya SP3 itu mengacu pada hasil audit BPKP, jangan salahkan kami jika menganggap salah SP3 ini cacat hukum,” kata Imam Syafi’i, Selasa (02/09).
Pihaknya juga menuntut, Kejari melakukan klarifikasi atas terbitnya SP3 itu bukan berdasarkan hasil audit BPKP, melainkan hasil ekspose. Jika dalam 1 minggu kedepan Kajari Sumenep tidak melakukan klarifikasi, pihaknya mengancam akan melaporkan kasus ini ke Kejati dan Kejagung atas dugaan Kajari bermain-main dalam kasus.
“Kami minta kepada Kajari untuk mengklarifikasi dalam jangka 1 minggu kedepan, jika tidak, kami akan melaporkan Kajari ke Kejati dan Kejagung dalam dugaan Kajari bermain-main dalam penyelesaian kasus,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri Sumenep, Roch Adi Wibowo mengakui jika terbitnya SP3 itu memang hasil ekspose dengan BPKP kerugian negara tidak bisa dibuktikan, alasannya karena karena ada tim apraisal dari kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Emmanoel Joni Surabaya yang didatangkan oleh panitia pengadaan pembebasan lahan. “Itu lembaga kredible untuk melakukan penilain. Yang mendatangkan bukan kami ya, panitia, tapi kami sudah memeriksa semua pihak terkait,” ungkapnya.
Dia juga menegaskan, terbitnya SP3 ini bukan berarti kasus ini sudah berahir, tapi jika memang ada bukti pendukung baru, kasus dugaan penyimpangan pengadaan lahan SMA Batuan ini masih bisa dilanjutkan. “Kalau memang ada bukti lai, kasus ini masih bisa dibuka kembali. Jadi, terbitnya SP3 ini bukan akhir dari penyelesaian kasus ini,” tegasnya.
Sebelumnya, diduga terjadi ‘mark up’ harga dalam pengadaan pembebasan lahan SMA Batuan yang menelan anggaran sebesar Rp 1,7 milyar, dengan rincian harga tanah per meter Rp 175 ribu. Padahal NJOP (nilai jual objek pajak) di Batuan hanya Rp 50 ribu per meter. [sul]

Keterangan Foto: Mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) cabang Sumenep saat melakukan aksi ke kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumenep.

Tags: