PNPM Jatim Tak Boleh Libatkan Politik

Dirjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Achmad Erani Yustika bersama Kabapemas Jatim, Zarkasi sedang menjelaskan mengenai fasilitator PNPM.

Dirjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Achmad Erani Yustika bersama Kabapemas Jatim, Zarkasi sedang menjelaskan mengenai fasilitator PNPM.

Pemprov Jatim, Bhirawa
Seluruh fasilitator Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Jatim tidak boleh melibatkan diri dalam politik praktis, apalagi dukung mendukung dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jatim Tahun 2015.
Ditegaskan Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat (Bapemas) Jatim, Zarkasi bersama
Dirjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Achmad Erani Yustika, Sabtu (28/6).
Menurut Zarkasi, tahun 2015 ini di Jatim akan digelar Pilkada langsung secara serentak di 19 Kabupaten/Kota. Gelaran Pilkada ini rawan dengan berbagai tawaran atau iming-iming kepada kelompok masyarakat termasuk fasilitator PNPM untuk memberikan dukungan.
Mereka yang diketahui melanggar akan diberikan warning atau peringatan untuk terlibat dalam politik. Tawaran untuk mendukung salah satu calon kepala daerah harus dapat dihindari oleh para pendamping program dana desa itu.
“Warning itu merupakan salah satu bentuk antisipasi yang dilakukan oleh Bapemas. Sebenarnya, para pelaku PNPM ini sudah tahu lama dengan politik praktis. Di PNPM ada kode etik yang melarang mereka untuk terlibat dalam aksi dukung mendukung itu,” jelasnya.
Sementara, Dirjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Achmad Erani Yustika. PNPM memiliki potensi cukup besar dimanfaatkan untuk kepentingan politik. “Setiap potensi itu selalu ada,” katanya.
Dikatakannya untuk mengantisipasi tindakan fasilitator agar tidak terjun ke politik praktis maka diperlukan kode etik itu dibuat, yakni aturan main yang berfungsi meminimalisi penyimpangan itu. Sebab, PNPM ini dibiayai oleh negara.
“Kami sudah menyusun kode etik bagi para pendamping program agar tidak terlibat politik praktis. Jika terbukti terlibat, maka akan ada tindakan tegas. Tapi, masyarakat sekarang sudah melek (melihat) kok,” jelasnya.
Ditanya mengenai keterkaitan secara politik antara pencairan dana desa dan pilkada serentak tahun ini, Ernani membantah hal itu. “Hanya kebetulan saja, setiap tahunnya pencairan dana desa dilakukan tiga kali, dua kali 40 persen, dan sekali 20 persen,” akunya.
Program dana desa ini, lanjutnya, memang rawan dimanfaatkan secara politik oleh kepala daerah hingga kepala desa, apalagi menjelang pilkada serentak Desember mendatang. Program dana desa mengucurkan sekitar Rp 280 juta untuk setiap desa. Nilainya setiap desa beragam berdasarkan luas wilayah, infrastruktur dan jumlah penduduk.Tahun ini, dana desa dicairkan kepada 484 kabupaten seluruh Indonesia. Hingga saat ini masih ada 23 yang belum dicairkan karena alasan administrasi. [rac]

Rate this article!
Tags: