PNS Pemprov Jatim Diduga Gabung Gafatar

Eks Ketua DPD Bidang Kesehatan Gafatar Jawa Timur dr Budi Laksmono (kanan) didampingi Eks Ketua DPK Gafatar Surabaya (kiri) mengomentari pemberitaan terkait Gafatar di Jatim, Rabu (13/1).

Eks Ketua DPD Bidang Kesehatan Gafatar Jawa Timur dr Budi Laksmono (kanan) didampingi Eks Ketua DPK Gafatar Surabaya (kiri) mengomentari pemberitaan terkait Gafatar di Jatim, Rabu (13/1).

Pemkot Surabaya, Bhirawa
Dua warga Surabaya diduga bergabung dengan Gafatar (Gerakan Fajar Nusantara). Yaitu Erri Indra Kautsar (20) mahasiswa semester V jurusan elektronika PENS ITS dan Faradina Ilma (25) PNS Pemprov Jatim. Selain itu satu PNS Kota Mojokerto disebut-sebut telah bergabung dengan organisasi ini.
Kepala Bakesbangpol & Linmas Surabaya Soemarno menuturkan keberadaan Gafatar dideteksi sudah eksis di Kota Pahlawan sekitar 2012-2013-an. Organisasi terlarang ini diduga masih eksis di Kota Metropolitan sampai sekarang. Berdasar pantauan Bakesbangpol & Linmas, aktivitas Gafatar sejauh ini lebih banyak berupa kegiatan berkelompok, seperti kerja bakti, pembagian sembako, jalan sehat dan sebagainya. Kegiatan sosial kemasyarakatan itu mulai dilakukan sejak awal 2014 lalu.
“Secara fisik sangat sulit mengidentifikasi anggota Gafatar. Tapi, ciri-ciri saat mereka melaksanakan kegiatan formal dapat diketahui dengan seragam khas berwarna oranye disertai lambang Gafatar matahari terbit,” terang pejabat kelahiran Nganjuk saat dijumpai di kantornya, Rabu (13/1).
Menurut Soemarno, keberadaan Gafatar jelas-jelas ilegal karena tidak terdata di Kementerian Dalam Negeri.  Jauh sebelum itu Kementerian Dalam Negeri telah mengeluarkan larangan pengembangan organisasi ini sejak April 2012. Dengan demikian, sesuai aturan ormas yang tidak terdaftar tidak mendapat pelayanan dari pemerintah maupun pemerintah daerah.
Menyikapi hal tersebut, Pemkot Surabaya mengeluarkan surat edaran tertanggal 1 April 2015 yang ditandatangani Asisten Pemerintahan Yayuk Eko Agustin. Isinya, menekankan kepada seluruh camat dan lurah agar tidak memberikan fasilitas serta tidak melibatkan ormas Gafatar dalam kegiatan-kegiatan apa pun di lingkup Pemkot Surabaya.
Somarno juga menyebut kantor sekretariat organisasi ini, saat itu juga sudah berpindah-pindah. “Pertama di Rungkut Harapan , lalu di Jalan Tales II. Sedangkan kantor sekretariat tingkat Provinsi saat itu di Pepelegi (Waru, Sidoarjo),” ujarnya.
Seiring booming-nya pemberitaan terkait Gafatar di media massa, Soemarno meminta warga tetap tenang dan tidak resah. Dia mengimbau masyarakat lebih waspada saat bergabung pada suatu kelompok. Dia juga berharap orangtua mengawasi aktivitas anaknya, sebab tidak jarang rekrutmen organisasi yang menyimpang ini menyasar individu usia muda.
Hilangnya Erri Indra Kausar, Mahasiswa Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) sejak 17 Agustus 2015 diduga bergabung dengan Gafatar, makin menjadikan Pemkot Surabaya gerah. “Bahkan Bu Wali Kota (Risma) saat itu langsung menggalang kerjasama dengan pihak kedutaan Malaysia,” katanya. Namun sampai saat ini Erri belum ditemukan. Sedangkan satu warga Surabaya yang diduga gabung Gafatar adalah PNS Pemprov Jatim, Faradina Ilma (25).
Wali Kota Mojokerto Mas’ud Yunus  angkat suara soal gerakan radikal Gafatar yang sudah menyusup di wilayah Kabupaten Mojokerto hingga salah satu PNS terekrut organisasi yang dinyatakan ilegal ini.
Penangkalan terhadap pengaruh Gafatar dan semacamnya di tubuh birokrasi Pemkot Mojokerto dilakukan melalui mekanisme pengawasan berjenjang.
“Agar gerakan Gafatar tidak sampai mempengaruhi PNS , maka perlu dilakukan pengawasan ketat oleh Inspektorat. Di tingkat SKPD maka pimpinannya yang harus melakukan hal yang sama,” kata Mas’ud Yunus di ruang kerjanya, Rabu (13/1) kemarin.
Pengawasan berjenjang perlu diterapkan, lanjut Mas’ud Yunus, karena tidak mungkin melakukan filterisasi setiap PNS.     “Jumlah PNS lebih dari 3.000 orang, menjadi hal yang sulit kalau melakukan pengawasan ke seluruh PNS. Makanya  pengendaliannya melalui mekanisme berjenjang,” tandasnya.
Selain pola pengawasan, penangkalan terhadap gerakan Gafatar dan gerakan ekstrim kanan yang cenderung menggerogoti NKRI, ujar wali kota  secara kontinyu diberikan sentuhan-sentuhan rohani.
“Bimbingan rohani secara rutin diberikan ke seluruh PNS. Ini agar mereka juga lebih mampu membentengi diri dari paham dan gerakan yang menyimpang,” tekannya.
Apalagi, sambung Mas’ud Yunus, gerakan Gafatar atau gerakan semacam tidak lagi eksklusif sehingga sulit dideteksi. “Mereka menyebarkan paham dan ideologi secara samar, inklusif. Mereka bahkan inten berinteraksi dengan lingkungan atau komunitas yang didekati. Makanya kalau di Kabupaten Mojokerto ada PNS yang terseret gerakan Gafatar itu karena pola penyebaran ideologi yang inklusif itu,” ujarnya.
Ia pun menekankan agar perangkat kelurahan maupun RT dan RW lebih mewaspadai lingkungan masing-masing. Jika ditemui kejanggalan terhadap gerak-gerik penghuni atau pendatang baru, harus segera mengambil langkah seperti melaporkan ke aparat keamanan.
Dikatakannya beberapa tahun silam Kota Mojokerto sempat jadi terminal utama faham Santriloka. Berkat upaya bersama pemerintah daerah dan aparat keamanan akhirnya mampu menyingkirkan faham yang dinilai sesat itu.
“Gafatar pun pernah menginjak Kota Mojokerto dengan menggelar aksi sosial di Alun-alun. Tapi sejauh ini hanya aksi itu yang mereka lakukan. Tapi kita harus tetap waspada, karena gerakan Gafatar ini licin dan cenderung melakukan aksi penipuan,” tutup Mas’ud Yunus.
Aksi Gafatar yang sudah merebak di Jatim membuat Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama Endro Siswantoro menekankan pada seluruh tokoh agama agar mewaspadai gerakan tersebut, di antaranya memberikan pemahaman pada umatnya terhadap aliran yang dianggap tidak sesuai dengan akidah Islam.
“FKUB pada dua tahun lalu sudah mengindikasikan kalau organisasi (Gafatar) itu sudah jauh dari eksistensi NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Sekarang muncul di permukaan dengan merekrut anggota,” kata Endro.
Menilik hal itu, Endro selaku Ketua FKUB Jatim telah memberikan penekanan pada majelis agama melalui mimbarnya untuk tetap mewaspadai dan memberikan penjelasan atau pandangan pada umatnya masing-masing terhadap timbulnya Gafatar tersebut.
“Jika ada yang gerakan aliran sesat atau kegiatan gafatar, masyarakat atau anggota FKUB harus  segera melaporkan pada pimpinan umatnya dan sekaligus lapor ke pihak aparat hukum untuk dilakukan tindakan. Gafatar juga jauh dari ajaran Islam yang sebenarnya,” katanya.
Sedangkan Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Jatim, Jonathan ketika dikonfirmasi mengatakan kalau pihaknya sedang mencari dan menyusun informasi selengkapnya ke berbagai daerah di Jatim berkaitan keberadaan Gafatar. “Jika ada informasi terbaru nanti akan kami kabari,” ujarnya melalui seluler.

Pelajari Kitab Suci
Sementara itu gencarnya pemberitaan perihal dugaan kaitan organisasi Gafatar dengn kelompok radikalisme, membuat mantan Ketua DPD Bidang Kesehatan Gafatar Jawa Timur dr Budi Laksmono angkat bicara perihal itu.
Ditemui di salah satu rumah makan kawasan Margorejo Surabaya, Rabu (13/1), Budi Laksmono mengaku bahwa Gafatar bukanlah organisasi masyarakat (ormas) yang berkaitan dengan Islam. Melainkan organisasi yang bergerak dibidang socsal dan budaya. Bahkan, Budi mengaku organisasi Gafatar berpedoman kepada petunjuk Tuhan Yang Maha Esa melalui kitab-kitab sucinya.
“Gafatar merupakan organisasi yang bergerak di bidang sosial dan budaya. Namun, sesuai petunjuk Tuhan Yang Maha Esa melalui kitab-kitab sucinya, itulah yang menjadi pedoman kita (Gafatar) untuk menjalani hidup di muka bumi,” klaim dr Budi Laksmono kepada wartawan, Rabu (13/1).
Disinggung perihal doktrin-doktrin agama yang diajarkan bagi pengikutnya, Budi menampik keras hal itu. Dijelaskannya, Gafatar tidak membicarakan masalah agama, melainkan berpedoman terhadap petunjuk Tuhan Yang Maha Esa. “Sesuai dengan dalil Alquran yang mengatakan ‘kamu harus mengimani kitab-kitab suciKu yang dulu’, kita boleh membaca kitab Zabur dan Taurat,” ungkapnya.
Namun, pria yang bertugas di Rumkit Bhayangkara Polda Jatim ini tidak menampik jika sejarah Gafatar dahulu berhubungan dengan kaidah Islam. Dijelaskannya, sebelum menjadi Gafatar, dulunya bernama Al Qiyadah dan berganti lagi menjadi Komar. Karena bubar, selanjutnya terbentuklah Gafatar yang bertujuan untuk menyongsong kehidupan baru.
Lanjut Budi, tujuannya yakni untuk mengupayakan kesejahteraan di bidang pangan, dan bergerak di bidang pertanian, perikanan, dan peternakan. Setelah bubar pada 2015, semua anggota memutuskan untuk menjalani kehidupan sehari-hari. “Karena sudah bubar, jadi tidak ada lagi kelanjutan dari kelompok Gafatar,” pungkasnya.
Penjelasan mantan pengurus Gafatar ini berbeda dengan saksi para pengikutnya. Sebelumnya diberitakan untuk menggaet simpati masyarakat, Gafatar juga melakukan aksi sosial. Khusus di DKI dengan menggelar aksi donor darah.  Mereka berkedok melakukan aksi sosial agar eksistensi mereka diakui oleh masyarakat. Setelah itu baru melakukan penyesatan akidah. Ciri-ciri ajaran Gafatar di antaranya tidak wajib salat 5 waktu, tidak wajib puasa Ramadan, tidak wajib menunaikan ibadah haji, syahadat mereka berbeda.  Mereka tidak mengakui Muhammad SAW sebagai nabi terakhir.  Gafatar mengakui generasi setelah Nabi Muhammad SAW adalah Ahmad Musadek. Ahmad Musadek ini diakui pengikut Gafatar sebagai utusan Tuhan. [geh,kar,rac,bed]

Tags: