Polda Jatim Bekali Penyidik Polri dan Kejaksaan Materi TPPU

Polda Jatim memberikan pembekalan penyidik terkait penanganan TPPU, Senin (9/4).[abednego/bhirawa]

Polda Jatim, Bhirawa
Guna meningkatkan kemampuan penyidik dalam menangani kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Polda Jatim melalui Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditkrimsus) menggelar seminar dan diskusi tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang diikuti oleh penyidik Polri dan Kejaksaan di Jatim, Senin (9/4).
Pada seminar yang dihadiri penyidik Polda Jatim beserta jajaran dan penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim beserta jajaran, turut hadir sebagai pemateri tunggal yakni Dr Yenti Ganarsih SH MH selaku Ahli TPPU untuk memberikan pembekalan pada para penegak hukum dan penyidik di wilayah Jawa Timur.
“Melalui seminar ini, Polda Jatim ingin meningkatkan kapasitas penyidik khsusnya di bidang TPPU. Kami mendatangkan Yenti Ganarsih sebagai Ahli TPPU dan juga kami mengundang juga dari Kejaksaan agar ada pemahaman yang sama tentang TPPU,” kata Direktur Reskrimsus (Direskrimsus) Polda Jatim Kombes Pol Agus Santoso, Senin (9/4).
Agus mengaku, selama ini kinerja penyidik Polri dan Kejaksaan terkait TPPU dirasa masih kurang optimal. “Kita dirasa masih kurang dalam rangka penegakan hukum TPPU. Dengan seminar ini kami berharap penyidik memahami, melaksanakan dan mengaplikasikan dalam pelaksanaan tugas,” ungkapnya.
Sementara itu, Yenti Ganarsih menjelaskan, dalam kasus TPPU dipastikan ada tindak pidana korupsi (tipikor) sehingga kemana uang itu tersalurkan bisa segera diketahui terlebih dahulu. TPPU itu dilakukan agar koruptor dan penipu tidak hanya dijerat UU kejahatan asal. Tapi penegak hukum juga mencari uang hasil kejahatan itu di mana.
“Jika itu uang negara maka harus kembali ke negara, uang korban kembali ke korban. Jadi harus segera dicari. Penegak hukum tidak boleh enggan,” jelasnya.
Dalam hal kasus TPPU, Doktor Ahli Pencucian Uang yang juga dosen dari Universitas Trisakti itu menegaskan jika TPPU harus didakwakan pula dengan kasus tipikor. “Dua kejahatan didakwakan sekaligus. Maka perlu disinergikan semangat polisi dan jaksa agar lebih percaya diri di pengadilan,” ucapnya.
Sementara dalam Pilkada serentak yang digelar 27 Juni mendatang, berbagai kampanye mulai dilakukan oleh pasangan calon kepala daerah yang akan bertarung dalam pesta demokrasi tersebut. Namun dalam hal sumber dana kampanye, Ahli Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Dr Yenti Ganarsih SH, MH menjelaskan jika dana kampanye rawan dari hasil tindak pidana korupsi.
“Pilkada serentak ini sudah jelas caleg tidak boleh money politics. Jika uang itu hasil kejahatan korupsi sama saja berarti masuk kejahatan TPPU,” tegasnya.
Yenti mengaku, dalam UU Pilkada, dana kampanye tidak boleh lebih dari Rp 1 miliar. Namun, lanjut dia, jumlah itu tidak dipertegas dari mana asalnya. “Jadi kalau uang itu (dana kampanye, red) dari hasil kejahatan, boleh,” ungkapnya.
Namun ia mewanti-wanti pada aparat penegak hukum baik dari Polri dan Kejaksaan untuk bisa merespon kasus politik uang dan TPPU selama Pilkada berlangsung. “Tapi bagi penegak hukum kalau hasil korupsi untuk pilkada ditangkap ya pak?” pungkasnya. [bed]

Tags: