Polda Jatim Temukan Praktik Prostitusi Eks Lokalisasi Dolly

20141211_133559Polda Jatim, Bhirawa
Penutupan lokalisasi Dolly dan Jarak oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya pada Juni tahun lalu, tak membuat bisnis haram di lokasi tersebuyt berhenti. Meski telah resmi ditutup, praktik prostitusi tetap berlanjut secara terselubung.
Satu bukti nyata adalah temuan Polda Jatim dengan ditangkapnya dua agen prostitusi yang menawarkan PSK eks lokalisasi Dolly.
Subdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Jatim berhasil mengungkap prostitusi terselubung di bekas lokalisasi terbesar se Asia Tenggara itu. Adapun tersangka yang berhasil ditangkap adalah Anton (39) warga Malang dan Makhsus alias Gondrong (39) warga Surabaya. Keduanya ditangkap lantaran berprofesi sebagai penyedia jasa prostitusi di kawasan Dolly.
Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Awi Setiyono menjelaskan, berdasarkan informasi masyarakat, kasus prostitusi terselubung ini berhasil diungkap petugas pada 14 Januari 2015 lalu. Setelah ditelusuri dan melakukan penyamaran sebagai pembeli, kejahatan kedua tersangka sebagai mucikari terendus oleh petugas.
Saat melakukan penyamaran, lanjut Awi, petugas berpura-pura menanyakan dua cewek yang bisa dibooking ke tersangka Anton yang nongkrong di kawasan eks Lokalisasi Dolly. Anton menyanggupi dan menghubungi Gondrong dan tersangka R (buron).
“Penagkapan dilakukan pada saat kedua tersangka mengirimkan pesanan wanita penghibur di sebuha hotel di kawasan Surabaya,” kata Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Awi Setiyono, Kamis (29/1).
Setelah dilakukan pemeriksaan, lanjut Awi, kedua tersangka yakni Anton dan Gondrong biasa nongkrong di kawasan eks lokalisasi Dolly untuk mencari lelaki hidung belang. Dari pengakuan keduanya, pekerjaan ini dilakukan selama setahun terakhir ini. Sejak Dolly ditutup, keduanya tetap beroperasi dan memanfaatkan jaringan pertemanan pemilik stok gadis penghibur.
Kepada Bhirawa, Anton mengakui perbuatannya dan mengaku mempekerjakan wanita jebolan Lokalisasi Dolly untuk ditawarkan kepada lelaki hidung belang. Sejak Dolly ditutup, lanjut dia, banyak wanita eks Dolly yang indekos dan bisa ‘dijual’ secara sembunyi-sembunyi.
“Kebanyakan wanita yang bisa di tawarkan, mereka masih tinggal di kos-kosan wilayah sekitaran Dolly,” terang Anton.
Untuk tarif paling murah, tersangka mengaku mematok tarif Rp 200 ribu rupiah. Sedangkan untuk tarif paling mahal sebesar Rp 1, 7 juta. Setiap menawarkan dua PSK yang masing-masing bertarif Rp 1,7 juta, Anton dan R mengaku kebagian uang Rp 500 ribu. Sementara tersangka Gondrong mendapat Rp 700 ribu.
Selain mengamankan dua tersangka, Awi menambahkan petugas juga menemukan satu poket sabu milik tersangka Gondrong. Kepada penyidik, Gondrong mengaku sabu-sabu tersebut dipakainya sendiri. Petugas dalam hal ini Subdit IV Renakta, menangani dua kasus, yakni terkait prostitusi dan narkotika.
“Tersangka Gondrong mengaku sudah memakai sabu selama setahun. Dan dirinya memakai sendiri sabu tersebut,” tambah Awi.
Adapun barang bukti yang berhasil disita petugas, yakni beberapa kondom yang sudah terpakai dan uang hasil transaksi Rp 3,5 juta. Untuk mempertanggungjawabkan penrbuatanya, kedua tersangka dijerat dengan Pasal 296 KUHP dan Pasal 506 KUHP tentang menyediakan dan mengambil keuntungan dari perbuatan cabul.
“Sementara kasus kedua (narkotika), atas nama tersangka Gondrong dijerat dengan Pasal 112 ayat 1 UU Narkotika, dengan ancaman paling singkat pidana penjara empat tahun dan paling lama 15 tahun,” tandas Awi. [bed]

Tags: