Polemik Anggaran Laptop Pelajar

foto ilustrasi

Upaya pemerintah dalam menjawab tantangan masa depan pendidikan memang tengah terus dilakukan. Berbagai strategi dan terobosan pun tidak segan-segan dilakukan pemerintah demi perbaikan dan pengkualitasan pendidikan di Tanah Air, terlebih demi menuju progresivitas digitalisasi pendidikan. Pemerintah mengalokasikan anggaran untuk kebutuhan pengadaan produk teknologi informasi dan komunikasi (TIK) buatan lokal di bidang pendidikan sepanjang 2020-2024. Salah satunya adalah pengadaan laptop buatan dalam negeri.

Pengadaan laptop merupakan bagian dari program digitalisasi sekolah oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Pada tahun 2021 anggaran khusus pengadaan laptop untuk pelajar yang disalurkan melalui dana alokasi khusus (DAK) fisik pendidikan ke pemerintah daerah (pemda) dialokasikan sebesar Rp 2,4 triliun untuk 240.000 unit. Anggaran pengadaan laptop pelajar melalui DAK fisik tersebut diberikan oleh pemerintah pusat melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) langsung ke pemda, (Kompas, 31/7/2021).

Adapun ketentuan spesifikasi laptop pelajar tersebut, tertuang di dalam Peraturan Mendikbud Nomor 5 Tahun 2021 tentang Petunjuk Operasional Dana Alokasi Khusus Fisik Reguler Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2021. Namun sayang, upaya pemerintah itupun kini justru menuai sorotan dan polemik di tengah-tengah publik, khususnya pada pos anggaran DAK fisik ke daerah. Hal itu, lantaran nilai pengadaan laptop itu dirasa kemahalan. Bila di hitung secara kasar harga laptop mencapai Rp 10 juta per unit. Padahal secara spesifikasi yang ditentukan pemerintah harga seharusnya jauh di bawah Rp 10 juta.

Pengadaan laptop tersebut nantinya akan disesuaikan dengan kebutuhan proses pendidikan yang memiliki level pendidikan yang berbeda. Pembelanjaan laptop dan produk TIK produk dalam negeri (PDN) dapat dilakukan sekolah lewat e-commerce Sistem Informasi Pengadaan di Sekolah (SIPlah). Itu artinya, pengadaan laptop (tahun ini) itu memang murni pengadaan untuk kebutuhan sekolah-sekolah, yang belum memiliki peralatan TIK yang belum memadai. Namun, kendati demikian ada baiknya pengawasan pembelanjaan laptop untuk pelajar tersebut bisa diperlihatkan di laporan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

Rahmawati Khadijah Maro
Dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Malang

Rate this article!
Tags: