Polemik Seputar Bela Negara

Muhammad Aufal FreskyOleh:
Muhammad Aufal Fresky
Mahasiswa S1 Program Studi Ekonomi Pembangunan Universitas Airlangga. Aktivis HMI Komisariat Ekonomi Airlangga

Beberapa waktu yang lalu, Menteri Pertahanan RI memberikan pernyataan yang mengejutkan publik. Sebuah pernyataan yang menarik perhatian berbagai media massa. Yaitu terkait gebarakannya mengenai “Bela Negara”. Sontak pernyataan Menhan tersebut mendapatkan sambutan yan beragam di tengah masyarakat. Ada yang pro, ada pula yang kontra. Ada yang mendukung, ada pula yang menolak. Perbedaan pendapat tersebut adalah bentuk respon publik terhadap pernyataan Menhan. Karena konsep “Bela Negara” yang diusung Menhan masih belum memberikan kejelasan di tengah masyarakat. Bahkan sebagian dari masyarakat khawatir bahkan sangsi, jangan-jangan program/ agenda tersebut adalah salah satu cara untuk memasukkan rakyat sipil ke dunia militer. Tidak ada yang tahu kepastian terkait hal tersebut.
Di sisi lain, Kementrian Pertahanan juga berencana akan merekrut 100 juta kader dalam jangka waktu tertentu. Sekilas nampaknya rencana tersebut cukup ambisius. Mengingat dalam merekrut jumlah kader juga membutuhkan sokongan atau suntikan dana yang cukup. Tanpa pendanaan yang memadai program tersebut hanya sebuah ilusi kosong. Oleh karenanya perlu ada komunikasi dan kordinasi yang intens antara Kemenhan dan DPR. Karena bagaimanapun juga masalah pencairan anggaran untuk Kemenhan harus mendapatkan persetujuan oleh DPR. Agar nantinya alokasi dana untuk program tersebut bisa dimasukkan dalam RAPBN (Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Negara). Hal penting lainnya adalah Kemenhlan perlu menjelaskan kepada publik secara terperinci dan mendetail terkait program “Bela Negara”.
Ryamizard selaku Menhan sempat berkomentar bahwa program tersebut adalah untuk menumbuhkan rasa nasionalisme di kalangan generasi muda serta mengembangkan jiwa patriotisme dalam jiwa mereka. Beliau berpendapat bahwa tidak ada unsur militer dalam program tersebut. Inti dari “Bela Negara” yaitu menumbuhkan rasa cinta tanah air dalam jiwa segenap komponen bangsa. Berangkat dari pernyataan Menhan, maka penulis menyatakan bahwa untuk sementara tidak ada indikasi pemaksaan kepada masyarakat untuk terjun atau bergelut ke dalam dunia militer. Beliau hanya menginginkan kesa daran dalam diri kita agar mempunyai jiwa patriot serta bersedia melakukan segala hal yang terbaik bagi bangsa ini. Penulis tidak sepenuhnya membela Menhan, pun demikian juga tidak turut menolak program tersebut. Karena konsep besar atau grind design dari program tersebut masih belum sepenuhnya jelas. Bahkan ada salah satu anggota DPR yang pernah menyatakan di media masaa bahwa jika program “Bela Negara” ingin direalisasikan, maka harus memiliki payung hukum yang jelas. Artinya perlu ada UU yang mengatur terkait agenda besar tersebut.
Penulis bisa sedikit memberikan beberapa beberapa pernyataan terkait polemik yang terjadi. Pertama, sebagai bagian dari anggota masyarakat, penulis meminta kepada Kemenhan agar memberikan penjelasan serta pengertian kepada masyarakat terkait “Bela Negara”. Kedua, Segera komunikasikan dan kordinasikan dengan DPR mengenai rancangan serta perencanaan untuk ke depan terkait “Bela Negara”. Ketiga, Kemenhan mesti berunding dan berembuk dengan berbagai pakar, intelektual, cendikiawan, tokoh agama, pimpinan masyarakat, budayawan, elemen mahasiswa dan elemen lainnya terkait “Bela Negara”. Jangan sampai niatan baik dari Menhan bisa tersendat karena tidak mendapatkan persetujuan dan dukungan dari masyarakat Indonesia.
Tentunya semua bisa merasakan bahwa saat ini bangsa kita sedang mengalami krisis multidimensional. Tidak hanya di bidang ekonomi, tetapi merambah ke berbagai sektor. Semisal krisis kepemimpinan, krisis tauladan, terdegradasinya nasionalisme generasi muda, maraknya budaya instan, narkoba yang semakin merajalela, KKN yang semakin subur dan semacamnya. Memang jika ditarik lagi, benang merahnya adalah berbagai persoalan yang terjadi disebabkan oleh tidak adanya rasa cinta tanah air dalam jiwa kita. Sehingga dampaknya adalah segala perkataan dan perbuatan yang menyimpang dan menyalahi aturan dianggap hal yang biasa. Kejujuran menjadi barang langka. Karena sebagian pemimpin kita telah terjebai dalam kehidupan yang serba materialistis. Tidak ada sedikit rasa malu terhadap amanah dan jabatannya. Bahkan rasa nasionalisme dan cinta tanah air adalah suatu yang tabu bagi diri mereka yang melacurkan dirinya ke lembah korupsi. Jika kita berpikir positif, mungkin maksud Menhan mengadakan sebuah gebrakan luar biasa yaitu untuk membenahi mentalitas kita yang telah terinfeksi berbagai penyakit. Selain itu, program “Bela Negara” ini adalah salah satu wadah bagi kita untuk menggembleng jiwa nasionalisme serta menciptakan generasi yang memiliki mentalitas yang kuat serta memiliki kepemimpinan yang baik. Oleh karena itulah, sampai sekarang masyarakat perlu mendengarkan dengan kepala dingin berbagai hal yang akan dikatakan oleh Menhan dan jajarannya terkait program tersebut.
Jika ada kejanggalan, masyarakat bisa menolak melalui berbagai cara yang ditentukan, semisal dengan demonstrasi, mengirimi surat kepada Kemenhan, dan sebagainya. Sampai saat ini, negara ini masih menegakkan demokrasi dalam segala aspek kehidupan. Intinya tetap berpikiran positif dan jangan memandang segala sesuatu hanya dari satu sisi.

                                                                                                              ————- *** ————-

Rate this article!
Tags: