Polemik Utang Indonesia

Karikatur Hutang Luar NegeriBANK Dunia (World Bank) menawarkan utang baru dengan tenor (pengambilan) empat tahun. Bersamaan dengan peringatan hari Kebangkitan Nasional (2015), tawaran utang disodorkan oleh Presiden Bank Dunia, Jim Yong Kim. Jumlahnya US$ 11 milyar. Andai tawaran itu diterima, maka jumlah utang Indonesia ke Bank Dunia melejit 25% dibanding selama empat tahun terakhir. Utang semakin cepat ditumpuk.
Namun jika ditanyakan erapa sebenarnya utang Indonesia (luar negeri)? Tidak ada masyarakat yang tahu pasti, karena pemerintah tidak pernah memberitahu (mem-publish). Namun sebenarnya, penyelenggara negara bisa mengurangi utang utang. Itu pernah dibuktikan pada kepemimpinan presiden Gus Dur, dan Habibie. Atau mengurangi utang dengan cara “privatisasi” BUMN untuk meng-ongkosi penyelenggaraan pemerintahan.
Utang Indonesia diperoleh dari berbagai kreditor lebih dari 20 negara, terbesar dari Jepang, disusul Singapura dan Amerika Serikat. Selain itu juga diperoleh dari organisasi internasional. Terutama dari ADB (Asian Development Bank), IBRD (International Bank for Reconstruction and Development, program Bank Dunia) serta IMF (International Monetary Fund).
Jumlah utang menjadi polemik, antara (mantan presiden) SBY yang mengoreksi pernyataan Presiden Jokowi tentang utang ke IMF. SBY menanggapi pernyataan Jokowi yang dimuat pada koran terbitan Jakarta (edisi 27 April) yang menyebut Indonesia masih berhutang ke IMF. Padahal, menurut SBY, Indonesia sudah melunasi utang keseluruhan pada IMF sebesar US$ 9,1 miliar pada 2006.
Masyarakat gerah, mana yang benar? Menurut Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, saat ini Indonesia hanya ber-utang ke Bank Dunia dan ADB. Sedangkan soal utang ke IMF, merupakan aset di Bank Indonesia (BI) dalam bentuk special drawing rights (SDR). Apa itu SDR? Adalah semacam iuran anggota IMF yang dititipkan kepada anggota.
Iuran Indonesia tercatat SDR setara dengan US $ 2,8 miliar. SDR secara akuntansi, dicatat pada sisi debet sebagai pembiayaan. Namun sekaligus juga dicatat pada sisi kredit sebagai aset dengan nominal yang sama. Klop. Jadi, SDR, bagai ada dan tiada. Menurut Kepala Perwakilan IMF di Jakarta, Indonesia sudah tidak memiliki utang lagi kepada IMF.
Sejarah utang luar negeri Indonesia, tergolong kronis. Bermula dari diambil-alihnya utang pemerintah kolonial Hindia Belanda melalui Konferensi Meja Bundar. Tercatat ketika terjadi peralihan dari Presiden Soekarno kepada Presiden Soeharto, posisi utang luar negeri Indonesia berjumlah US$ 2,1 miliar. Dalam rupiah saat itu dengan kurs Rp 235,- per-US$, setara dengan Rp 493,5 milyar. Tetapi jika “di-kurs” dengan nilai KHL (Kebutuhan Hidup Layak) saat itu, akan nampak cukup besar.
Utang Indonesia makin membubung. Selama 32 tahun pemerintahan Soeharto, diwariskan utang sebesar US$ 151 milyar (ada pula yang menaksir US$ 135 milyar). Namun presiden Habibie, bisa mengurangi utang US$ 3 milyar. Sehingga pada saat Gus Dur jadi presiden, utang Indonesia sudah menjadi US$ 148 milyar. Gus Dur, mengurangi utang sampai US$ 9 milyar. Sedangkan Megawati menambah US$ 2 milyar. Dan SBY menambah US$ 150 milyar (selama 10 tahun).
Yang unik, adalah ketika Megawati Soekarnoputri, coba menghindari utang luar negeri. Sekaligus mengkreasi penjualan BUMN (Indosat) dan sumberdaya alam. Tidak sembarang jual. Misalnya terhadap gas alam dari ladang Tangguh, Teluk Bintuni, Papua Barat. China memperoleh harga murah, tetapi dengan syarat. Yakni, re-negoisasi setiap lima tahun, membantu jalan ke desa-desa, serta komitmen wajib membantu 1,2 juta rakyat Korea Utara yang kelaparan.
Utang Indonesia saat ini (data Bank Indonesia), per-akhir Pebruari 2015, hampir mencapai US$ 300 milyar. Utang, konon, sudah memperoleh “izin rakyat” melalui DPR (dalam pembahasan APBN).

                                                                                                             ————– 000 —————

Rate this article!
Polemik Utang Indonesia,5 / 5 ( 1votes )
Tags: