Polemik Wacana Pemulangan WNI Eks ISIS

Belakangan ini, isu pemulangan Warga Negara Indonesia ( WNI) yang pernah menjadi anggota kelompok radikal ISIS terus menjadi sorotan publik. Pasalnya, wacana tersebut sampai saat ini tengah menjadi pembicaraan dan banyak menuai polemik di tengah – tengah masyarakat. Melihat kenyataan tersebut, Indonesia sebagai negera hukum, maka sudah semestinya perlu diselesaikan secara hukum. Artinya, persoalan wacana atau isu perihal pemulangan WNI eks ISIS perlu ditinjau dalam konteks konstitusi dan perundang-undangan yang berlaku.
Merujuk pada ketentuan pasal 28E ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, mengatakan bahwa setiap orang bebas memilih dan menentukan kewarganegarannya. Maka, dapat tersimpulkan bahwa penyikapi pemulangan WNI eks ISIS ini tidak terlepas dari dimensi hak asasi manusia yang telah dijamin oleh konstitusi, (detik.com, 8/2).
Sedangkan dari sisi teknis yuridis, merujuk dari instrumen Pasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, masih dibutuhkannya kajian dan pendalaman dari segi teori, doktrin, serta kaidah hukum internasional sepanjang berkaitan dengan eksistensi dan kedudukan ISIS sebagai subjek hukum internasional, (sindonews.com, 10/2)
Menilik secara konseptual maupun hukum internasional ISIS tidak dapat dikategorikam sebagai negara, karena tidak memenuhi unsur-unsur negara, sehingga ISIS merupakan subjek hukum bukan negara (non-state entities). Mengingat posisi ISIS sebagai subyek hukum internasional, maka ISIS termasuk dalam pemberontak, khususnya kelompok Belligerent atau pihak yang bersengketa. Jadi dengan demikian, posisinya menjadi sulit secara hukum jika eks-ISIS itu dikualifikasi sebagai warganegara yang telah secara sukarela mengangkat sumpah/janji setia kepada negara asing/bagian dari negara asing.
Melihat kenyataan yang demikian, maka wajar adanya jika pemerintah perlu mempertimbangkan wacana pemulangan WNI eks ISIS ke tanah air, secara matang, cermat dan ekstra hati-hati melalui konstruksi hukum sekaitan dengan larangan mereka untuk masuk kembali ke Indonesia, yang tentu saja pemerintah perlu menyiapkan argumentasi yang berbasis legal-konstitusional, dan tidak melawan hukum.
Ani Sri Rahayu
Pengamat Politik Universitas Muhammadiyah Malang

Tags: