Polisi Beberkan Modus Match Fixing dan Match Setting di Liga 1 dan 2

Vigit Waluyo (dua dari kiri) usai menjalani pemeriksaan Satgas Anti Mafia Bola di Mapolda Jatim, Kamis (24/1). [abednego/bhirawa]

Polda Jatim, Bhirawa
Satgas Anti Mafia Bola Polri melakukan pemeriksaan terhadap Vigit Waluyo (VW), Kamis (24/1) di Mapolda Jatim. Pemeriksaan terhadap pemilik klub PS Mojokerto Putra (PSMP) itu terkait dugaan pengaturan skor (match fixing) di Liga 2.
Dalam perkara ini, Satgas Anti Mafia Bola Polri sudah menetapkan 11 tersangka, di antaranya Vigit Waluyo. Dia ditetapkan sebagai tersangka lantaran diduga telah memberi suap untuk membuat PS Mojokerto Putra naik kasta ke Liga 2. Vigit yang datang dari Lapas Kelas II B Sidoarjo pukul 08.20, langsung memasuki gedung Ditreskrimum Polda Jatim untuk diperiksa.
Hampir sekitar lima jam pemeriksaan, Wakil Ketua Satgas Anti Mafia Bola Brigjen Pol Krishna Murti membenarkan adanya pemeriksaan terhadap Vigit Waluyo.
Pihaknya mengaku pemeriksaan Vigit terkait dugaan keterlibatan pada beberapa kegiatan pengaturan skor dan pengaturan pertandingan sepakbola yang dikelola oleh Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) dan liga.
“Tersangka menjelaskan modus-modus di Liga 1. Yakni match fixing dan match setting,” kata Brigjen Pol Krishna Murti.
Krishna menjelaskan, terkait match fixing, yakni bagaimana skor itu diatur dan didasari kebutuhan klub-klub yang ingin survive (bertahan). Kedua, yakni match setting, pengaturan pertandingan yang terjadi di Liga 1 dan Liga 2.
“Match setting ini mengatur siapa yang akan juara di tahun ini, dan siapa yang akan menjadi juara di tahun berikutnya. Itu diatur oleh orang-orang dan katanya sih hampir semua. Lebih jelasnya tanya kepada yang bersangkutan,” jelas Krishna.
Dalam kasus ini, sambung Krishna, sudah ada penetapan 11 orang tersangka. Beberapa tersangka sudah ada yang ditahan, dan beberapa lagi masih dalam proses penangkapan. Terkait konstruksi hukum, pihaknya mengaku dalam kasus ini bisa dikenakan pasal terkait suap, penipuan dan penggelapan, serta Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
“Tiga konstruksi hukum itu bisa dikenakan dalam kasus ini. Untuk tersangka yang dalam proses, kalau mau baik-baik ya datang. Tapi kalau tidak baik, ya ditangkap,” tegasnya.
Sementara itu, Vigit Waluyo mengungkapkan nama-nama klub yang biasa meminta bantuannya untuk mengatur pertandingan di Liga 2 Indonesia. “Klub yang dengan saya hanya PSMP Mojokerto Putra, kemudian Sleman (PSS, red) dengan Kalteng Putra juga. Mereka meminta saya membantu memenangkan pertandingan,” ucapnya usai menjalani pemeriksaan Satgas Anti Mafia Bola.
Vigit mengaku, dirinya tidak pernah terlibat dalam pertandingan di Liga 1 Indonesia dan hanya terlibat pada pertandingan-pertandingan di Liga 2 Indonesia saja, yaitu dengan ketiga klub tersebut. “Dalam membantu memenangkan pertandingan, kami hanya bermain di home. Tidak pernah bermain di away,” bebernya.
Mengenai PSS Sleman, dia mengaku telah menitipkan klub tersebut hingga menjadi juara Liga 2 musim lalu. “Cuman memang kami menitipkan itu kepada Komite Wasit agar tetap dilindungi, agar tidak ada kontaminasi dari pihak lain,” sambung Vivit.
Meski begitu, masih kata Vivit, kondisi tim PSS sendiri cukup bagus sehingga ketika bertanding tidak mengalami kesulitan. “Pada waktu PSS Sleman di event 4 dan 8 besar, kami tidak melibatkan banyak pihak. Tapi karena memang itu udah ada dalam permainan itu, beberapa oknum PSSI melindungi agar prestasi tim terjaga baik,” pungkasnya.
Vigit berstatus sebagai tersangka dugaan kasus penyuapan terhadap anggota Komite Disiplin (Komdis) PSSI Dwi Irianto. Dugaan suap terhadap Mbah Putih, sapaan Dwi Irianto, dimaksudkan untuk membantu dan mengawal PS Mojokerto Putra dan PSS Sleman lolos ke Liga 1. [bed]

Tags: