Polisi Pastikan Penanganan Kasus Pencabulan Sampai Tuntas

Kanit PPA Satreskrim Polrestabes Surabaya AKP Ruth Yeni.

Polrestabes Surabaya, Bhirawa
Meski Surabaya diklaim sebagai kota yang ramah anak, namun kasus pelecehan seksual dengan korban anak-anak masih saja dijumpai. Terbukti hampir tiap tahun, terhitung dari 2015 terakhir terdapat puluhan anak yang menjadi korban pencabulan.
Dari data yang dihimpun dari Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polrestabes Surabaya dari 2015, puluhan anak menjadi korban pencabulan. Secara rinci pada 2015 terdapat 60 kasus pencabulan. Kemudian pada 2016, jumlahnya naik menjadi 75 kasus.
Sedangkan pada 2017, jumlah turun menjadi 52 kasus. Sementara pada 2018, tepatnya pada Juli, penyidik sudah menangani 23 kasus pencabulan. Jumlah tersebut, kemungkinan bisa bertambah hingga akhir tahun.
“Semua data yang ada di paparan tersebut, merupakan kasus yang sudah diungkap,” kata Kanit PPA Satreskrim Polrestabes Surabaya AKP Ruth Yeni, Minggu (29/7).
Meski demikian, menurut Ruth dari jumlah kasus yang diungkap itu, masih banyak lagi dugaan kasus kekerasan anak yang masih menunggu untuk ditindaklanjuti. Sebab sifatnya hanya sebatas informasi sehingga pihaknya harus memetakan dan melakukan penyelidikan untuk menangani kasus tersebut, termasuk menjerat pelakunya.
“Untuk informasi, tentunya kami akan melakukan penyelidikan. Kami juga meminta kepada masyarakat untuk melaporkan jika terjadi kasus pencabulan atau kekerasan seksual di lingkungannya,” imbaunya.
Ruth menjelaskan selama menjabat sebagai Kanit PPA, kasus yang paling tinggi yang ia tangani adalah kasus pencabulan. Parahnya, hampir 90 persen kasus pencabulan dan persetubuhan ini dilakukan oleh orang terdekat, mulai dari paman, ayah tiri, pacar hingga seorang guru. Mirisnya lagi, kasus pencabulan tersebut dilakukan sudah dilakukan sejak lama sebelum akhirnya terungkap. “Padahal peristiwa tersebut sangat dekat, tapi kebanyakan orang-orang yang berada di dekat korban selalu gagal memahami dan mengetahui kasus tersebut,” ucap Ruth.
Menurutnya, gagalnya memahami kondisi dan minimnya komunikasi menjadi penyebab kasus pencabulan tersebut terus berlangsung. Kalau kekerasan fisik mungkin akan lebih mudah dideteksi, namun jika sudah kekerasan seksual tentu akan lebih susah.
Dia mencontohkan kasus pencabulan yang dilakukan oleh ayah tiri. Kasus yang dialami oleh bocah SMP tersebut berlangsung bertahun-tahun. Namun sang ibu yang tinggal serumah gagal memahami perubahan kondisi psikis anaknya. Kurangnya komunikasi menjadi salah satu faktor kegagalan pemahanan tersebut.
“Sehingga korban akan terus menjadi korban. Bahkan setelah kasus tersebut diketahui, korban sudah hamil,” terangnya.
Selain kurangnya komunikasi dan gagalnya memahami karakter anaknya, pengaruh ancaman atau iming-iming pelaku kepada korban membuat kasus kekerasan anak ini sulit terungkap. Butuh keterbukaan dari anak untuk menceritakan apa yang sudah ia alami. Meski tak semua anak memiliki karakter seperti itu. [bed]

Tags: