Polresta Mojokerto Amankan 35 Tersangka

Kapolres Mojokerto Kota, AKBP Nyoman Budiharja memberikan keterangan pers bersama Tim Divisi Hukum PSHT Pusat, Selasa (18/10) kemarin. [kariyadi/bhirawa]

Kapolres Mojokerto Kota, AKBP Nyoman Budiharja memberikan keterangan pers bersama Tim Divisi Hukum PSHT Pusat, Selasa (18/10) kemarin. [kariyadi/bhirawa]

(Buntut Insiden PSHT)
Kota Mojokerto, Bhirawa
Polres Mojokerto Kota mengamankan 35 orang simpatisan Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT). Penangkapan Ini terkait insiden keributan yang terjadi di Desa Pulorejo, Kec Dawarblandong, Kab Mojokerto, Selasa (18/10) dini hari kemarin.
Kapolresta Mojokerto, AKBP Nyoman Budiarja saat dikonfirmasi mengatakan, para simpatisan PSHT yang ditangkap polisi itu sebagian besar berasal dari luar Mojokerto. Dari Lamongan ada 23 orang, empat orang dari Bojonegoro, warga Nganjuk dan Jombang masing-masing satu orang, dan sisanya enam orang warga Mojokerto.
Nyoman menyebut, meskipun telah dilakukan penangkapan, pihaknya masih belum menetapkan tersangka. Polisi masih mencari keterangan dari para simpatisan itu, siapa yang menjadi pelaku dari keributan di Dawarblandong itu.
”Kami harus menyelidiki siapa yang mempunyai peran dalam keributan tadi pagi itu. Dari hasil interogasi itu, kami baru bisa menetapkan tersangka. Kami masih punya waktu 1 kali 24 jam untuk penetapan tersangka,” katanya.
Karena simpatisan PSHT yang diamankan itu sebagian besar dari luar Mojokerto, maka Polres meminta bantuan personel dari Polda Jatim sebanyak satu kompi (90 polisi) untuk mengamankan titik-titik terluar dari Kab Mojokerto. ”Kami ingin ada penebalan pengamanan agar keributan itu tak terjadi,” tegasnya.
Mengenai penyebab keributan yang dilakukan simpatisan PSHT itu, Nyoman menegaskan, mereka tersulut emosi dan tak terima, karena adanya informasi dari Polres Mojokerto Kota bahwa seorang simpatisan PSHT bernama Dwi Cahyono (19) yang meninggal di RS Citra Medika pada Minggu (16/10) kemarin adalah korban kecelakaan tunggal di Desa Kupang, Kec Jetis, Kab Mojokerto.
”Untuk yang meninggal itu murni karena kecelakaan tunggal. Dia meninggal setelah motor Yamaha Vixion nopol W 6206 MP yang dikendarai bersama Andika Dwi Pratama (17) menabrak tiang listrik. Dia meninggal, bukan karena pengeroyokan,” jelas AKP Andria Diana Putra, Kasat Reskrim Polres Mojokerto Kota.
Terpisah, Indiarto SH, Kepala Divisi Hukum Pusat PSHT mengaku salah atas insiden itu. Ia mendesak aparat penegak hukum bersikap proporsional dalam mengusut tuntas kasus ini. ”PSHT menolak keras aksi kekerasan dan kita serahkan sepenuhnya kepada pihak yang berwajib untuk menanganinya,” ucapnya.
Indiarto juga mengaku siap memberi ganti rugi kepada masyarakat yang telah dirugikan atas insiden ini. Dan meminta maaf kepada masyarakat atas ketidaknyamanan ini. Serta siap memberi ganti rugi atas apa yang telah ditimbulkan.
Sekedar informasi, keributan terjadi bermula ketika usai tahlilan atas meninggalnya Dwi Cahyono (19) di Desa Temuireng, Kec Dawarblandong. Para simpatisan PSHT yang datang tahlilan itu kemudian konvoi ke beberapa desa pada Selasa (18/10) dini hari. Polisi yang sudah tahu ada konvoi itu ikut berjaga-jaga di area yang dilewati konvoi simpatisan PSHT itu.
Ketika lewat di Desa Pulorejo, para simpatisan yang konvoi itu lalu berteriak-teriak. Mereka tak hanya berteriak, tapi juga melempari beberapa rumah warga. Tak pelak, ada tiga rumah warga yang kacanya pecah. Akibat insiden itu, satu mobil patroli Polsek Dawarblandong yang kacanya pecah kena lempar batu. Dua sepeda motor milik Babinsa juga kena lempar batu. Begitu peristiwa keributan itu, polisi kemudian menyisir dan mengamankan simpatisan PSHT itu. [kar]

Tags: