Polrestabes Gerebek Pasutri Penyedia Jasa Prostitusi

Kanit PPA Satreskrim Polrestabes Surabaya AKP Ruth Yeni menginterogasi pasutri pelaku bisnis prostitusi di Surabaya, Senin (17/9).[abednego/bhirawa]

Polrestabes Surabaya, Bhirawa
YS (34) dan FT (35) tak bisa berbuat apa-apa setelah rumah kontrakannya digeledah polisi. Penggeledahan dilakukan lantaran pasangan suami istri (pasutri) yang tinggal di Jalan Lebak Jaya II Tengah Surabaya ini menjalankan bisnis prostitusi. Modusnya, mereka mempekerjakan dua korban sebagai terapis pijat plus-plus.
Penggerebekan tersebut dilakukan tim Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polrestabes Surabaya Sabtu (15/9) lalu. Hal itu dilakukan setelah polisi melakukan penyelidikan terhadap informasi adanya praktik pijat plus-plus yang ada di kontrakan tersebut. Setelah didalami, rupanya praktik tersebut dijalankan oleh YS dan FT.
Awalnya proses penggerebekan mendapatkan penolakan dari dua tersangka. Bahkan antara polisi dan tersangka sempat cekcok saat mereka mencoba melakukan penggeledahan di rumah tersebut. Meski demikian, polisi tetap melanjutkan penggeledahan itu.
Kanit PPA Satreskrim Polrestabes Surabaya AKP Ruth Yeni mengatakan, rumah kontrakan yang ditempati usaha kedua tersangka tersebut cukup luas. Di dalamnya ada sejumlah kamar yang dimodifikasi menjadi bilik-bilik kecil. Tak hanya itu, ditemukan tumpukan matras serta ratusan bungkus kondom yang disimpan di tas. Tas tersebut disembunyikan di laci almari.
“Ketika kami mendapatkan barang bukti kondom itu, tersangka FT mencoba merebutnya. Dia tak ingin bisnisnya terungkap,” kata AKP Ruth Yeni, Senin (17/9).
Ruth menjelaskan, dari barang bukti tersebut, pasutri dan dua korbannya dikeler ke Mapolrestabes. Dari hasil pemeriksaan, polisi akhirnya mengungkap modus prostitusi berkedok panti pijat tersebut. Menurut Ruth, awalnya korban mendapatkan SMS dari sebuah nomor yang tak dikenal. Isi SMS itu menawarkan korban pekerjaan.
“Mereka ditawari bekerja sebagai pembantu rumah tangga dengan iming-iming gaji tinggi dan uang transpor. Hal inilah yang membuat korban tertarik. Tapi kenyataannya keduanya dijadikan sebagai pekerja pijat plus-plus,” jelasnya.
Ruth menambahkan, bisnis yang dijalankan pasutri ini sudah berjalan sejak 2017. Mereka berbagi peran, YS bertugas mencari tamu sedangkan istrinya FT bertugas mengelola pemasukan dari pembayaran para pelanggan. YS mencari pelanggan tak hanya lewat mulut ke mulut atau WhatsApp saja.
“Tersangka juga menawarkan pijat plus-plusnya di sebuah forum jual beli online,” imbuhnya.
Perwira dengan tiga balok di pundaknya ini juga mengatakan, tarif yang dipatok untuk layanan pijat plus-plus tersebut sebesar Rp 700 ribu. Nantinya, uang tersebut akan dibagi dengan tersangka. Pembagiannya adalah Rp 400 ribu untuk tersangka, sedangkan Rp 300 untuk korban yang akan diberikan di akhir bulan.
“Pijat plus-plus yang dijalankan oleh dua tersangka ini cukup ramai, sebab salah satu korbannya masih di bawah umur,” pungkasnya.
Adapun barang bukti yang berhasil disita adalah alat kontrasepsi, catatan tamu atau pelanggan, HP dan lotion bedak serta minyak untuk pijat. Guna mempertanggungjawabkan perbuatannya, kedua tersangka dijerat Pasal 2 ayat 17 UU No 21 Tahun 2007 dan atau Pasal 296 KUHP dan atau Pasal 506 KUHP tentang pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). [bed]

Tags: