Pondokan Haji makin Jauh

clekit-nov2609Berapa tahun harus antre untuk menunaikan ibadah haji? Kuota (dari Pemerintah Arab Saudi) sebesar 0,1 persen dari jumlah penduduk terasa kurang. Dengan itu, jatah Indonesia hanya sekitar 222 ribu orang, padahal animonya mencapai lebih dari 400 ribu peminat. Maka jika daftarnya saat ini, mungkin baru bisa berangkat pada tahun 2030. Namun toh tidak menyurutkan keinginan untuk mendaftar berangkat badah haji.
Bahkan informasi antrean makin mendorong, lebih banyak pendaftar. Usia lebih tua akan berpengaruh pada kenyamanan beribadah. Lebih lagi pemondokan yang jauh. Karena itu sebagian masyarakat memilih menunaikan ibadah “haji kecil” untuk mengobati kerinduan bertemu Ka’bah. Pengalaman spiritual (dan nikmatnya) ibadah, memang tiada banding.
Karena itu muslim Indonesia berupaya keras untuk bisa menunaikan ibadah haji, walau dengan cara menabung puluhan tahun sekalipun. Asal bisa berangkat menunaikan ibadah haji, kesengsaraan lain malah menjadi spirit memperkuat tekad ibadah. Pemondokan di Makkah yang jauh dari Masjidil Haram tak pernah merisaukan jamaah haji. Makin jauh berjalan, diyakini makin mempertinggi derajat ke-ibadah-an.
Tetapi pada ranah administrasi publik, jauhnya pemondokan ke Masjidil Haram menjadi pengawasan. Karena patut dikhawatirkan terjadi mark-up harga pemondokan. Lazimnya, semakin jauh pemondokan akan semakin murah. Hal itu terbukti harga tanah di Makkah juga memperhitungkan jarak radius dengan Masjidil Haram. Harga termurah (karena paling jauh) bisa mencapai Rp1 miliar per-meter persegi.
Walau tak pernah dimasalahkan jamaah, problem pemondokan haji kini menjadi target pengawasan. Dulu, KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) sangat khawatir dengan antrean panjang calon jamaah yang telah menyetor ONH (Ongkos Naik Haji). Konon antusiasme ibadah haji yang telah membentuk antrean panjang itu mencapai Rp38 triliun. Dana yang sangat besar ini tersimpan di bank. Hasil jasa bank menjadi dana abadi umat (DAU).
DAU merupakan anggaran menganggur yang dikumpulkan dari surplus ONH selama puluhan tahun. Jumlahnya mencapai puluhan trilyun. Jumlahnya tak berkurang, walau setiap tahun diambil untuk berbagai bantuan keagamaan. Selama masih ada haji, DAU akan tumbuh makin besar, namun tidak bermanfaat (tidak produktif). Seharusnya, DAU bisa dipakai untuk membuat hotel dan pemondokan di dekat Masjidil Haram di Mekah, dan dekat masjid Nabawi di Madinah.
Dengan pemondokan sendiri, maka pemerintah tidak perlu repot-repot mencari hotel pada setiap musim haji. Problem pemondokan misalnya, bukan hanya pada jarak radiusnya dari Masjidil Haram. Melainkan juga kualitas pelayanan, berupa tempat tidur, penerangan, telepon, AC, serta kenyamanan MCK (mandi cuci kakus). Biasanya, yang dekat-dekat masjid malah tidak nyaman karena dijejali banyak orang.
Kekhawatiran KPK (dan masyarakat) tentang DAU direspons positif oleh Kementerian Agama. Diantaranya memasukkan mantan pimpinan (komisioner) KPK sebagai Kepala Inspektorat. Sehingga seluruh proses pelaksanaan ibadah haji dapat dikontrol secara sistemik dan struktural. Ternyata, Kementerian Agama memperhitungkan jasa bank secara fair, dan tidak meng-utak-atik, sebelum JCH dipastikan berangkat.
Tetapi harus diakui, layanan ibadah haji Indonesia masih jauh sangat tertinggal dibanding layanan oleh pemerintah Malaysia. ONH di Malaysia juga lebih murah, dan penginapan jamaah hajinya lebih dekat dengan Ka’bah.  Mengapa ONH Indonesia lebih mahal? Jawabnya, karena komponen ONH Indonesia lebih banyak. Maka lebih banyak pula yang “bermain” pada pelaksanaan haji. Apalagi haji masih monopoli oleh pemerintah.
Lebih banyak yang bermain, tentu sangat rawan KKN (Kolusi, Korupsi dan Nepotisme). Selain itu juga masih terdapat komponen “aneh” yang diperkirakan mencapai 20% dari total ONH. Nilai kemahalan ONH ini bisa digunakan menambah living cost jamaah, serta ongkos ojek dari pemondokan ke Masjidil Haram.

——————- 000 ———————–

Rate this article!
Pondokan Haji makin Jauh,5 / 5 ( 1votes )
Tags: