Ponorogo dan Banyuwangi Terancam Tak Ikut Pilkada Serentak

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

KPU Jatim, Bhirawa
Sampai batas waktu terakhir penyerahan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) dana Pilkada yang resmi ditutup, Senin (18/5) oleh KPU Jawa Timur, ternyata ada dua kabupaten yang belum menyerahkan NPHD, yakni Kab Ponorogo dan Kab Banyuwangi.
“Sampai tadi sore (kemarin, red) dari 19 daerah yang ikut Pilkada serentak di Jatim pada 2015, tinggal dua kabupaten yang belum menyerahkan NPHD,” ungkap Dewita Hayu Shinta, anggota KPU Jatim Bidang Perencanaan, Logistik dan Keuangan saat dikonfirmasi, Senin (18/5) malam.
Dua daerah itu adalah Kabupaten Ponorogo dan Kabupaten Banyuwangi. Dengan demikian, Banyuwangi dan Ponorogo akan terancam absen dalam Pilkada 2015 karena melewati batas waktu terakhir penyerahan NPHD.  Selain lambat menyerahkan, kabarnya di dua daerah itu masih terjadi perdebatan soal teknis penggunaan anggaran Pilkada.
“Kabupaten Ponorogo informasi terakhir minta waktu sampai Rabu besok, Banyuwangi sampai sore (kemarin, red) tadi belum selesai,” kata perempuan yang akrab disapa Sisin ini.
Menurutnya, KPU Jatim tetap pada kesepakatan awal yakni terakhir penyerahan NPHD pada 18 Mei 2015. Batas waktu itu sebenarnya sudah terlambat karena tahapan Pilkada di 19 daerah sudah berjalan dan sudah sangat membutuhkan pencairan anggaran. “Kita akan tetap kawal sampai pukul 00.00 (tadi malam), sambil terus melakukan koordinasi dengan pemda setempat agar malam ini diselesaikan,” terang Sisin.
Menurutnya, masa injury time ini sangat mendesak. Apalagi KPU pusat juga sudah mewanti-wanti pentingnya anggaran segera dicairkan. Selanjutnya, soal angka sudah selesai dibahas masing-masing daerah dan kesepakatan anggarannya sudah ada. “Tinggal mekanisme pencairannya yang menjadi perdebatan,” ungkapnya.
Ini karena, dalam penyusunan anggaran Pilkada harus memperhatikan Permendagri No 44 Tahun 2015 tentang NPHD menyangkut item-item yang akan dibiayai APBD. Permendagri sendiri sebenarnya ada yang beda penafsiran dengan UU Pilkada. Misalnya alat peraga kampanye tidak ada di Permendagri, di Undang-Undang alat peraga harus dibiayai APBD. Kemudian auditor public untuk mengawasi dana kampanye itu tidak diatur di Permendagri.
Ditambah masa kerja penyelenggara Pilkada tidak sesuai dengan durasi tahapan. Di Permendagri (masa kerja penyelenggara) hanya diatur sampai 8 bulan, padahal lebih dari 9 bulan.    “Sebenarnya hanya masalah pernafsiran saja, daerah lain bisa kenapa ini yang dua daerah kok belum,” tandasnya.
Jika ternyata sampai Senin dini hari dua kabupaten itu belum bisa menyerahkan NPHD, KPU akan menyikapinya dengan serius. Termasuk hingga penundaan Pilkada seperti yang sudah dilontarkan Ketua KPU Jatim Eko Sasmito beberapa waktu lalu. “Kita akan rapatkan bersama seluruh anggota KPU besok (hari ini, red),” pungkasnya.

Tolak Revisi UU Pilkada
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menegaskan menolak usulan DPR yang ingin merevisi Undang-Undang Pilkada. Usulan revisi itu dianggap tidak relevan dan akan merembet ke semua substansi dalam UU Pilkada.
“Saya kira, kalau dibuka kesempatan untuk merevisi UU Pilkada, pasti tidak hanya di tiga poin saja, pasti akan merembet ke yang lain. Ini yang dikhawatirkan oleh KPU akan mengganggu tahapan-tahapan Pilkada serentak ” ucap Tjahjo di Istana Negara kemarin.
Terkait dengan sengketa dua partai yang terancam tak mengikuti Pilkada, Tjahjo mengatakan pemerintah tetap ingin menggunakan peraturan KPU. “Kan, sudah ada mekanismenya oleh KPU, jadi pakai itu saja,” ujarnya.
Tjahjo menuturkan pemerintah saat ini hanya fokus pada pencairan anggaran Pilkada. “Konsentrasi kami hanya anggaran Pilkada yang diharapkan tercukupi, tapi masih belum sinkron dengan anggaran yang diajukan oleh KPU di daerah,” ucapnya. [cty]

Tags: