Potensi Wisata Syariah di Madura

dr-abdur-rohmanOleh :
Dr Abdur Rohman.MEI
Ketua Pusat Studi Ekonomi Syariah di Universitas Trunojoyo Madura

Aktivitas di sektor pariwisata sebelumnya identik dengan hiburan yang jauh dari suasana Islami. Namun, belakangan wisata syariah berkembang seiring banyaknya permintaan untuk mengisi waktu berlibur dengan kegiatan bernuansa Islami, terlebih sejak di-launching-nya wisata syariah pada Desember 2012 lalu oleh Kemenparekraf, telah diterbitkan juga buku-buku pedoman mengenai pelaksanaan wisata syariah. Pada 2013 lalu, pihak Kemamenparekraf sudah memasukkan Jawa Timur menjadi salah satu provinsi dari 12 daerah pengembangan wisata syariah. Selain Jawa Timur 11 provinsi lainnya yang menjadi daerah pengembangan wisata syariah adalah Sumatera Barat (Sumbar), Riau, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat (Jabar), Jawa Tengah (Jateng), Jawa Timur (Jatim), Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Aceh.
Konsep syariah kian marak dan menjdi tren di masyarakat Indonesia, bahkan mereka yang non-muslim pun bisa, sepertu yang dilakukan oleh jepang dan Thailand yang sudah meluncurkan program wisata spa syariah sejak tahun 2012. Kata “syariah” pun semakin lekat pada dunia bisnis sebagai daya tarik dan alat marketing yang cukup manjur di mana-mana. Selanjutnya yang menjadi pertanyaan mendasar adalah Bagaimana syariah itu sendiri mempengaruhi industri pariwisata? Dunia perbankan adalah yang pertama kali mengenalkan konsep syariah di Indonesia pada tahun 1992. Namun saat itu, masih terkesan setengah hati, seperti yang penulis sapaikan pada artikel seblumnya ” Syariha jangan jadikan lebel” (birawa,2/112016)
Yang menarik, demam syariah belakangan juga merambah industri hospitality. Di beberapa daerah, banyak usaha di bidang pariwisata yang mengaitkan konsep syariah dan secara blak-blakan pula mencantumkan keterangan “syariah” pada penamaan bisnisnya, mulai dari layanan hotel sampai jasa laundry syariah dengan sistem pemisahan antara laki-laki dan perempuan.
Madura Jawa Timur dan Porsi Wisata Syariah
Pada tanggal 10-11-2016, penulis secara kebetulan diundang untuk FGD terkait pengembangan wisata syariah di Madura yang sebagian besar penulis tuangkan dalam bentuk opini. Pulau Madura dengan berbagai keunikannya dan kekayaan alam, pantai yang indah tersebar di empat kabupaten di pulau madura, kabupaten tersebut meliputi Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan sangat berpotensi menjadi destinasi pariwisata yang khas dan unik di Jawa Timur. Keberadaan Madura yang identik dengan Islam dan dicitrakan sebagai pulau santri dapat menjadi sebuah ikon baru pariwisata syariah.
Wisata syariah itu lebih pada aspek akomodasi dan cara pelayanannya syariah, seperti misalnya kolam renang laki-laki dan perempuan terpisah, penginapan tidak menerima yang bukan muhrimnya. Jadi tidak harus masjid atau makam saja, lokasi wisata dapat berupa pantai, gunung, masjid, pesantren, Asta buju’ dan panorama alam lain yang cocok dijadikan komoditi wisata, Madura sangat berpotensial dikembangkan, bahkan dapat dijadikan lokasi favorit wisata syariah di Jawa Timur.
Wisata syariah berbeda dengan wisata muslim dan wisata religi. Wisata Muslim adalah wisata yang peserta wisatanya adalah Muslim. Sedangkan wisata religi adalah wisata yang objek destinasi wisatanya bersifat religius semisal tempat ibadah, makam-makam sunan atau ulama, napak tilas sejarah para pejuang agama, dan lain-lain.
Wisata religi tidak hanya melibatkan wisatawan Muslim saja, tetapi jika wisatawan non muslim hendak mengadakan wisata religi juga bisa, seperti mengunjungi gereja-gereja, candi-candi, jejak prasasti masyarakat Hindu, dan lain-lain.
Keragaman objek dan daya tarik wisata sebagaimana disebutkan di atas ini merupakan magnet bagi wisatawan untuk berkunjung ke Pulau Madura, apalagi didukung oleh kondisi sosial budaya masyarakat Madura yang Islami. Sehingga keberadaan Madura akan memberikan daya tarik yang berbeda dengan daerah-daerah lainnya.
Wisata Syariah diMadura dalam renungan
Sungguhpun madura mayorias berpendudukan muslim, sebagaian besar diantara mereka ternyata menjadi was-was dengan adanya syariah bahkan tidak menutup kemungkinan wisata syariah di Madura hanya sebuah bayang-bayang, bahkan kata syariah hanya dibuat alat untuk berlindung untuk sebagian orang demi kepentingan individu. Oleh karena ini, setidak ada hal yang dapat perlu diperhatikan untuk mewujudkan wisata syariah di Madura lebih bermartabat diantara
Pertama: Adanya Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan pariwisata budaya Madura haruslah berdampak pada dua aspek, yaitu aspek ekonomi dan aspek konservasi budaya. Pada aspek ekonomi, masyarakat akan memperoleh keuntungan ekonomi, sehingga bisa digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Keuntungan itu bisa diperoleh secara langsung atau tidak langsung. Pada aspek konservasi, masyarakat akan berupaya keras untuk melestarikan potensi budaya yang mereka miliki. Karena hanya dengan cara demikian, potensi budaya yang mereka miliki itu bisa “dijual” kepada wisatawan untuk memperoleh keuntungan ekonomi.
Kedua : Pemunuhan SDM yang profesional, khususnya pemandu wisata syariah, termasuk didalamnya komunitas travel, sehingga diiperlukan sebuah komunitas / paguyuban tour guide (pemandu wisata), SDM ini dipersiapkan dalam rangka pengoptimalan dan peningkatkan jumlah kunjungan wisatawan lokal dan mancanegara untuk dapa berkunjung di tempat-tempat wisata syariah.
Ketiga: Mempersiapkan infrastruktur dan fasilitas pengembangan wisata syariah di Madura. Diharapkan dengan pembangunan infrastruktur yang ada, investor baik untuk hunian, hotel, restoran dan lainya akan segera tertarik untuk menanamkan investasinya.
Keempat : Pemegang kebijakan ( khususnya para Bupati ), dapat menghilangkan statemen negatif yang mendarah daging di pulau madura, misalnya Madura terkenl karena sering caruk, Madura terkenal dengan begal dan pencurinya dan lain. Hal ini yang dilakukan oleh Bupati Banyuwangi, mengapa wisata Banyuwangi (sekalipun masih belum menyatakan sebagai wisata syariah) mulai dikenal di dunia international dibidang wisatanya. Salah satunya adalah perjuangan bupati banyuwangi dalam upaya menghilangkan statemen negatif tentang Banyuwangi. Banyuwangii dulunya dikenal sebagai kota Santet dan klenik-klenik lainnya, perlahan secara pasti statemen tersebut mulai hilang. Para wisatawan lebih tertarik membicarakan kehebatan wisatanya dari pada berbicara tentang klenik-kelniknya.
Kempat hal tersebut, masih dapat dikembagkan lagi untuk dapat terwujudnya wisata syariah di Madura, Tetapi yang paling penting menurut penulis terletak kepada komitmen man yu’alliq al-Jaras (Kepada siapa amanah diberikan), komitmen para bupati adalah kuncinya. Wallahu a’lamu bishowabi

                                                                                                            ———– *** ————

Rate this article!
Tags: