Potret Buram Perguruan Tinggi

Sutawi

Oleh :
Sutawi
Guru Besar Universitas Muhammadiyah Malang

Perguruan tinggi (PT) merupakan satuan penyelenggara pendidikan tinggi yang bertanggung jawab membentuk sumber daya manusia berkualitas yang berdaya saing di tingkat nasional, regional, maupun internasional. Dalam UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi Pasal 4 disebutkan bahwa pendidikan tinggi memiliki 3 (tiga) fungsi, yaitu: (1) mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, (2) mengembangkan sivitas akademika yang inovatif, responsif, kreatif, terampil, berdaya saing, dan kooperatif melalui pelaksanaan tridharma, dan (3) mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora. Sejak diundangkan 11 tahun lalu, tampaknya PT di Indonesia belum mampu menjalankan ketiga fungsi tersebut dengan baik.

Pertama, daya saing PT di Indonesia sangat rendah. Pangkalan Data Pendidikan Tinggi/PDDikti (2023) mencatat terdapat 4.539 perguruan tinggi (PT) di Indonesia. Di antara ribuan PT tersebut, hanya 4 (empat) PT atau 0,088 persen yang mampu masuk dalam 500 PT terbaik dunia versi QS World University Rankings 2022, yaitu UGM (254), UI (290), ITB (303), dan Unair (465). PT lainnya yang berhasil masuk dalam 1.000-an besar universitas terbaik dunia adalah IPB, ITS, Unpad, Binus, Undip, Telkom University, UB, Unhas, Unand, UMS, UNS, dan USU. Total terdapat hanya 16 atau 0,35 persen PT di Indonesia masuk dalam QS WUR 2022, masing-masing 13 PTN dan 3 PTS. QS WUR menggunakan metode pemeringkatan berdasarkan pada 6 (enam) aspek, yaitu Academic Reputation (Reputasi Akademik), Employer Reputation (Reputasi Pemberi Kerja), Faculty Student Ratio (Rasio Mahasiswa Fakultas), Citations per Faculty (Kutipan per Fakultas), International Faculty Ratio (Rasio Fakultas Internasional), dan International Students Ratio (Rasio Mahasiswa Internasional). Fenomena ini membuktikan bahwa hampir semua PT di Indonesia memiliki kualitas pengelolaan yang buruk pada keenam aspek yang ditetapkan QS WUR.

Pemerintah melakukan evaluasi kelayakan dan mutu PT melalui akreditasi yang dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT). Proses akreditasi PT menggunakan 9 (sembilan) standar menghasilkan status akreditasi dan peringkat terakreditasi. Status akreditasi PT terdiri Terakreditasi dan Tidak Terakreditasi, sedangkan peringkat terakreditasi PT terdiri terakreditasi Baik, Baik Sekali, dan Unggul. Makna peringkat terakreditasi Baik adalah memenuhi Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN Dikti), terakreditasi Baik Sekali dan terakreditasi Unggul adalah melampaui SN Dikti. Tingkat pelampauan untuk mencapai peringkat terakreditasi Baik Sekali ditetapkan berdasarkan hasil interaksi antarkriteria yang membawa PT pada pencapaian daya saing di tingkat nasional, sedangkan pelampauan untuk mencapai peringkat terakreditasi Unggul ditetapkan berdasarkan hasil interaksi antarkriteria yang membawa PT pada pencapaian daya saing di tingkat internasional. BAN-PT (2023) melaporkan terdapat 1.810 PT (59,25 persen) terakreditasi Baik, 208 PT (6,81 persen) terakreditasi Baik Sekali, dan hanya 56 PT (1,83 persen) dari 3.055 PT yang terdaftar di BAN-PT dengan status akreditasi Unggul.

Kedua, sivitas akademika (dosen dan mahasiswa) kehilangan kodrat. Tugas utama sivitas akademika adalah mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Berdasarkan tugas utama yang dikenal dengan “tridharma perguruan tinggi” tersebut, dapat dikatakan bahwa “kodrat” sivitas akademika pada dasarnya adalah belajar-mengajar, meneliti, dan mengabdi. Semua sivitas akademika dengan mudah mampu melakukan ketiga kodrat tersebut.

Pada tahun 2017 Kemenristekdikti mengeluarkan edaran bagi mahasiswa, baik tingkat sarjana (S1), magister (S2), maupun doktor (S3), untuk menulis karya ilmiah yang terbit di jurnal nasional atau internasional sebagai substitusi, suplemen, atau komplemen tugas akhir. Pada tahun 2019 Kemenristekdikti mengeluarkan peraturan bagi dosen untuk memublikasikan karya ilmiah di jurnal nasional atau internasional sebagai syarat wajib untuk kenaikan jabatan akademik maupun laporan kinerja dosen (LKD). Kebijakan tersebut bertujuan meningkatkan kuantitas dan kualitas karya ilmiah pada skala nasional dan internasional. Kewajiban ini menambah kodrat sivitas akademika menjadi empat, yaitu “menulis karya ilmiah”. Ketika dihadapkan pada kewajiban menulis karya ilmiah inilah banyak sivitas akademika yang kehilangan kodratnya. Banyak sivitas akademika yang belum terbiasa menulis jurnal ilmiah menjadi panik. Joki karya ilmiah kemudian dijadikan solusi untuk menggantikan kodratnya menulis karya ilmiah. Berdasarkan investigasi Harian Kompas (11/02/2023) fenomena perjokian karya ilmiah marak terjadi di berbagai kota besar di Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Fenomena ini tidak hanya terjadi secara gelap-gelapan tetapi sudah terang-terangan di media massa, media sosial, sampai media belanja online. Tarif untuk joki skripsi antara Rp 1,95-2,8 juta, tesis dan disertasi Rp 7,5-10 juta, sedangkan penerbitan jurnal nasional dan internasional Rp 5-10 juta di luar biaya penerbitan. Perilaku beberapa oknum mahasiswa dan dosen ini telah merusak reputasi sivitas akademika sebagai intelektual profesional di Indonesia.

Ketiga, pemimpin tertinggi PT kehilangan martabat. Dua orang rektor PTN yang bergelar profesor doktor menjadi tersangka koruptor. Rektor Universitas Lampung (Unila) ditangkap KPK pada 19 Agustus 2022 dengan barang bukti Rp 4,4 milyar dan Universitas Udayana (Unud) ditangkap Kejati Bali pada 8 Maret 2023 dengan kerugian Rp 442 milyar. Rektor Unila diduga menerima suap antara Rp 100-350 juta untuk bantuan memasukkan mahasiswa baru, sedangkan Rektor Unud diduga korupsi dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) mahasiswa baru jalur mandiri tahun akademik 2018 sampai 2022. Rektor adalah jabatan struktural tertinggi, prosefor adalah jabatan fungsional tertinggi, dan doktor adalah gelar akademik tertinggi di PT. Dengan menyandang ketiga posisi tertinggi tersebut, seharusnya seorang rektor mampu menjaga martabat pribadi, lembaga PT, dan amanat UU Pendidikan Tinggi.

Suap menyuap jalur mandiri di perguruan tinggi, baik PTN maupun PTS, sudah terjadi puluhan tahun dan sudah menjadi rahasia publik. Besarannya bervariasi, antara Rp 100 juta sampai Rp 1 miliar. Semakin favorit fakultas dan semakin banyak peminatnya, maka semakin mahal biaya suapnya. Suap termahal mencapai Rp 1 miliar biasanya untuk Fakultas Kedokteran. Di PTS persuapan semacam ini tidak menjadi pantauan KPK maupun Kejati, karena tidak melibatkan lembaga pemerintah, pejabat pemerintah dan keuangan negara. Sebaliknya, di PTN persuapan menjadi pantauan KPK dan Kejati, karena melibatkan lembaga pemetintah, pejabat pemerintah, dan keuangan negara. Meskipun telah terjadi menahun, baru dua orang rektor PTN tertangkap KPK atau Kejati dalam kasus penerimaan mahasiswa baru. Hal ini bukan berarti di PTN lain tidak ada suap, atau rektor PTN lainnya bersih dari korupsi uang penerimaan mahasiswa baru. Barangkali saja Rektor Unila dan Unud sedang apes, sedangkan rektor PTN lain masih beruntung.

———– *** ————-

Rate this article!
Tags: