Potret Kehidupan dalam Sebuah Karya Sastra

Judul Buku  :Cannery Row
Penulis  :John Steinbeck
Penerjemah: Eka Kurniawan
Penerbit  :Bentang Pustaka, Yogyakarta
Cetakan  :Pertama, Juli 2017
Tebal    :viii + 236 Halaman
ISBN    : 978-602-291-407-5
Peresensi   ; Oleh: M. Agus Muhtadi Bilhaq*
Mahasiswa Program EEC Sanata Dharma Yogyakarta.

Sebuah karya sastra tak jarang berperan sebagai refleksi atau pantulan dari situasi-kondisi manusia dan masyarakat. Ia menjelma sebagai tiruan atau salinan dari kehidupan manusia. Mulai dari tradisi, struktur sosial, nilai moral, sistem politik, hingga problematika kehidupan yang terjadi di masyarakat, semuanya termuat dalam rangkaian besar sebuah narasi sastra.Pada akhirnya, karya sastra tidak hanya menjadi sarana untuk mengekspresikan keindahan semata, melainkan juga tentang humanitas, kebaikan, hingga ketidakberdayaan dan ketertindasan, yang meski demikian tetap menyimpan pendar cahaya harapan.
Seperti halnya dalam Cannery Row, karya sastra gubahan John Steinbeck ini menyoroti segenap kehidupan manusia, baik sebagai makhluk sosial maupun sebagai individu yang penuh dengan “ketidakterdugaan.” Buku yang dalam edisi bahasa Indonesianya diterjemahkan oleh Eka Kurniawan ini menjadi sebuah mimesis atas struktur sosial-kehidupan masyarakat Cannery Row, Monterey California. Kisah-kisah tentang kesetiakawanan, keterasingan, serta kedermawananterangkum secara apik dengan nuansa realis-imajinatif. Dengan menggunakan premis yang polos dan sederhana, Cannery Row menyajikan kisah memukau tentang kemanusiaan.
Dalam buku ini diceritakan bahwa Cannery Row, Monterey California adalah tempat bagi kerumunan manusia, timbunan sampah, pabrik-pabrik pengalengan sarden, restoran, tempat pelacuran, serta rumah-rumah kumuh berada. Penduduknya adalah para pelacur, germo, tukang judi, dan anak-anak haram jadah (hlm.vi). Hanya ada kebisingan, kebusukan, serta bau amis pabrik pengalengan sarden di Cannery Row.Di tempat itulah,Doc yang seorang ahli maritim baik hati, Mack dan teman-temannya yang dianggap sebagai sampah masyarakat, serta Lee Chong seorang pedagang Tionghoa yang dermawan menetap.
Polemik dalam narasi buku bermula dari keinginan Mack dan teman-temannya untuk mengadakan sebuah pesta kejutan bagi Doc sebagai bentuk tindakan balas budi. Keinginan tersebut muncul sebabhanya Docsatu-satunya orang di Cannery Row yang senantiasa memperlakukan mereka dengan baik -meski pada kenyataannya Doc memang selalu baik kepada semua orang.Kebanyakan penduduk Cannery Row menganggap Mack dan teman-temannya sebagai sampah masyarakat, sehingga mereka dijauhi bahkan “ditolak” keberadaannya. Jika pun ada yang mau berbaik hati, itu semata karena takut atau tidak mau berlama-lama berurusan dengan mereka.
Namun apa boleh buat,rencana Mack dan kawan-kawan tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Pesta kejutan yang mereka persiapkansebaliknyaberubah menjadi kekacauan yang tak terhindarkan.Sekelompok pelanggan dari Bear Flag tiba-tiba datang membuat kegaduhan di kediaman Doc, yang berujung pada perkelahian.Karenanya,bukan pesta kejutan yang menyambut,melainkan pecahan gelas, pecahan kaca jendela, serta piringan hitam koleksi favoritnya yang hancur berserakan. Doc yang baru saja tibajustru mendapati laboratoriumtempat tinggalnya dalam keadaan kacau-balau dan porak-poranda.
Akibatkejadian itu, Mack dan gerombolannya secara sosial semakin terasing dan ditolak keberadannya. Terlebih bagi Lee Chong yang dermawan, sebabia merasa bahwa dirinyalah yang membiayai kekacauan itu. Lee memberikan Mack dan teman-temannya modal untuk mengadakan pesta dengan cara membeli kodok-kodok hasil tangkapan mereka. Bagi warga Cannery Row, Doc terlalu baik untuk mendapat perlakuan semacam itu. Apa yang telah Mack dan teman-temannya perbuat di kediaman Doc, semakin menegaskan mereka sebagai pembuat masalah.
Yang menarik dari novel ini adalah sisi humanitas yang terdapat dalam setiap bagian narasi novel.Ini dapat pembaca temukan, misalnya, dari sikap yang ditunjukkan oleh tokoh Doc ataskekacauanyang telah diperbuatMack dan teman-temannya. Bagi masyarakat Cannery Row, niat baik Mack untuk mengadakan pesta kejutan sepenuhnya telah dilupakan. Sebaliknya, mereka percaya bahwa Mack dan teman-temannya telah membongkar paksa dan masuk ke dalam laboratorium, mengacaukannya dengan kedengkian dan kejahatan murni.
Namun tidak demikian dengan Doc, meski menjadi pihak yang dirugikan, ia tetap menghargai niat baik Mack.Baginya, kesalahan yang telah diperbuat Mack dan teman-temannya hanya bagian dari kehidupan yangsiapa saja dapat melakukannya. Sebaliknya, Mack dan teman-teman, bagi Doc adalah representasi dari manusia yang merdeka. Mereka sekedar melakukan apa yang mereka inginkan dan mereka percaya. Kekacauan yang mereka perbuat bukanlah sesuatu yang tidak termaafkan. Pada akhirnya, masyarakat Cannery Row akan menyadari hal itu dan merubah cara pandang mereka.Waktu akan menyembuhkan segala sesuatu (hlm. 168).
Selain mengusung tema kemanusiaan, kelebihan lain dari novel ini terletak pada kekuatannyadalam menghidupkan suasana. Meminjam istilah Ignas Kleden, dalam novel ini “suasana”-lah yang bercerita, tanpa bantuan pengarang dan tanpa bantuan cerita. Gambaran tentang suasana pengap serta bisingnya Cannery Row, keindahan Carmel Valley yang dipenuhi tanaman aster, rusa dan rubah yang sesekali muncul untuk minum di pinggiran sungai Carmel, dilukiskan secara memukau dan terasa begitu hidup. Pembaca seakan dibawa masuk dan mengalami sendiri hidup di Cannery Row.

———- *** ————

Rate this article!
Tags: