PPDB Ruwet, Wali Murid Geruduk Disdikbud Kota Probolinggo

Para wali murit geruduk Disdikbud kota Probolinggo persoalkan sistem eror. [wiwit agus pribadi]

Probolinggo, Bhirawa
Hasil Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMP Negeri di Kota Probolinggo sudah diumumkan. Namun, sejumlah masalah tersisa. Sejak Rabu (8/7), belasan wali murid mendatangi kantor Disdikbud Kota Probolinggo. Mereka protes karena anak-anak mereka tidak dapat sekolah.
Mereka datang untuk minta penjelasan, mengapa anak mereka tidak mendapat sekolah. Padahal, jarak rumah dengan sekolah yang dituju dekat, tidak sampai 1 kilometer. Di sisi lain, sejumlah wali murid menilai, PPDB syarat permainan atau titipan.
Seperti yang diungkapkan Slamet Riyadi, 41, warga asal Jalan Sunan Kalijaga, Kelurahan Jati, Kecamatan Mayangan, Kamis (9/7). Menurutnya, anaknya mendaftar di SMPN 3. Jarak rumah mereka dengan SMPN 3 kurang dari 1 kilometer. Hasil PPDB menyebutkan, anaknya mendapat skor 75 untuk zonasi. Namun, anaknya tidak diterima.
Di sisi lain, ada siswa yang rumahnya di perbatasan Kota Probolinggo dengan Kecamatan Dringu, Kabupaten Probolinggo, malah diterima. Siswa itu menurutnya, malah hanya dapat skor 62 untuk zonasi. “Saya ingin tahu, pe-ranking-an skor zonasi itu seperti apa? Soalnya di sana (web) tidak dicantumkan nama dan alamatnya. Ada warga di perbatasan dengan skor 62, diterima di SMPN 3. Anak saya dengan skor 75, tidak diterima. Anak Pak Hasan tetangga saya, juga tidak diterima,” ungkap Slamet di depan Pos Pengaduan PPDB, kamis 9/7 pagi di kantor Disdikbud Kota Probolinggo.
Hal senada diungkapkan Hasan, 51, tetangga Slamet. Yang membuatnya kecewa, Disdikbud hanya memberikan satu solusi pada mereka. Yaitu, menyekolahkan anak mereka ke SMPN 6 yang pagunya belum terpenuhi. Atau kalau tidak mau, bersekolah di sekolah swasta. “Lho, itu kan bukan solusi namanya,” katanya.
Iin Mutmainah, 24, juga mengalami hal serupa. Warga Jl Sultan Agung Kelurahan/Kecamatan Kanigaran itu mendaftarkan adiknya ke SMPN 9. Sebab, jarak rumah mereka dengan sekolah sekitar 1 kilometer saja.
Dua hari usai pendaftaran, nama adiknya hilang dari daftar calon murid. Saat pengumuman, nama adiknya pun tidak ada. “Saat nama adik saya hilang, saya coba ke sekolahnya. Katanya disuruh ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Di dinas, saya disuruh ke sekolah lagi,” ungkapnya kesal.
Saat dibuka pendaftaran pemenuhan pagu tanggal 7-10 Juli, ia mendaftarkan lagi adiknya. Namun, kali ini sistemnya eror. Lalu tiba-tiba ada pemberitahuan, adiknya terdaftar sebagai siswa untuk pemenuhan pagu. Padahal, dirinya merasa belum mengklik atau memilih sekolah. “Makanya, ini saya tanyakan kepada petugasnya. Saya khawatir adik saya tidak dapat sekolah. Khawatir namanya hilang lagi seperti saat mendaftar di SMPN 9,” lanjutnya.
Tak hanya mereka bertiga. Siti Aminah, 22, warga Jl Ikan Blanak, Kelurahan/Kecamatan Mayangan, juga kelimpungan. Dia mendaftarkan adik iparnya ke SMPN 1. Namun, tidak diterima. “Padahal, Jalan Ikan Belanak ke SMPN 1 kan dekat. Tapi, menurut petugasnya, warga di Jl Ikan Belanak sangat sulit masuk ke SMPN 1 karena banyak pendaftar dari Jl Kartini dan di belakang SMPN 1 itu (Jl Suyoso, Red),” tuturnya.
Untuk masuk ke sekolah swasta, keluarganya tidak bisa membiayai. Sebab, keluarganya hanya mengandalkan hidup dari hasil menarik becak. “Orang tuanya ini tidak mampu. Jadi, kami cari SMP Negeri karena kan tidak bayar. Kalau harus ke swasta, uang dari mana?” lanjutnya.
Menyikapi sejumlah problematika PPDB, Kepala Disdikbud Moch Maskur, kamis 9/7/2020 menegaskan, masalah memang masih terjadi. Namun, menurutnya ada beberapa hal yang perlu dipahami. Pemerintah pusat menerapkan sistim zonasi 90 persen. Sementara pemerintah daerah hanya 60 persen. Sedangkan 40 persen sisanya, siswa diterima dari jalur prestasi, ABK (Anak Berkebutuhan Khusus), serta kepindahan tugas orang tua.
“Jadi, karena di tahun ini 60 persen, maka zonasinya dipersempit lagi. Misalkan pada tahun lalu calon siswa dari Mangunharjo atau Mayangan masuk di SMPN 1, tahun ini tidak masuk,” katanya.
Di sisi lain, menurutnya, PPDB jalur zonasi diatur oleh sistem/aplikasi. “Saya tidak mungkin memindah dan mengganti anak yang sudah masuk dan mendapatkan haknya di sana. Ini sistem yang mengatur. Bahkan, ada calon siswa yang memindah titik koordinat, ketahuan oleh tim yang memverifikasi. Sehingga, oleh tim dikembalikan ke titik koordinat awal,” paparnya.
Bagi mereka ini, sanksi memang tidak ada. Hanya saja, tim kemudian mengembalikan ke titik koordinat awal rumah mereka. Mengenai siswa dari keluarga tertinggal, termiskin, dan terpinggir, menurutnya akan ada pertimbangan khusus. Seperti kasus warga yang ada di Mayangan. “Untuk warga T3 (tertinggal, termiskin, terpinggir) ada penilaian khusus,” tandasnya.
Sementara untuk sistem yang eror, Maskur mengakui, pihaknya tidak bisa berbuat banyak. Hal itu menurutnya, akan jadi evaluasi ke depan. “Untuk sistem yang eror ini, akan jadi catatan dan evaluasi bagi kami. Sehingga, ke depan menjadi lebih baik,” paparnya.
Soal hilangnya nama calon siswa dari daftar PPDB, diakui Maskur ada oknum yang bermain dalam proses PPDB. Kepala Disdikbud itu menengarai ada oknum internal dan eksternal yang mensabotase data PPDB.
Kami sudah bentuk tim untuk memantau proses PPDB. Sepertinya ada yang merubah koordinat zonasi dalam pendaftaran. Nama-namanya sudah kami ketahui. Meski begitu, pihak Disdikbud Kota Probolinggo hanya akan mengembalikan data pendaftaran PPDB seperti sebelumnya. Namun untuk tahun-tahun berikutnya, sanksinya bisa saja akan di diskualifikasi dari pendafataran PPDB, tambahnya. [wap]

Tags: