PPDB Sistem Zonasi, Kebijakan Salah Obat

Sejumlah kisruh di berbagai daerah tak bisa dielakkan akibat lahirnya kebijakan Mendikbud tentang Sistem Zonasi dalam PPDB (penerimaan peserta didik baru). Kebijakan ini diatur dalam Permendikbud Nomor 17 2017 yang disempurnakan dalam Permendikbud Nomor 14 2018. Inti dari kebijakan ini adalah faktor jarak rumah dan sekolah menjadi pertimbangan utama dalam PPDB.
Tujuan Mendikbud sebenarnya mulia. Namun, menurut hemat saya, kebijakan Mendikbud salah obat. Analoginya, penyakitnya batuk, tapi obatnya malah diberikan Amoxilin.
Menghilangkan “kastanisasi” sekolah dan pemerataan kualitas sekolah bukan dengan sistem zonasi PPDB. Melainkan, dengan pembinaan para kepala sekolah dan guru secara komprehensif dan bersinambungan. Ini yang tidak optimal dilakukan oleh pemerintah. Kalaupun ada pelatihan-pelatihan yang dilakukan untuk para kepala sekolah dan guru, tanyakan kesinambungannya dan seperti apa kualitas dan bobotnya.
Untuk itulah, pemerintah semestinya menggandeng berbagai pihak, termasuk lembaga sosial yang bergerak di bidang pendidikan, untuk bekerjasama meningkatkan mutu para kepala sekolah dan guru yang pada akhirnya berdampak pada peningkatan kualitas sekolah. Sehingga, tidak ada lagi “kastanisasi” sekolah.
Pengalaman Dompet Dhuafa Pendidikan, lembaga sosial yang fokus menyelenggarakan model pendidikan berkualitas bagi masyarakat marjinal, di lapangan menunjukan pemerintah seperti kurang serius terhadap peningkatan mutu para kepala sekolah dan guru. Kami telah berulang kali membuka audiensi dan kerjasama dengan Pemerintah Daerah untuk membuat program peningkatan mutu para kepala sekolah dan guru, namun selalu menemui jalan buntu.

Muhammad Syafi’ie el-Bantanie
Direktur Dompet Dhuafa Pendidikan, Founder Sahabat Remaja.

Tags: