PPKM Dicabut, Apa yang Perlu Kita Lakukan?

Oleh :
Idham Choliq
Dosen S1 Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surabaya

Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah resmi mencabut kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Indonesia mulai Jumat (30/12). Pencabutan tersebut bukan tanpa alasan sebab Jokowi menilai bahwa kasus Covid-19 di Indonesia telah mengalami tren penurunan dalam beberapa bulan terakhir. Selain itu, Jokowi juga berpendapat bahwa imunitas atau antibodi penduduk Indonesia terhadap Covid-19 sudah tinggi. Hal itu didapatkan baik melalui pemberian vaksin maupun imunitas pasca seseorang terinfeksi virus.

Berdasarkan pencabutan tersebut maka tidak ada lagi pembatasan kerumunan dan pegerekan masyarakat. Sehingga aktivitas di tempat ibadah, di mal dan pasar rakyat, rumah makan dan kafe, serta bioskop. Kemudian area publik dan taman, kegiatan seni di fasilitas umum, tempat fitness, hingga konser dapat berjalan seperti sedia kala.

Selain itu, Pemerintah berharap, dicabutnya PPKM ini, dapat menuju proses endemi di Indoneisa. Kapan Indoensia dikatakan endemi ketika kemunculan suatu penyakit yang konstan atau penyakit tersebut biasa ada pada suatu populasi dalam suatu area geografis tertentu. Sampai saat ini World Health Organization (WHO) belum menyampaikan bahwa pandemi belum berakhir atau menuju endemi. Terdapat lima syarat agar Covid-19 beralih menjadi endemik. Pertama, tingkat penularan di masyarakat di bawah satu persen. Kedua, rasio kasus atau angka positivity rate kurang dari lima persen, sebagaimana ambang batas yang telah ditetapkan oleh WHO. Ketiga, tingkat pasien yang dirawat di rumah sakit kurang dari lima persen. Ke empat, angka kematian atau fatality rate kurang dari tiga persen. Level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berada pada transmisi lokal tingkat satu.

Berdasarkan data pada 27 Desember 2022 kasus COVID-19 harian mencapai 1,7 kasus per 1000.000 penduduk, positivity rate mingguan mencapai 3,35%, tingkat perawatan rumah sakit berada di angka 4,79%, dan angka kematian di angka 2,39%. Selain itu, seluruh kabupaten/kota di Indonesia saat ini berstatus PPKM level 1. Meski demikian, Indonesia tetap menunggu keputusan dari WHO tentang berakhirnya pandemi, sehingga pemerintah tetap mempertahankan status Kedaruratan Kesehatan, mengikuti status PHEIC (Public Health Emergency of International Concern) dari WHO.

Beberapa tidak sependapat dengan kebijakan pencabutan ini dan pemerintah diminta untuk meninjau ulang agar tidak terjadi lonjakan kasus baru. Beberapa lainnya sepakat dengan kebijakan pencabutan PPKM ini karena kasus Covid-19 dinilai mengalami penuruan kasus dalam beberapa bulan terakhir.

Kebiasaan Bagus

Terlepas dari beda pendapat di atas, menurut saya terdapat beberapa hal penting yang patut diperhatikan khususnya kebiasaan kita selama sama pandemi untuk tetap dilanjutkan meksi kebijakan PPKM telah dicabut.

Pertama, kebiasaan menggunakan masker. Kebiasaan ini masih sangat penting. Masker merupakah salah satu senjata yang masih ampuh untuk mencegah tertularnya kita dari virus Corona. Bukan hanya virus Corona tetapi juga virus-virus lainnya. Misalnya, TBC. Khususnya saat kita berada dalam kerumuman orang, sebaiknya kita tetap menggunakan masker. Selain itu, penggunaan masker juga bermanfaat untuk mencegah terpapar polusi udara, serta efek negatif sinar matahari dan polusi. Maka kebiasaan menggunakan masker tetap diperhatikan pasca pandemi.

Kedua, kebiasaan mencuci tangan. Seperti kita tahu, tangan merupakan media yang sangat rentan membawa berbagai agen penyakit ke dalam tubuh kita. Sehingga sebelum penyakit itu masuk ke tubuh kita, kebiasaan mencuci tangan baik mengunakan sabun dengan air mengalir atau menggunakan hand sanitizer tetap perlu dipertahankan. Hal tersebut sangat berguna untuk mencegah terjadinya berbagai penyakit.

Ketiga, Kebiasaan melakukan pemeriksaan. Meski PPKM telah dicabut bukan berarti Covid-19 telah berakhir. Maka dari itu, ketika kita mengalami gejala yang mengarah pada penyakit Covid-19, sebaiknya kita melakukan testing guna untuk antipasti dan perawatan yang diperlukan.

Kita Harus Berubah

Selama ini senjata yang kita miliki untuk mengendalikan virus, belum kita gunakan secara ampuh. Dalam melawan virus, kita manusia termasuk makhluk bandel untuk patuh melaksanakan aturan. Kita masih bandel memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak. Kita sering terjebak pada upaya-upaya singkat misalnya melakukan booster vaksin. Tetapi mengabaikan upaya-upaya kecil yang berdampak secara eksponensial. Booster memang bekerja untuk menaikkan imun, namun cara itu tidak bisa menghentikan pandemi.

Dari awal pandemi yang kita harapkan adalah tindakan-tindakan kecil dengan disiplin prokes. Bukan tindakan-tindakan heroik tetapi dampaknya hanya jangan pendek. Kita harus ingat bahwa upaya-upaya pencegahan harus lebih banyak diupayakan daripada upaya penyembuhan. Bukan sebaliknya. Terbukti kita pernah kelimpungan saat merawat pasien Covid-19 di rumah sakit.

Di awal tahun ini agaknya kita tidak perlu melakukan resolusi hal-hal besar. Momentum tahun baru ini penting untuk refleksi. Apa yang perlu kita refleksikan adalah bagaimana kita bisa berubah agar tetap bisa bertahan hidup di tengah kekhawatiran kita menanti kedatangan varian virus baru menggempur kita di masa yang akan datang.

——— *** ———–

Tags: