PPKM Level “Terkendali”

foto ilustrasi

Akhir pekan nanti masyarakat akan mulai bisa menonton film di gedung bioskop. Seluruh daerah di Jawa, khususnya pada daerah dengan PPKM level 3, dan 2, sudah di-izin-kan pemutaran film di gedung bioskop. Tapi wajib melaksanakan protokol kesehatan (Prokes) ketat, ditambah lolos skrening aplikasi PeduliLindungi. Kini makan dan minum kopi di warung juga bisa dinikmati lebih lama. Kegiatan ekonomi kreatif akan segera bangkit, termasuk pertunjukan (secara terbatas) sudah bisa dimulai.

Tetapi pemerintah masih perlu memperpanjang PPKM sebagai upaya penguatan pengendalian pandemi. Walau level 4 sudah tidak diberlakukan di seantero Jawa dan Bali. Menandakan pandemi semakin terkendali. Kasus harian positif CoViD-19 lingkup nasional konsisten menyusut drastis selama sebulan. Kini hanya terdapat 2.500 kasus baru, tersebar di 34 propinsi. Angka kesembuhan juga naik menjadi 95%, seiring kecakapan tenaga kesehatan (Nakes) menangani pasien CoViD-19.

Positive rate CoViD-19 nasional telah menurun tajam, kini hanya 2,4%. Jauh di bawah standar WHO (World Health Organization, Badan Kesehatan Dunia) sebesar 5%. Bahkan beberapa daerah (Jakarta, Surabaya, dan Semarang) sudah dibawah 2%. Namun bukan berarti aman benar, karena mutasi virus SARS-2 tetap bisa menular cepat. Sehingga setiap orang patut tidak abai Prokes 3M, terutama mengenakan masker secara baik dan benar di tempat keramaian.

Sukses mengendalikan pandemi sebagai “buah manis” ketaatan (dan kerelaan) masyarakat melaksanakan Prokes 3M. Walau perekonomian keluarga makin terhimpit. Tidak mudah meyakinkan masyarakat mentaati Prokes. Pemerintah telah menggalang kerjasama dengan berbagai tokoh masyarakat, tokoh adat, serta ulama dan kyai. Khususnya kampanye Prokes 3M. “Percaya” (dan peduli) keberadaan CoViD-19 menjadi tantangan sosial, dakwah keagamaan, dan adat.

Realitanya, yang tidak percaya CoViD-19 juga meninggal, karena terlambat dirujuk ke rumah sakit. Begitu pula yang “curiga” terhadap vaksinasi, kini turut berebut antre suntik vaksin. Faktanya, 95% kasus meninggal pasien CoViD-19 belum divaksin. Kini setiap penyelenggaraan vaksinasi selalu dipenuhi masyarakat yang meng-antre. Sampai pemerintah perlu menjarangkan jadwal vaksinasi suntikan kedua berselang 4 pekan. Pemerintah juga masih wajib “berburu” vaksin ke seluruh dunia.

Hingga kini telah disuntikkan sebanyak 116 juta dosis (42,5 juta diantaranya dosis kedua), ditambah 790 ribu dosis ketiga, khusus Nakes. Setara dengan 28,71% kebutuhan nasional, sampai target herd immunity terbentuk. Masih dibutuhkan sebanyak 288 juta dosis. Selama tahun 2021 (hingga akhir Agustus) belanja vaksin pemerintah mencapai sekitar Rp 10 trilyun. Termasuk pembiakan vaksin di dalam negeri oleh perusahaan BUMN.

Pada saat pandemi vaksinasi menjadi kewajiban pemerintah sebagai amanat konstitusi. UUD melalui pasal 28H ayat (1). menyatakan, “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.” Amanat UUD diadopsi UU UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Pada pasal 153, dinyatakan, “Pemerintah menjamin ketersediaan bahan imunisasi yang aman, bermutu, efektif, terjangkau, dan merata … untuk pengendalian penyakit menular ….”

Kini PPKM dengan basis level kedaruratan telah menunjukkan sukses mengendalikan pandemi. Tetap kewajiban pemerintah belum selesai. Masih terdapat “hutang” yang harus diselesaikan, terutama pemulihan ekonomi nasional (PEN). Dalam RAPBN 2021, biaya PEN dianggarkan sekitar Rp 754 trilyun. Realisasinya masih sebesar 50,5%. Sehingga masih perlu dikebut, terutama bantuan sosial (Bansos) kalangan keluarga berpenghasilan rendah.

Bansos sebagai hak seluruh rakyat juga dijamin konstitusi. Sekaligus sebagai penglipur lara keparahan kemiskinan.

——— 000 ———

Rate this article!
Tags: