Pra Kondisi Implementasi Vaksin Covid-19

Oleh : Oryz Setiawan
Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat (Public Health) Unair Surabaya

Harus diakui sepanjang tahun 2020 ini atensi pemerintah fokus memerangi pandemi Covid-19 yang merajalela di seluruh wilayah tanah air sekaligus berupaya mencari jalan keluar dari lingkaran pandemi. Hampir semua aktivitas dan sector lumpuh, kesehatan, perekonomian, sosial kemasyarakatan, budaya hingga peningkatan angka kriminalitas akibat dampak pademi bahkan urusan ranjang juga tak lepas dari dampak pandemi. Salah satu harapan harus dilakukan pemerintah dengan segala daya upaya adalah pengadaan vaksin dan obat vaksin. Vaksin Covid-19 ini menjadi most wanted setiap negara tak terkecuali Indonesia. Komitmen negara dipertaruhkan dalam pengendalian pandemi dengan mengerahkan potensi dan sumber daya yang tersedia untuk “segera menyelamatkan” 270 juta penduduk negeri ini. Dengan kata lain keberadaan vaksin seolah menjadi juru selamat untuk menekan penyebarluasan kasus yang terus melonjak hari demi hari. Diprediksi hingga akhir November 2020 angka kasus terkonfirmasi positif mencapai setengah juta.

Sebuah angka yang kasus riil yang bukan sekedar data statistik belaka. Makna yang terkandung adalah angka penularan Covid-19 kian mengkawatirkan tanpa pandang bulu, semua berrisiko tertular virus asal Wuhan China tersebut. Meski demikian harapan kesembuhan kasus juga meningkat sebagai gambaran bahwa penanganan kasus masih dalam jalur yang benar (on the right track). Secara empiris, vaksin adalah salah satu upaya untuk memutus rantai penularan meski secara simultan harus tetap dibarengi dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat. 3 M (Memakai Masker, Mencuci Tangan Pakai Sabun dan Menjaga Jarak) serta 3 T (Testing, Tracing dan Treatment) tetap menjadi kunci selain vaksin. Adanya roadmap vaksin nasional mencakup ketersediaan vaksin, cakupan jumlah penduduk, wilayah yang berisiko, sasaran klaster kelompok dan jejaring layanan untuk menjamin aliran distribusi. Selain itu juga agar penanganan kasus dapat dikelola secara komprehensif dengan prinsip kehati-hatian.

Meski terdapat potensi penolakan (resistensi) sebagian masyarakat terhadap vaksin Covid-19 nanti namun upaya sosialisasi dan pemahaman melalui berbagai medis sosial cetak maupun elektronik serta menyakinkan masyarakat bahwa vaksin Covid-19 harus aman, efektif dan dijamin halal. Rakyat Indonesia harus diyakinkan bahwa vaksin adalah salah satu jalan keluar untuk memutus rantai penularan yang lebih meluas. Jangan sampai terjadi seperti di Amerika Serikat, berdasarkan hasil Survei Pusat Riset Pew merilis bahwa hampir separuh warga Amerika, atau 49 persen, menyatakan mereka pasti atau kemungkinan besar tidak mau diimunisasi apabila suatu vaksin virus corona karena kekhawatiran mengenai efek samping vaksin. Kondisi tersebut berpotensi menghambat pengendalian pandemi dan kontraproduktif dengan upaya dan strategi pemerintah untuk sesegera mungkin lepas dari cengkraman virus.

Pra Kondisi

Setidaknya terdapat beberapa pertimbangan seperti keamanan, imunogenitas, efikasi dan efektivitas vaksin, yang harus dijamin negara sehingga mampu memberikan rasa aman di tengah masyarakat sehingga bukan pekerjaan yang mudah untuk melakukan penerapan vaksinasi secara massal meski dalam implementasinya dilakukan secara bertahap dan diprioritaskan pada kelompok berisiko seperti tenaga kesehatan. Salah satu kandidat vaksin COVID-19 tengah menjalani uji klinis fase III di Bandung, Jawa Barat. Hasil inspeksi dari Badan POM selaku pemegang otoritas hingga saat ini belum menemukan dampak yang cukup kritikal atau adanya reaksi yang berlebihan (Serious Adverse Event) yang dapat mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan vaksin. Hasilnya hanya ditemukan reaksi ringan seperti umumnya pemberian imunisasi. Badan POM akan melakukan monitoring secara berkala untuk mendapatkan data khasiat dan keamanan vaksin secara lengkap.

Data tersebut dibutuhkan dalam pemberian izin penggunaan dalam kondisi darurat atau Emergency Use Authorization (EUA). Berdasarkan penelitian beberapa ahli genetika populasi, setiap manusia dari berbagai etnis dan negara memiliki tingkat kekebalan tubuh atau imunitas yang berbeda-beda sehingga proses pengadaan vaksin tak dilakukan terburu-buru. Harus dibutuhkan kajian mendalam terkait kelayakan dan keamanan vaksin, seperti tidak adanya Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (KIPI) atau efek samping yang berat dan serius usai pemberian vaksin. Selain itu sesuai platform bank data virus influenza di dunia, GISAID telah mengidentifikasi terdapat tujuh strain virus corona SARS-CoV-2 di dunia. Banyaknya strain itu menandakan bahwa virus SARS-CoV-2 mengalami perubahan genetik sejak pertama kali diidentifikasi di Wuhan, China sehingga vaksin juga harus mampu melawan strain virus terutama terjadi di wilayah Indonesia. Semoga negeri ini cepat dan mampu dari jeratan virus Covid-19 yang semakin liar.

———– *** ————

Tags: