Praktik ‘NPWP’ Masih Akan Mewarnai Pilpres

160006_anggota-dpd-ri-darmayanti-lubis-di-kedubes-malaysia_300_225Jakarta, Bhirawa
Anggota DPD RI Prof Darmayanti Lubis menengarai NPWP atau nomer pira wani pira, masih tetap akan marak terjadi dalam Pilpres 2014. NPWP yang mewarnai Pileg bulan April lalu, masih sangat diminati oleh sebagain besar warga daerah. Apalagi jika penyelenggara Pemilu, KPU dan Bawaslu tidak melakukan tindakan dan sanksi. Dikhawatirkan kebiasaan buruk tawar menawar NPWP akan menghambat pendewasaan demokrasi Indonesia.
“Apapun hasil survey, masyarakat tak hiraukannya. Para Capres/Cawapres bicaralah yang membumi,  yang dimengerti rakyat. Gak usah bicara yang muluk muluk, harus koneksi orang orang pinter dsb dsb. Masyarakat itu hanya butuh kesejahteraan hidup. Jadi siapa pun yang terpilih jadi Presiden nanti, silahkan kerja keras, untuk mensejahterakan rakyat,” tandas Darmayanti anggota DPD RI,  pembicara dalam talk show DPD RI dengan tema “Lumbung Suara Prabowo/Hatta dan Jokowi/JK”. Hadir sebagai pembicara lainnya, Suratno Kepala Departemen Falsafah dan Agama Un. Paramadina, dan Usep Saeful Ahyar Direktur Eksekutif Public Opinion and Policy Research.
Menurut Usep Saeful, dari riset yang dilakukan lembaganya, persaingan kedua pasangan Capres/ Cawapres makin ketat. Pasangan PrabowoHatta terus mengejar JokowiJK untuk menyalip. Terdeteksi,di Jawa/Bali pasangan JokowiJK meraup suara terbanyak. Hal yang sama akan dipero leh JokowiJk di Kalimantan. Sedang PrabowoHatta meraih suara terbanyak di Indonesia Timur. Juga di Jatim PrabowoHatta unggul dengan angka 48,2% dan JokowiJK hanya 35%. Perolehan suara berimbang fifty fifty (50%&50%) akan ditemukan di Suma tera.
“Dari kajian kami, selisih suara sekitar 10,6% di pihak JokowiJK. Partai Demokrat yang telah merapat ke kubu PrabowoHatta, belum menghasilkan penambahan suara yang berarti,” ucap Usep.
Mengamati suasana Pilpres 2014, Suratno melihat, politisasi agama masih saja dipakai. Isue agama bahkan tetap digunakan untuk menja tuhkan lawan. Ucapan politisi senior yang menyamakan Pilpres 2014 sebagai perang Badar, telah mengun dang protes dari berbagai pihak. Sebab pernyataan seperti itu justru menyulut kalangan tertentu untuk berbuat onar. Tetutama di daerah, ormas tertentu itu sudah terbiasa berbuat onar semaunya, tanpa dikenai sanksi.
“Black campaig atau kampanye hitam, tidak perlu dibalas dengan hal sama. Tetapi sebaiknya dijawab mema kai penjelasan dengan bahasa rakyat. Sehingga mudah ditangkap dan dimengerti semua kalangan,” papar Suratno. [ira]

Keterangan Foto : Anggota DPD RI Prof Darmayanti Lubis.

Tags: