Praktisi Hukum Kabupaten Jombang Setuju RUU KUHP Ditunda

Diskusi Publik Telaah Kritis Nasib RUU KUHP di Zabo Coffe Jombang, Sabtu malam (28/09). [Arif Yulianto/ Bhirawa Jombang]

Jombang, Bhirawa
Praktisi hukum dari Jombang, Edi Haryanto berpendapat, dirinya setuju penundaan berlakunya Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Hal tersebut disampaikannya saat diwawancarai sejumlah wartawan usai acara diskusi publik bertema Sikap Untuk Demokrasi (Telaah Kritis Nasib RUU KUHP) #JombangTidakTinggalDiam di Zabo Coffe, Jombang, Sabtu malam (28/09).
Edi Haryanto mengatakan, penundaan itu diperlukan karena menurutnya, masih banyak klausul-klausul ataupun pasal-pasal yang masih tumpang tindih dengan situasi dan kondisi yang ada.
“Berbagai pasal bahkan, tentang praktisi, seperti kami sebagai advokat juga, ataupun juga tentang pasal-pasal yang berkaitan dengan publik, itu memang masih banyak yang harus direvisi lagi,” ujar Edi.
Edi menambahkan, sebuah Undang-Undang (UU) tidak boleh multi interpretasi. Dia menandaskan, jangan sampai RUU KUHP ini ketika sudah resmi menjadi regulasi, masih multi interpretasi.
“Ini akan menjadi bumerang bagi para pelaksana hukum itu sendiri. Contohnya ketika seberapa jauh pasal-pasal tersebut diberlakukan di publik. Tidak semua sih, tapi ada pasal yang memang harus diperbaiki lagi,” papar dia.
Ditanya lebih lanjut tentang adanya pendapat dari mahasiswa pada acara tersebut tentang masih perlunya dilakukan evaluasi terkait RUU tentang korupsi, dia mengatakan, pada pasal tersebut memang masih multi interpretasi juga.
“Ancaman hukumannya menurun, namun jika dilihat dari substansinya, KPK untuk mencegah dan untuk mengamankan aset negara, ancaman aset negaranya semakin naik, jadi orang bisa dimiskinkan. Namun ancaman (hukumannya) kalau bisa minimal samalah, jangan sampai turun, salah satunya itu,” beber Edi.
Sementara itu, penggagas acara diskusi, Shintia Ira Claudia, seorang mahasiswi dari salah satu universitas di Jombang menjelaskan, acara diskusi tersebut dilakukan berlatar belakang adanya pertanyaan dari sejumlah mahasiswa dari beberapa daerah mengapa di Jombang tidak terdengar kabar aksi terkait RUU KUHP, meski menurutnya, di Jombang sudah ada aksi demonstrasi terkait hal ini beberapa hari yang lalu.
“Mungkin pesertanya tidak sebanyak di kota-kota lain. Maka kita bisa turut untuk membuktikan kecintaan kita bahwa kita juga tidak tinggal diam atas apa yang dialami oleh negara dengan diskusi seperti ini,” kata Shintia Ira Claudia.
Menurut dia, tentang RUU KUHP ini, disahkan atau tidak disahkan RUU tersebut, hal itu menurutnya sah-sah saja. Namun lanjut dia, jika seandainya disahkan, pemerintah diminta untuk menghapus beberapa pasal yang menjadi tuntutan dari mahasiswa.
“Sahkan saja, tapi hapuslah yang menjadi kontroversi di kalangan masyarakat, bahkan di mahasiswa itu,” tandas dia.
Dia memberi contoh, pada RUU KUHP ini masih ada beberapa pasal yang menjadi kontroversi dan perlu dihapus seperti tentang RUU KUHP tentang korupsi yang menurut mahasiswa, memanjakan para koruptor dan RUU tentang gelandangan.
“Gelandangan yang ditangkap, menurut kawan-kawan, gelandangan tidak punya uang, makanya mereka jadi gelandangan. Jika ditangkap mereka harus bayar denda, pakai uang apa, untuk makan saja mereka susah,” imbuhnya.
Dia menyebutkan, selain dua pasal di atas yang perlu dihapus dari RUU KUHP, ada sejumlah pasal-pasal lain yang seharusnya dihapus dari RUU KUHP. Peserta diskusi itu sendiri bebernya, terdiri dari beberapa elemen seperti Komunitas Literasi Jombang, mahasiswa dari Jombang hingga dari Universitas Trunojoyo, Madura.
“Ada dari Malang, IAIN Kediri dan Tulungagung. Alhamdulillah mereka antusias,” pungkasnya.(rif)

Tags: