Pramuka Makin Terlupakan

ANi Sri RahayuOleh :
Ani Sri Rahayu
Pengajar Civic Hukum Universitas Muhammadiyah Malang

Gerakan Pramuka Indonesia saat ini tepat berusia 53 tahun. Sebuah gerakan yang tak lagi muda, sudah matang dan (semestinya) mapan, alias berkembang. Refleksi sederhana penulis, dulu semasa SD/MI kita akrab dengan gerakan kepanduan ini. Berbagai macam aksi dan kegiatan begitu ramai dan marak digelar. Persami (perkemahan Sabtu malam Minggu), pelajaran bagaimana cara-cara hidup di alam sekitar, tali temali, sandi/morse, dan lain sebagainya.
Namun, rasanya kini kegiatan itu tak semeriah dulu. Apakah, organisasi kepanduan ini semakin dilupakan? Mari kita ujicobakan untuk menyapa anak-anak, pelajar dan mahasiswa mengenai, apa itu pramuka, bagaimana mereka memandang organisasi kepanduan ini? Beragam ekspresi pasti akan muncul, bahkan bisa jadi ekspresi diam dan bingung terlihat pada diri mereka. Dan, lebih miris lagi, anak-anak muda saat ini justru memandang gerakan pramuka dengan sebelah mata. Mereka melihat pramuka sebagai organisasi “jadul” yang tak lagi cocok untuk perkembangan zaman yang semakin canggih dengan teknologi. Komputer tablet, iphone, dan ragamnya kini justru akrab dengan anak-anak.
Sandi morse yang dulu kita pelajari seolah makin tertelan oleh budaya SMS (short message service) dan blackberry massanger (BBM) serta telepon pintar lainnya. Tak tampak lagi kegiatan yang gerakan massif kepanduan ini. Perayaan hari Pramuka yang diperingati setiap 14 Agustus pun sekarang hanya sebatas seremonial belaka, miskin makna dan esensi pengembangan. Pramuka seolah semakin sepi peminat. Zaman semakin menampilkan budaya modern yang cenderung individualistik dan kapitalistik.
Jika kita menoleh ke belakang, pramuka di masa Orde Baru mendapatkan perhatian cukup besar dari pemerintah dan masyarakat. Pada masa itu, Pramuka cukup diminati oleh kelompok muda. Apalagi jika sudah berkaitan dengan aktivitas dan kegiatan pramuka seperti Jambore, perkemahan dan semacamnya. Media massa betul-betul mengawal Pramuka, sehingga terlihat kualitas dan kuantitas Gerakan Pramuka saat itu. Bagaimana masa kini? Perbedaan amat terasa bila dibandingkan dengan keberadaan Pramuka di masa kini. Gumilar R Somantri (2010, dalam Setiawan), seorang dosen Universitas Indonesia mengatakan, Pramuka sekarang berubah, kehilangan pamornya.
Kini Pramuka hanya dimaknai secara prosedural, sebatas seragam coklat. Orde baru saat itu menampilkan diri sebagai aktor yang cukup sukses menancapkan ideologi gerakan kepanduan sebagai salah satu pendukung nasionalisme. A Ferry T Indratno dkk (2007) dalam bukunya menyebutkan pembelajaran ideologi nasionalisme (saat itu) diimplementasikan dalam kegiatan kurikuler seperti Pramuka, Wawasan Widyatamandala, dan P4 (Pedomen Penghayatan dan Pengamalan Pancasila).
Membangun Akhlak
Jika kita mencermati tujuan gerakan kepanduan ini sungguh mulia. Pasal 4 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka menyebutkan, Gerakan Pramuka bertujuan untuk membentuk setiap Pramuka agar memiliki kepribadian yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, berjiwa patriotik, taat hukum, disiplin, menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa, dan memiliki kecakapan hidup sebagai kader bangsa dalam menjaga dan membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia, mengamalkan pancasila, serta melestarikan lingkungan hidup.
Dari tujuan tersebut, penulis melihat ada tiga pesan penting yang terkandung di dalamnya. Pertama, religiusitas; kedua, jiwa sosial; dan ketiga, nasionalisme (patriotik). Tiga pesan itulah yang dirangkai dalam visi atau tujuan gerakan kepanduan atau Pramuka untuk membangun akhlak manusia yang baik.
Pendidikan akhlak ini jelas penting bagi pembangunan manusia Indonesia seutuhnya; berintegritas, bermoral, berakhlakul karimah, jujur, dan adil. Mengutip Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya ‘al-Ulumuddin menyatakan, khuluk (akhlak) ialah hasrat atau sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya lahir perbuatan-perbuatan yang mudah dan gampang tanpa memerlukan pertimbangan dan pemikiran. Maka jika hasrat itu melahirkan perbuatan-perbuatan yang dipuji menurut akal dan syara’, maka itu dinamakan akhlak yang bagus dan jika melahirkan akhlak darinya perbuatan-perbuatan yang jelek, maka hasrat yang keluar dinamakan akhlak yang jelek.
Ketika kita kembalikan pada kondisi riil Gerakan Pramuka di Indonesia, maka terbentang nyata bagaimana salah satu unsur pembangun akhlak berupa gerakan kepanduan ini semakin terpinggirkan, ditinggalkan. Padahal, gerakan kepanduan ini masih sangat dibutuhkan bangsa ini yang tengah mengalami sakit akibat tergerusnya moralitas, akhlak, dan budaya korup serta anarkisme.
Penulis meyakini jika nilai-nilai luhur dan ajaran yang terkandung dalam Gerakan Pramuka benar-benar dilaksanakan, maka kita akan mendapati tumbuhnya sebuah pohon akhlak yang diidamkan sebagaimana definisi Al-Ghazali di atas.
Akhirnya, melalui refleksi peringatan hari Pramuka yang ke-53 dan sekaligus memperingati Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-69 kali ini, kita berharap jiwa-jiwa nasionalisme, patriotisme anak-anak bangsa terpanggil untuk memperbaiki visi dan semangat gerakan kepanduan yang semakin lama terlupakan. Di sinilah pentingnya melakukan revitalisasi Gerakan Pramuka agar organisasi ini semakin nyata dan tidak dilupakan.

——————- *** ——————

Rate this article!
Pramuka Makin Terlupakan,5 / 5 ( 1votes )
Tags: