Presiden BEM UINSA Surabaya Dorong Proses Judicial Review UU KPK

Surabaya, Bhirawa
Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) UINSA Surabaya menggelar Seminar Nasional dengan mengusung tema “Problem Sloving Polemik Revisi UU KPK” di Aula Syariah UINSA Surabaya, Jumat (18/10/2019).
Narasumber dalam acara tersebut yakni Dr. Sukma Sahdewa S.H., M.H., selaku Akademisi dan Praktisi Hukum, Dr. Riska, S.Ag., M.H., dari Akademisi dan IKA UINSA dan Jamil,. S.H., M.H., selaku Dosen Fakultas Hukum Ubhara.
Jamil Menjelaskan adanya dewan Pengawas dalam KPK adalah bagian dari kinerja KPK dalam mengungkap kasus korupsi. Tetapi jika dewan Pengawas ini dibuat untuk menyandera KPK maka akan membuat kinerja KPK terhambat.
“Kita bayangkan jika dewan Pengawas di tunjuk oleh Presiden, dan pegawainya dari ASN sudah jelas maka dalam kinerja akan tunduk pada UU kepagawaian,” paparnya.
Pihaknya pun mengakui bahwa dalam tubuh KPK banyak persoalan dan konflik antara anggota komisioner KPK itu sendiri. Yang harus dipertimbangkan, kata Jamil, adalah Presiden mengeluarkan Perppu yang sesui dengan keinginan masyarakat sehubungan dengan revisi UU KPK. “Tapi jalan terbaik dan sesuai hukum adalah dengan mengajukan Judicial Review ke MK,” jelas dia.
Pada kesempatan sama, Presiden BEM UINSA Surabaya, Ongki Fahrurrozi mengutarakan bahwa pihaknya akan mendorong proses Judicial Review UU KPK.
“Yang jelas kita akan menempuh sikap melalui aspek hukum dan melalui jalur konstitusi. Contoh, sikap yang paling realistis itu melalui Judicial Review. Bagaimana kita kemudian bisa mengajukan banding ke MK karena hasil MK itu hasil yang mutlak. Artinya, teman-teman sudah tidak dilema lagi dan menemukan sikap jalur akademisi,” katanya.
Ongki yang juga selaku Koordinator Pusat Perguruan Tinggi Islam Negeri (PTKIN) se-Indonesia ini juga mendorong legislatif review. Salah satu alasannya adalah sedang ada proses perbaikan kesalahan pengetikan UU KPK di DPR.
“Jadi sekalian ditinjau ulang seluruhnya. Karena setelah UU KPK ini berlaku kemudian kita masih menuntut perppu saya rasa tidak realistis. Ya kalau Perppu itu diterima oleh DPR, kalau tidak diterima maka ada gesekan eksekutif legislatif. Maka kita tetap menempuh jalur yang realistis,” terang Ongki.
Oleh sebab itu, ia mempertimbangkan untuk mengambil langkah hukum selain Perppu yang diakomodir oleh konstitusi untuk memperkuat KPK.
“Sikap kami, akan menempuh jalur rel-rel konstitusi. Kita tetap menghormati apa saja yang menjadi sikap temen-teman. Tapi ketika melihat hari ini rasanya kita tidak perlu lagi mendesak Pak Jokowi untuk mengeluarkan Perppu. Tapi langkah yang lebih taktis kita ke MK,” pungkasnya.
Perlu diketahui, kegiatan seminar tersebut bertujuan untuk memberikan wadah kepada mahasiswa dalam menyikapi revisi UU KPK yang telah diberlakukan pada tanggal 17 Oktober 2019 dalam bentuk kegiatan yang lebih mengedepankan keilmuan dalam menyampaikan aspirasinya tentang revisi UU KPK dari harus disampaikan dengan turun ke jalan. [geh]

Tags: