Presiden Terpilih Harus Perkuat Sistem Presidensial

yunarto-wijaya-berbicara-_120306213152-579Jakarta, Bhirawa
Ketua Kajian Sistem Ketatanegaraan MPR Prof Jafar Hafsah menilai sistem Presidensial yang dianut Indonesia rancu dengan sistem parlementer yang mengakomodasi banyak partai. Jadi Presiden terpilih dalam Pilpres 9 Juli 2014 mendatang, harus memperkuat sistem Presidensial itu.
“Dalam UUD 45 disebutkan, sistem politik Indonesia menganut paham Presidensial. Namun dalam UUD 45 juga menyebutkan persyaratan, pasangan Capres/Cawapres harus diusung oleh partai politik. Atau gabungan partai politik yang memiliki minimal 20% kursi di parlemen atau perolehan suara pada Pileg 25%,” papar Jafar Hafsah dalam diskusi di MPR RI tentang Upaya Penguatan Sistem Presidensial. Hadir sebagai pembicara, pengamat politik dari Charta Politika, Arya Fernandez dan Indria Samego pengamat politik LIPI.
Dikatakan Jafar Hafsah, dalam Pileg April lalu, tak satupun Parpol yang memenuhi syarat bisa mengusung sendiri pasangan Capres/Cawapres. Sehingga mereka harus bergabung membentuk koalisi. PDI Perjuangan yang jadi pemenang pertama Pileg, karena perolehan suara kurang dari 20%, terpaksa harus berkoalisi agar bisa mengusung Capres/Cawapres.
“Memetik pengalaman berkoalisi dengan banyak partai, Presiden SBY dan wakil Presiden Budiono pernah digoyang yang mengarah ke pemberhentian oleh parlemen. Walaupun tak berhasil, namun upaya menggoyang macam ini tidak baik bagi pematangan demokrasi. Maka Presiden terpilih dalam Pilpres 2014 maupun anggota DPR hasil Pileg 2014, harus mem perkuat sistem Presidensial, Agar tidak ada upaya memberhentikan Presiden ditengah jalan,” tandas Hafsah.
Arya Fernandez menilai positif sikap Presiden SBY yang netral, tidak memihak salah satu kubu Capres/ Cawapres. SBY sebagai Ketua Umum partai Demokrat, partai penguasa selama 10 tahun, tentu sulit untuk tidak memihak. Namun SBY sebagai Presiden tetap teguh untuk netral. Sehingga para kader Demokrat leluasa memilih condong kemana, dan tampaknya banyak yang condong ke Prabowo/Hatta. Walaupun ada juga Capres Konvensi Demokrat yang memilih kubu Jokowi/JK.
Indria Samego banyak menyoroti visi dan misi para kandidat Capres/ Cawapres. Terutama visi misi Capres Prabowo/Hatta tentang pemurnian agama, Dia mengingatkan politikus senior agar tidak menyamakan Pilpres ini dengan perang Badar. Pilpres bukan perang, Pilpres adalah kompeti si untuk memilih pemimpin terbaik Indonesia. Dalam berkampanye sebaiknya tidak mengumandangkan hal hal yang menimbulkan kebencian antar ras maupun agama. Dia juga mencela visi misi Capres/Cawapres yang menyatakan, akan memurnikan agama.
“Hanya Nabi yang berhak dan mampu memurnikan agama. Orang biasa seperti kita tak akan mampu memurnikan agama apapun, kecuali diutus Allah. Jangan ilusi tentang agama dibawa dalam kampanye,” cetus Samego.  [ira]

Keterangan Foto : Charta Politika

Tags: