Prevalensi Stunting di Bondowoso Turun Signifikan

Bupati Bondowoso Drs KH Salwa Arifin saat menyampaikan sambutannya di acara Rembuk Stunting yang digelar di Pendopo Bupati setempat, Rabu (24/3) kemarin.

Bondowoso, Bhirawa
Prevalensi stunting di Kabupaten Bondowoso menunjukkan penurunan signifikan. Angak ini berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2013 adalah 56,4 % dan Riskesdas Tahun 2018 adalah 38 %. Hal ini menunjukkan adanya penurunan prevalensi stunting sebesar 18,4 %.

Akan tetapi prevalensi stunting di Kabupaten Bondowoso masih lebih tinggi dibanding dengan Jawa Timur. Namun berdasarkan data hasil bulan timbang yang rutin dilaksanakan pada bulan Februari dan Agustus, prosentase balita stunting di Kabupaten Bondowoso pada bulan Agustus 2018 adalah 18,80%, 2019 adalah 14,59% dan 2020 adalah 12,23%.

Bupati Bondowoso Drs KH Salwa Arifin menyampaikan hal itu menunjukkan bahwa prevalensi stunting di Bondowoso sudah menunjukkan penurunan yang sangat signifikan.

“Yaitu 4 persen dari target yang di tentukan dalam setahun, yaitu sebesar 10,66 persen dalam 2 tahun (2019-2020-Red),”kata Bupati Salwa saat menyampaikan sambutannya di acara Rembuk Stunting di Pendopo Bupati, Rabu (24/3).

Bupati mengintruksikan pada pihak terkait, agar bulan timbang yang dilaksanakan pada semua posyandu untuk terus dipantau. Dimulai dari pemberdayaan masyarakat melalui keterampilan kadernya harus selalu ditingkatkan.

“Partisipasi masyarakat untuk selalu datang ke posyandu juga harus di ingatkan, baik ibu hamil, bayi sampai balita dengan tetap menerapkan protokol kesehatan,”urainya.

Hasil pelaksanaan bulan timbang yang di input pada Electronic Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (E PPGBM), Bupati Salwa meminta pada kepala Puskesmas agar bisa menyampaikan hasilnya kepada lintas sektor diwilayahnya baik itu camat ataupun kepala desa.

Sehingga kata dia, pemenang wilayah setempat mengetahui sasaran stunting yang nantinya harus dilakukan intervensi, baik secara spesifik dan sensitif.

Di mana intervensi dilakukan pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yang dimulai sejak awal kehamilan sampai anak berusia dibawah 2 tahun (Baduta). Intervensi pada ibu hamil dan Baduta sekaligus juga bisa turut mengawal keselamatan ibu dan bayi.

“Sehingga mampu menurunkan kasus kematian ibu dan bayi Kabupaten Bondowoso,” jelasnya.

Dijelaskannya, bahwa data sebaran ibu hamil beserta tingkat resikonya sudah bisa dipantau melalui Sistem Informasi Ibu dan Bayi (Sibuba), baik camat dan kepala desa dapat memantaunya sewaktu waktu dari Hp masing-masing.

Menurutnya, dari data pada Sibuba bisa ditindaklanjuti dengan melaksanakan program perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi untuk mewujudkan keselamatan ibu dan bayi menuju penurunan angka kematian ibu dan bayi.

Sedangkan terkait intervensi sensitif yang juga harus segera dituntaskan adalah pemenuhan akses air bersih dan sanitasi. Dimana akses air bersih 73,54%, menyebabkan masyarakat masih ada yang menggunakan sumber mata air atau bahkan sungai, yang jelas-jelas tidak memenuhi syarat kesehatan.

Di mana kepemilikan jamban masih 75,59 persen. Hal itu dari jumlah desa/kelurahan yang sudah ODF masih 94 dari 219 desa/kelurahan di Bondowoso yakni 42,92%.

“Masih ada 125 desa/kelurahan yang harus dituntaskan untuk segera ODF, sehingga kita bisa memenuhi target nasional 100 persen untuk akses jamban juga air bersih,” terangnya.

Dari hasil analisis data tahun 2020 yang dilakukan oleh tim penanganan dan pencegahan stunting Kabupaten Bondowoso yang didampingi oleh tim pendamping Banda didapatkan 17 Desa di Kabupaten Bondowoso dengan jumlah prevalensi balita stunting yang cukup tinggi.

“Ini yang nantinya akan menjadi lokus intervensi pada tahun 2022,”ungkap Bupati Salwa.

Akan hal itu, Bupati pun meminta untuk bersama-sama mencegah dan menanggulangi stunting sesuai tupoksi masing-masing melalui intervensi spesifik dan sensitif.

“Persoalan ini bukan menjadi bidang kesehatan saja, tetapi tugas kita semua demi mewujudkan generasi penerus yang sehat dan cerdas,” pungkasnya.

Informasi dihimpun, Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, menetapkan target angka stunting Nasional sebesar 14 % pada Tahun 2024. Hasil Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa prevalensi stunting di Provinsi Jawa Timur adalah 32,5 %. [san]

Tags: