Prihatin, Makanan Berbahaya

Makanan BerbahayaIroni, bahan kimia berbahaya semakin banyak ditemukan pada makanan jadi siap santap. Tak terkecuali untuk hidangan takjil buka puasa. Sehingga kini tak mudah lagi kongkow sambil menyantap makanan di warung, memanggil gerobak keliling,  sampai di restoran. Berdasar hasil sidak BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan) di berbagai pasar, diketahui banyak makanan mengandung bahan kimia beracun.
Banyak zat terlarang dicampur dalam menu makanan, sebagai cara menambah rasa, pengawet dan pemicu selera (warna dan aroma). Diantaranya zat jenis rhodamin-B, bersifat karsinogen (pemicu timbulnya kanker). Selain itu juga banyak makanan mengandung bahan pewarna tekstil, bahan pengawet serta boraks sampai formalin. Yang paling banyak ditemukan adalah makanan dalam kemasan kadaluwarsa.
Sangat banyak jenis makanan beredar di pasar tradisional, supermarket  sampai hypermarket mengandung bahan beracun berbahaya. Beras, daging ayam, daging sapi maupun kambing, ikan segar, ikan asin, biskuit, buah sampai kerupuk upil, ditengarai mengandung bahan pengawet, boraks dan zat pewarna tekstil. Walau tidak mudah membedakan, sesungguhnya terdapat ciri khas makanan yang mengandung bahan pengawet maupun boraks.
Cara paling mudah mengamankan selera adalah dengan melihat kondisi panganan. Misalnya, yang mengandung boraks nampak lebih bersih, tidak dikerubuti lalat. Jadi, lalat (dan serangga lain) saja sudah tahu dan tidak mau hinggap. Sebaliknya, daging sapi, daging ayam serta ikan segar dan ikan asin yang aman dibeli adalah yang dikerubuti lalat. Tinggal dicuci, lalu dimasak untuk menjamin higienis.
Begitu pula makanan kadaluwarsa, sebenarnya bisa disetarakan dengan bangkai, sebagai makanan tak layak konsumsi. Ciri makanan kadaluwarsa, cukup mudah dijejaki, misalnya beraroma tidak sedap (apek). Buah dan sayur juga tak luput dari asam salisilat. Senyawa kimia ini berasal dari jamur dan hama. Maka Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jatim bersama BPOM serta kepolisian, seyogianya lebih kerap  menggelar sidak makanan-minuman di pasar tradisional dan swalayan.
Selain itu juga perlu diwaspadai pemalsuan ingredients (bahan kandungan).  Diduga kuat, banyak produk makanan jadi (pabrikan), terutama makanan impor, menyembunyikan bahan senyawa kimia berbahaya. Senyawa kimia yang biasa dicampur (disalahgunakan) pada bahan makanan diantaranya: asam salisilat (aspirin), dietil pirokarbonat, kalium bromat, brominated vegetable oil (dalam minyak sayur) dan klorampenikol.
Zat-zat beracun efeknya dapat menyebabkan kanker, iritasi paru dan usus. Karena itu sidak oleh Disperindag dan BPOM, memang perlu bekerjasama dengan kepolisian. Sebab pencampuran zat berbahaya dalam makanan semakin masif menggejala. Padahal sudah terdapat UU Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pada pasal 8 tercantum Perbuatan yang Dilarangan Bagi Pelaku Usaha. Begitu pula pasal 9 berisi “seolah-olah” (baik dan menguntungkan) yang bertujuan tipu daya konsumen.
Pada pasal 61, dicantumkan sanksi penjara 5 tahun, dan denda Rp 500 juta. Sedangkan pasal 62 mengancam sanksi pidana lain apabila menyebabkan sakit berat, cacat dan kematian). Juga terdapat ancaman pencabutan izin usaha pada pasal  63. Karena itu penyertaan aparat Kepolisian pada sidak makanan-minuman, bisa langsung dilakukan penangkapan dan penyitaan barang sebagai barang bukti.
Razia makanan di berbagai pasar maupun toko moderen, selama ini hanya melakukan cegah tangkal. Belum pada penindakan sesuai sanksi berdasar UU Perlindungan Konsumen. Pemerintah Daerah biasanya cuma menyita barang dagangan yang mengandung bahan kimia berbahaya. Ini yang menyebabkan peredaran makan tak layak konsumsi terus terjadi. Semestinya harus dimulai penindakan tegas.
Begitu pula diharapkan seluruh pedagang dan produsen, seyogianya jujur, tidak menggunakan bahan beracun dalam  makanan. Toh mensiasati keuntungan bisa dengan sedikit menaikkan harga. Atau  memperkecil ukuran.
———– 000 ————-

Rate this article!
Tags: