Prioritas Kesejahteraan Guru

karikatur guru (1)Tiada murid bodoh di tangan guru ber-dedikasi. Sebaliknya, tiada kecerdasan yang bisa digali oleh guru yang “biasa-biasa saja.” Bahkan konon, guru sejati menempatkan kepentingan murid diatas kepentingan (kesejahteraan) dirinya. Itulah sebabnya profesi guru dianggap paling mulia, melebihi tentara dan dokter. Tetapi kesejahteraannya masih sering ter-abaikan.
Lebih ter-abaikan manakala pemerintah daerah (Dinas Pendidikan) terbelit ego-sektoral dan ego-teritorial. Hal itu tercermenin pada alih tanggungjawab pendidikan tingkat SMTA (Sekolah Menengah Tingkat Atas). Kini, berdasar UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pengelolaan SLTA berada pada pemerintah propinsi. Sebelumnya, SMTA (SMU, MA, dan SMK), diurus oleh pemerintah kabupatan (Pemkab) atau Pemkot.
Selama enam tahun terakhir, Pemkab dan Pemkot juga memberikan tunjangan profesi pendidik (TPP) sesuai sertifikasi. Seluruh guru, pendidik pada SD, SLTP dan SLTA memperoleh TPP yang bersumber dari APBD Kabupaten dan Kota. Seiring alih kelola SMTA, beberapa Pemkab dan Pemkot, ragu-ragu menunaikan TPP.  Keraguan yang wajar, karena SMTA telah menjadi kewenangan pemerintah propinsi. Boleh jadi, keraguan berhubungan dengan nomenklatur dalam APBD.
Keraguan juga berhubungan dengan pemeriksaan oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan). Bukankah guru SMTA telah menjadi bagian “organik” pemerintah propinsi?  Sehingga  seharusnya pemerintah propinsi menunaikan TPP guru SMTA (dan berbagai bantuan lain). Namun tidak seluruh pemerintah propinsi memiliki anggaran cukup, dan belum  sanggup menunaikan TPP.
Keraguan Pemkab dan Pemkot untuk menunaikan TPP guru SMTA, menjadikan ke-galau-an kalangan pendidik. Terutama guru SMTA swasta, tunjangan sertifikasi bagai “gaji utama.” Sedangkan gaji dari yayasan (pengelola) sekolah, biasanya masih jauh di bawah UMK (Upah Minimum Kabupaten dan Kota).  Banyak guru masih digaji dengan standar “biasa-biasa saja.” Namun tetap berdedikasi luar biasa.
Dikhawatirkan, ke-enggan-an pembayaran tunjangan sertifikasi dapat mempengaruhi kinerja pendidik. Terutama guru MA (Madrasah Aliyah) swasta yang mengajar di pedesaan terpencil (dan tertinggal). Umumnya, MA (dan SMK) di pedesaan merupakan rintisan oleh kelompok masyarakat. Kondisi prasarana ke-pendidikan jauh dibawah kelayakan. Tidak dilengkapi dengan laboratorium yang memadai. Tak jarang harus dilakukan “merjer” (kerjasama) dengan SMK di kota.
Padahal guru berhak memperoleh imbalan yang lebih layak sebagai jaminan kesejahteraan. UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, telah meng-amanatkan penghasilan guru yang pantas dan memadai. Tercantum pada pasal 40 ayat (1). Hanya sebagian kecil (terutama PNS guru) telah memiliki penghasilan memadai. Termasuk penghasilan setelah mengurus ke-administrasi-an sertifikasi.
Tetapi sebagian terbesar guru (80%) masih hidup dalam tingkat kesejahteraan yang rendah. Pada beberapa situasi sosial, rendahnya kesejahteraan guru dapat menyebabkan perasaan inferior (rendah diri). Hal itu berkait erat dengan kemampuan guru dalam meng-akses pengetauan baru melaui sarana teknologi informasi. Misalnya, guru SMTA swasta di desa, akan keberatan (secara ekonomi) untuk berlangganan paket layanan internet seharga Rp 60 ribu per-bulan.
Up-grade (penambahan) pengetahuan guru, merupakan amanatkan UU Sisdiknas. Yakni, pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kompetensi. Tetapi pelaksanaan amanat UU Sisdiknas, terasa hanya bisa dipenuhi oleh guru berstatus PNS.  Guru yang tidak kompeten (secara keilmuan maupun mental), niscaya tidak dapat mewujudkan tujuan pendidikan sebagaimana diamanatkan Konstitusi. UUD pasal 31 ayat (3).
Ke-galau-an berkurangnya penghasilan guru SMTA, mestilah diberikan penjelasan oleh pemerintah pusat, termasuk penjelasan oleh BPK. Bahwa Pemkab dan Pemkot, tetap wajib menunaikan berbagai tunjangan, sampai pemerintah propinsi sanggup  menunaikan kewajiban sesuai kewenangan pengelolaan SMTA. Kemuliaan profesi guru, mesti disokong dengan kesejahteraan yang memadai. Agar cita-cita menjadi pendidik tidak pupus.

                                                                                                       ——— 000 ———

Rate this article!
Tags: