Pro dan Kontra Warnai Pembangunan Pengelolaan Limbah B3 di Mojokerto

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

DPRD Jatim, Bhirawa
Rencana Pemprov Jatim melalui Biro Lingkungan Hidup (BLH) untuk membangun pembuangan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di Mojokerto menuai pro dan kontra di lingkungan DPRD Jatim. Mereka yang pro menganggap pembangunan pembuangan limbah B3 dapat mendatangkan uang karena semua wilayah di Pulau Jawa akan membuang limbah ke sana. Namun bagi yang kontra hal ini dinilai akan membahayakan kesehatan bagi masyarakat sekitar pembuangan limbah tersebut, karena mengandung zat radiatif dan beracun.
Anggota Komisi C DPRD Jatim Anik Maslacha menegaskan pihaknya melihat banyak melihat mudharatnya dalam pembangunan pengelolaan limbah B3 di Jatim. Apalagi hampir seluruh wilayah di Jatim rata-rata telah padat penduduk. Jadi sangat sulit ditemukan lahan ribuan hektare yang jauh dari kawasan padat penduduk. Apalagi diketahui limbah tersebut mengandung zat radiatif dan beracun, pastilah akan mendatangkan penolakan dari warga sekitar.
“Contohnya saja di Cileungsi di Jabar, memang saat pembuatan pembuangan limbahnya waktu itu jauh dari permukiman. Namun seiring padatnya penduduk, maka tempat tersebut kini dekat dengan permukiman. Kabarnya penduduk di sana mulai melakukan protes dan penolakan. Jangan sampai hal ini terjadi di Jatim,”tegas politisi asal PKB, Minggu (24/1).
Sebaliknya, mantan anggota DPRD Kabupaten Sidoarjo ini setuju jika dibangun Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) di tiap-tiap perusahaan yang ada di kab/kota. Selanjutnya hasil dari IPAL tersebut yang sudah bersih dibuang ke Mojokerto. Dengan begitu risiko limbah B3nya tidak terlalu berbahaya. “Saya setuju kalau dibangun IPAL di beberapa kab/kota. Selanjutnya hasil akhir IPAL tersebut dibuang di tempat pembuangan bersama. Sehingga risikonya tidak terlalu berbahaya,”lanjutnya.
Seperti diketahui, sebagian anggota dewan menganggap penggelolaan limbah berbahaya memiliki peluang yang bisa dikelola perusahaan pelat merah milik Pemprov Jawa Timur. Untuk itu, Komisi C mendorong PT Panca Wira Usaha (PWU) berani mengambil peluang penggelolaan limbah dengan tidak meninggalkan dua misi. Yaitu misi sosial dan misi keuntungan.
Wakil Ketua Komisi B DPRD Jatim Renville Antonio mengatakan, peluang usaha ini bisa dikembangkan di Jawa Timur. Sebab, selama ini, penggelolan limbah bahan berbahaya masih dilakukan di Jawa Barat. Jawa Timur yang memiliki banyak pabrik dengan menghasilkan sampah berbahaya cukup banyak, mendorong untuk membuat pabrik penggelolaan limbah sendiri.
“Saya kira PWU dengan aset tanah di mana-mana, bisa mengembangkan usaha penggelolaan limbah berbahaya ini. Untuk itu, kita meminta BUMD ini untuk mengkaji secara serius,” terang Renville seusai melakukan hearing dengan manajemen PT PWU beberapa waktu lalu.
Politisi Partai Demokrat (PD) ini menambahkan kebutuhan dalam penggelolaan limbah yang cukup besar, menjadi peluang bisnis baru di Jawa Timur. “Syaratnya harus mengawal kepentingan sosial dan kepentingan bisnis,” tutur dia.  Seraya  dicontohkan penggelolan limbah B3 di Jawa Barat dilakukan  PT Jasa Sarana. “Jabar mempunyai pengolahan limbah industri dengan menghasilkan deviden besar. Ini bisa dicontoh Jatim. Kalau memang sebagai misi sosial dan misi keuntungan didapat, kenapa tidak dilakukan. Sebab PT PWU memiliki aset lahan cukup banyak dan cukup besar,” tegas dia.
Adapun rencana pembangunan pengelolaan limbah B3 mulai melirik wilayah Dawar Blandong-Mojokerto, setelah Pemprov Jatim gagal mempersiapkan lahan di wilayah Gresik beberapa tahun lalu. Namun muncul kabar uang rakyat dari APBD Jawa Timur tahun anggaran 2016 nantinya hanya dicairkan Rp 30 miliar dari Rp 50 miliar yang direncanakan sebelumnya.
Padahal berdasarkan data 2014, penghasil limbah B3 terbesar di Jatim adalah Kabupaten Gresik dengan beban 12,9 juta ton per tahun atau 1,1 juta ton per bulan. Sedangkan jumlah beban limbah B3 industri di Jatim sebesar 19,4 juta ton per tahun atau 1,6 juta ton per bulan. [cty]

Tags: