Pro-Kontra Vaksin Measles Rubella

Oryz Setiawan

Oleh :
Oryz Setiawan
Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat (Public Health) Unair Surabaya 

Lagi-lagi publik dihebohkan dengan penyebaran video viral di media sosial yakni ketidakhalalan vaksin imunisasi campak rubella atau Measles Rubella (MR). Hal ini dapat dimaklumi karena kian kritisnya masyarakat atas program pemerintah yang menyangkut kemaslahatan masyarakat khususnya umat Islam. Keresahan yang muncul di tengah masyarakat mengenai kesimpangsiuran informasi tentang aspek kehalalan atas produk vaksin yang akan dilakukan pemberian imunisasi secara massal sehingga perlu segera direspon secara bijak dan agar ada kepastian serta ada panduan keagamaan yang tepat. Berdasarkan keterangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan belum merilis sertifikasi halal atas produk vaksin MR yang diproduksi oleh Serum Institute of India (SII) dan distribusikan oleh Bio Farma sebagai importir. Menurut pihak Komisi Fatwa MUI bahwa masih dalam “proses” pengajuan penelitian untuk memperoleh sertifikasi halal. Kondisi ini menggambarkan bahwa ketidakjelasan atas keamanan informasi suatu produk termasuk menyangkut sisi kehalalan dan menghindari keraguan atas setiap produk seperti vaksin tersebut.
Hal ini penting mengingat sebagai besar masyarakat Indonesia beragama Muslim yang mensyaratkan kehalalan setiap produk yang masuk dalam tubuh. Jangan sampai ada persepsi bahwa demi kejar target bebas dari penyakit campak dan rubella pemerintah melalui Kementerian Kesehatan mengabaikan persyaratan syari’ah atas kehalalan suatu produk sebelum disebarluaskan ke masyarakat. Ada penolakan sebagian masyarakat terhadap imunisasi, baik karena pemahaman keagamaan bahwa praktek imunisasi dianggap mendahului takdir atau vaksin yang digunakan diragukan kehalalannya. Menurut MUI hingga kini masih ada dua vaksin yang telah mengantongi sertifikasi halal MUI yakni vaksin meningitis dan vaksin flu sehingga beredaran vaksin MR yang belum mengantongi sertifikasi halal untuk diberikan kepada sasaran balita dan anak-anak. Mengacu pada hasil fatwa MUI No 4 Tahun 2016 tentang imunisasi yang berlaku untuk semua vaksin. Pada dasarnya imunisasi pada dasarnya dibolehkan (mubah) sebagai bentuk ikhtiar untuk mewujudkan kekebalan tubuh (imunitas) dan mencegah terjadinya suatu penyakit tertentu. Sedangkan vaksin untuk imunisasi wajib menggunakan vaksin yang halal dan suci.
Penggunaan vaksin imunisasi yang berbahan haram dan/atau najis hukumnya haram. Adapun pemberian imunisasi dengan vaksin yang haram dan/atau najis tidak dibolehkan kecuali digunakan pada kondisi al-dlarurat atau al-hajat serta belum ditemukan bahan vaksin yang halal dan suci. Selain itu adanya keterangan tenaga medis yang kompeten dan dipercaya bahwa tidak ada vaksin yang halal. Dalam hal jika seseorang yang tidak diimunisasi akan menyebabkan kematian, penyakit berat, atau kecacatan permanen yang mengancam jiwa. Berdasarkan pertimbangan ahli yang kompeten dan dipercaya, maka imunisasi hukumnya wajib. Imunisasi tidak boleh dilakukan jika berdasarkan pertimbangan ahli yang kompeten dan dipercaya, menimbulkan dampak yang membahayakan (dlarar) dan dalam kondisi terpaksa/keterdesakan (hajat) dimana apabila tidak diimunisasi maka akan dapat menyebabkan penyakit berat atau kecacatan pada seseorang. Seperti yang tertuang dalam QS. Al-Baqarah : 173 yang artinya “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”
Imunisasi = Pencegah Utama
Harus diakui peran dan fungsi vaksinasi teramat vital terutama bagi upaya mendasar untuk melindungi bayi, balita dan anak-anak dari serangan dan munculnya masalah kesehatan terutama potensi penyakit yang timbul. Imunisasi ibarat perisai atau benteng awal untuk mencegah suatu penyakit yang timbul dengan cara memasukan bahan vaksin ke dalam tubuh. Bagaimana kondisi balita dan anak kelak salah satunya sangat tergantung dari sistem kekebalan tubuh mereka melalui pemberian imunisasi. Secara karakteristik Campak dan Rubella atau Measles Rubella (MR) campak acapkali menyerang balita, prevalensi penyakit ini kian meningkat manakala balita belum pernah diimunisasi MR. Campak merupakan penyakit yang sangat mudah menular yang disebabkan oleh virus dan ditularkan melalui batuk dan bersin. Gejala penyakit campak adalah demam tinggi, bercak kemerahan pada kulit (rash) disertai dengan batuk dan/atau pilek dan/atau konjungtivitis akan tetapi sangat berbahaya apabila disertai dengan komplikasi pneumonia, diare, meningitis dan bahkan dapat menyebabkan kematian.
Penyakit ini sangat berpotensi menjadi wabah apabila cakupan imunisasi rendah dan kekebalan kelompok/herd immunity tidak terbentuk. Ketika seseorang terkena campak, 90 persen orang yang berinteraksi erat dengan penderita dapat tertular jika mereka belum kebal terhadap campak. Seseorang dapat kebal jika telah diimunisasi atau terinfeksi virus campak. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dilaporkan bahwa terdapat lebih dari 400 kasus rubella yang tercatat pada tahun 2011. Penyakit ini disebabkan oleh virus Rubella dan dapat menyebar dengan sangat mudah. Penularan utamanya dapat melalui saluran pernafasan yang disebabkan oleh butiran liur di udara yang dikeluarkan penderita melalui batuk atau bersin. Virus ini juga dapat ditularkan melalui berbagi makanan dan minuman dalam piring atau gelas yang sama dengan penderita juga dapat menularkan Rubella. Infeksi Rubella dapat menyebabkan cacat pada otak, jantung, mata, dan telinga pada bayi dan meningkatkan resiko keguguran dan still birth (bayi lahir mati). Oleh karena itu dalam ajaran Islam sesungguhnya sangat mendorong umatnya untuk senantiasa menjaga kesehatan, yang dalam prakteknya dapat dilakukan melalui upaya preventif agar tidak terkena penyakit dan berobat manakala sakit agar diperoleh kesehatan kembali yang salah satu ikhtiarnya adalah melalui pemberian imunisasi.

———- *** ———–

Rate this article!
Tags: